Hari-hari berganti sebagaimana mestinya. Kini Ara sedang duduk di depan cermin, sambil menatap pantulan dirinya yang mengenakan baju bodo dipadukan dengan lipa' sabbe . Rambutnya disanggul, lalu diberikan tambahan bunga-bunga di atasnya. Makin terlihatlah kecantikan seorang Aurora, apalagi dengan make-up flaw-less hasil lukisan MUA terkemuka.
Malam ini akan diadakan prosesi Mappaccing atau malam pacar . Salah satu tradisi yang dilakukan oleh calon pengantin sebelum akad nikah.
Ara dijemput oleh Ayra di kamar, lalu dibawa ke atas pelaminan kecil yang berada di taman. Taman luas ini disulap seperti gedung. Ada meja panjang ditengah-tengah, lalu diberi kursi dimasing-masing sisinya.
Para keluarga dan kerabat bergantian mengoleskan burangga - semacam daun-daunan yang ditumbuk ke wajah Ara, juga tak lupa memberikan hadiah kepada Ara. Prosesi ini diiringi dengan pukulan gendang dan juga gong.
Setelah proses mappaccing selesai, maka dilanjutkan dengan Ara yang meminta restu kepada keluarganya. Di depannya ada kedua orang tuanya yang duduk di atas bantal khusus, lalu Ara berlutut di depan keduanya.
"Papa, mama, Ara ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Tanpa papa dan mama, Ara tidak mungkin bisa melihat indahnya bumi ini. Terima kasih telah membuat Ara ada dan menjadi manusia, terima kasih telah memberikan hidup yang layak kepada Ara, terima kasih telah mengajarkan banyak hal kepada Ara, terima kasih juga atas cinta dan kasih sayang yang selalu ada untuk Ara. Ara juga ingin meminta maaf kepada papa dan mama untuk segala bentuk kesalahan yang telah Ara lakukan, baik yang Ara sengaja maupun yang tidak Ara sengaja. Bersama ini, Ara memohon doa restu papa dan mama untuk menikah dengan lelaki yang telah papa siapkan, yang semoga adalah lelaki terbaik untuk Ara, yang bisa membimbing Ara menjadi sebaik-baiknya manusia " Ara mengusap air matanya. Meskipun ia hanya menghabiskan 10 tahun waktunya dengan Adiyaksa dan Arawinda, mereka berdua tetaplah orang tuanya.
"Ara sayang, Ara nya papa dan mama, kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih karena Ara sudah lahir ke dunia ini. Tidak ada detik yang berlalu tanpa ucapan syukur papa dan mama atas kelahiran Ara. Sungguh, sampai detik ini, Ara tidak pernah membuat papa dan mama merasa tersakiti, Ara ini malaikatnya papa dan mama. Justru papa dan mama yang ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya karena belum bisa menjadi orang tua yang selalu ada untuk Ara, namun meskipun begitu, cinta dan kasih sayang kami tak pernah putus. Papa dan mama memberikan restu dan doa untuk Ara. Semoga Ara kami bahagia dengan pernikahannya" Adiyaksa mencium kening putrinya cukup lama, juga memberikan pelukan hangatnya . Arawinda ikut memeluk anaknya, diiringi dengan lelehan air matanya.
Ara lalu pindah ke hadapan Endra dan Anala. Ia belum sempat berbicara apapun, namun air matanya sudah jatuh duluan.
"Papi, mami yang Ara cintai dan hormati, Ara ingin menyampaikan rasa terima kasih Ara yang tak sempat Ara sampaikan selama ini. Terima kasih karena telah menyayangi Ara, menjaga Ara dan selalu ada untuk Ara. Papi, mami, terima kasih juga karena selalu memperlakukan Ara dengan sangat baik, dengan penuh cinta dan kelembutan. Terima kasih telah sabar menghadapi mood Ara yang berubah-ubah karena mendekati masa PMS. Terima kasih juga karena sudah menganggap Ara seperti anak sendiri. Papi, mami, Ara minta maaf untuk setiap kata-kata maupun perbuatan Ara yang menyakiti hati mami dan papi. Semoga papi dan mami berkenan memberikan maaf itu untuk Ara . Putri kalian ini juga ingin meminta restu dan ridho papi mami untuk melangkah ke tahap hidup selanjutnya bersama dengan lelaki yang bernama Altair Nayaka."
Anala luruh di depan putrinya. Dua perempuan itu saling berpelukan.
"Aurora Denaya, kesayangan kami, terima kasih karena bersedia hidup dengan papi dan mami. Terima kasih karena keberadaan Ara di sisi kami, kami bisa merasakan menjadi orang tua, merasakan senangnya karena dipanggil papi dan mami oleh Ara. Papi tidak tahu harus mengucapkan rasa syukur papi dalam bentuk apa, tapi yang pasti, kami sangat bersyukur. Papi dan mami juga ingin meminta kepada Ara, barangkali papi dan mami ada kesalahan yang tidak sengaja kami lakukan dan membuat Ara sedih. Sungguh, maaf kan kami. Tetaplah jadi Aurora untuk kami, yang selalu memperlihatkan keindahannya." Endra memegang kedua bahu Ara, lalu mencium kening dan kedua pipi Ara.
Ara menghela napasnya. Ia lalu pindah ke hadapan Tama dan Ayra yang sedang memangku Ale.
"Kepada kakak-kakak ku, kak Tama, kak Ayra, kak Arka dan juga mbak Ashima yang telah pergi, terima kasih karena telah menjadi yang terbaik, yang selalu melindungi, yang selalu membersamai, dan juga siap siaga setiap Ara membutuhkan. Ara ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya, jika keberadaan Ara membuat kakak selalu mendapat tekanan dari papa dan mama. Malam ini, adik kecil kalian hendak meminta restu untuk hidup bersama laki-laki yang akan menjadi adik kalian juga di hari esok. Semoga rasa sayang kakak-kakak tidak berubah meskipun ada laki-laki lain yang akan menjaga Ara. Semoga kak Arka dan mbak Ashima juga merestui Ara dari sana"
Semua orang terharu mendengar ucapan Ara yang selalu mengingat Arka dan Ashima, kakak keduanya beserta sang istri yang lebih dulu kembali kepangkuan Tuhan.
"Kakak yang minta maaf, dik. Maafkan kakak. Karena kakak, kamu harus hidup jauh dari kami" sesal Tama.
Dulu saat Ara masih berumur 9 tahun, ia seringkali mendapat hukuman dari Tama karena selalu mengganggu lelaki itu belajar. Arka lah yang menjadi wasit mereka. Ada suatu kejadian di mana Tama bertindak keterlaluan, menghukum Ara berdiri di luar rumah saat sedang hujan. Hanya ada mereka bertiga di rumah, sebab Adiyaksa dan Arawinda sedang kunjungan saat itu. Untung saja Endra melihatnya, Ara sudah pingsan di bawah guyuran hujan. Dari situlah, Endra meminta izin untuk membawa Ara bersamanya.
"Maafkan kakak hmm" ucap Tama.
Ara mengangguk. Ia memeluk kakaknya.
"Semoga adik kakak selalu bahagia, selalu memperlihatkan keindahannya dan selalu membawa kedamaian bagi orang lain" harap Tama.
Ayra mendekat. Ia menyodorkan Ale pada Ara.
"Anggap saja Ale ini sebagai Arka"
Tama lalu tertawa. Ia mengajak istrinya ikut berpelukan juga dengan Ara dan Ale.
Malam ini Ara tidak tidur sendiri seperti biasanya, ia tidur bertiga bersama Arawinda dan Anala di kamarnya.
"Putri kita sudah sebesar ini, La" ucap Arawinda.
"Iya, mbak. Rasanya baru kemarin belajar duduk, merangkak lalu berjalan. Kini, ia bahkan sudah bisa berlari mengejar mimpinya "
Samar-samar Ara mendengar percakapan dua mama itu sebelum ia terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments