Altair membiarkan Ara dan Ale tidur di tempat tidurnya, sementara ia tidur di sofa. Untung saja ada sofa ini, jika tidak, ia pasti akan tidur di lantai