"Ra?" panggil Altair.
"Dalem mas"
"Dih" Altair terkekeh mendengar ucapan Ara barusan.
"Ini ada yang nelpon" ucap Altair lagi.
Ara segera mendekat ke meja, dimana ponselnya berada. Glabela nya berkerut saat melihat id caller penelpon. Dokter Rifai . Ya, yang menelponnya saat ini adalah si dokter bedah. Ara melirik Altair.
"Angkat saja. Semalam juga nelpon kamu" kata Altair, matanya memandang lurus TV, tapi tetap bisa tahu jika Ara sedang menatapnya tadi.
"Ha-halo dok" sapa Ara dengan suara yang sedikit bergetar.
"Halo, Ra. Dokter ini hanya mau bilang selamat atas pernikahan kamu. Selamat berbahagia di atas penderitaan orang lain, sampai di opname."
"Maksud dokter?"
"Ya, sepupu saya jatuh sakit. Semoga kamu selalu bahagia."
Sambungan telpon itu mati. Ara kembali menatap Altair dengan pandangan ingin tahu. Berbagai macam spekulasi berada dalam benaknya.
"Mas?" panggil Ara pelan.
"Iya?" sebelah alis Altair terangkat.
"Mbak Alexia beneran sakit?" tanya Ara.
"Gak tahu. Dapat info darimana?"
"Dokter Rifai yang bilang barusan."
"Kok sampai ngasih tahu kamu? Niat banget " judes Altair.
"Ya nggak tahu" Ara jadi kikuk sendiri. Apalagi saat merasakan hawa disekitarnya menjadi cukup dingin.
"Mas gak penasaran?"
"Untuk apa penasaran?" tanya Altair balik.
"Ba-bagaimana pun kan mbak Alexia teman mas."
"Gak cuma teman saya, Ra. Dia juga mantan saya, orang yang menemani saya 7 tahun belakangan. Kalau ngomong tuh yang jelas."
"Nah, itu maksud Ara" ucap Ara cepat.
"Kenapa? Mau bahas mantan sekarang? Gak etis banget, baru juga 3 hari jadi pasutri udah mau bahas mantan aja" ujar Altair.
"Duduk sini, aku mau bahas mantan ini" tepuk Altair pada sofa kosong di sebelahnya.
Ara menggelengkan kepalanya.
"Gak usah, mas. Ara mau bersih-bersih saja" ucap Ara cepat sebelum berjalan ke lantai atas rumah ini.
Altair menghela napasnya. Ia lalu membuka ponselnya dan membaca pesan yang sepertinya masuk sejak tadi, tapi tak kunjung ia baca.
From: Serda Alexia
Maaf danton, karena sampai sejauh ini saya masih memikirkan danton. Semoga danton sehat dan bahagia.
Tanpa niat membalas pesan tersebut, Altair membuka pesan lain yang berasal dari adiknya.
From : Savannah Nayata
Kak, Alexia sakit. Ada niat untuk membesuk?
To: Savannah Nayata
You know me so well, dik. Buang semua yang ada di dalam pikiranmu saat ini. Ingat, kamu sudah memiliki kakak ipar.
Altair tahu jika Naya, adiknya, tidak begitu senang dengan pernikahannya. Terbukti saat setelah berlangsungnya akad, Naya hanya menyapanya, tapi tidak dengan Ara yang saat itu duduk di sebelahnya. Altair tahu, Alexia adalah sahabat dari Naya. Mereka berteman sejak sekolah dan kini sama-sama menjadi tentara wanita. Altair tentu mengerti dengan perasaan Naya saat ini yang sepertinya menyayangkan keputusan dirinya.
✨✨✨
"Ra?"
"Hmm"
"Beneran kamu gak pernah pacaran sebelumnya?" tanya Altair.
"Kenapa sih? Bahas masa lalu mulu perasaan " ucap Ara, tanpa berniat menjawab pertanyaan Altair.
Kini keduanya sedang duduk di gasebo belakang rumah. Ara mengupas buah-buahan yang akan dijadikan rujak, sementara Altair sedang mengelus burung kakaktua milik ayahnya.
"Ya mau tahu saja."
"Kenapa juga mau tahu? Mau ceraiin Ara yah?"
"Dih, omongannya. Kamu kan tahu sendiri, ngurus pernikahan aja sulit, apalagi ngurus cerai. Udahlah, omongan mu terlalu lepas. Gak bisa benget kamu filter omongan" Altair menyimpan kembali burung kakaktua yang dipegangnya ke dalam sangkar. Lalu berjalan ke kran air untuk mencuci tangan.
"Ara gak pernah pacaran, tapi pernah suka sama orang" ucap Ara saat Altair sudah duduk di depannya. Mereka dibatasi oleh ulekan yang berisi bumbu kacang.
"Kok gak pacaran? Orangnya gak suka kamu? Gak ada feedback gitu?" tanya Altair lagi.
Ara mengangguk.
"Saat itu dia sudah punya pacar, hehe"
"Kalau sekarang?"
"Sudah punya istri."
"Makin gak mungkin dong kalian bersama. Secara kamu juga udah nikah, nikahnya sama saya pula. Saya tuh cukup posesif orangnya, gak mau milik saya melirik selain saya. Karena kamu sudah menjadi istri saya, itu berarti kamu adalah milik saya. Buang semua perasaan yang ada dalam diri kamu untuk orang lain. Belajar mencintai saya!" kata Altair dengan penuh ketegasan.
"Kalau mas, sudah bisa melupakan mbak Alexia? Gak kan? Jangan minta Ara berjuang sendiri deh"
"Ini lagi usaha, Ra."
"Tapi pasti sulit sih melupakan orang yang pernah kita cintai sampai menghabiskan beribu hari bersama orang tersebut. Jika besok lusa mas ingin melepaskan Ara, bilang yah. Ara akan sangat mengerti jika mas melakukan itu" ucap Ara dengan penuh ke-tahu-dirian.
"Ngomong apa sih kamu? Makan nih rujaknya" seloroh Altair.
Saat jam makan siang, Gea dan Hirawan berserta sang cucu sudah kembali ke rumah. Makanan siang sudah dihidangkan di atas meja, hasil keribetan Ara di dapur tadi.
"Waw, ibu jadi lapar lagi. Padahal tadi udah makan" ucap Gea.
"Ibu makan lagi, dong."
Gea terkekeh mendengar ucapan menantunya.
"Makan bersama?" tawarnya.
"Ibu gak apa-apa kok makan lebih dulu, ada mas Altair dan ayah yang akan menemani ibu."
"Mas? Sounds good"
Pipi Ara bersemu merah.
"Ara ke kamar dulu, bu. Mau kasih ASI ke Ale" pamit Ara.
✨✨✨
Altair sedang duduk di depan Hirawan, tentu saja di ruang kerja sang ayah.
"Ada apa ayah?" tanya Altair, ia sudah duduk di depan Hirawan kurang lebih 5 menit, tapi lelaki di depannya belum ada mengeluarkan sepatah kata pun.
"Kamu bahagia?"
Altair terdiam mendengar pertanyaan. Apa maksud dari pertanyaan barusan.
"Ayah tahu kamu masih dalam masa belajar. Entah belajar untuk merelakan ataupun belajar untuk menjadi seorang kepala rumah tangga. Ayah tahu ini cukup berat untuk kamu."
"Maksud ayah?"
"Ayah tahu jika kamu menjalin hubungan dengan sahabat adikmu. Tujuh tahun, bukan hal yang sebentar. Untuk itulah ayah memanggilmu datang ke sini "
"Maaf, ayah"
"Tidak, kak. Ayah yang seharusnya minta maaf. Maafkan ayah karena memaksakan kehendak kepadamu. Ayah hanya benar-benar ingin menebus janji ayah ke Adiyaksa. Maaf jika janji itu membuat kamu dalam posisi yang sulit seperti sekarang ini." ucap Hirawan dengan sangat tulus.
"Tidak perlu begini ayah. Bukankah bagi prajurit seperti kita, perintah adalah kewajiban? Altair sungguh senang melakukannya "
"Jaga dia. Jaga istrimu. Ayah tahu dia wanita yang baik, tidak logis rasanya jika kamu melampiaskan rasa sakit hatimu kepadanya " pesan Hirawan.
"Altair tidak pernah memikirkan hal itu, ayah. Altair berjanji akan selalu bersamanya dan menjadikannya sebagai satu-satunya nyonya Altair Nayaka " janji Altair.
"Terima kasih, nak"
Percakapan keduanya berlanjut dengan pembicaraan yang lebih ringan. Altair tentu mengerti ke-khawatiran ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments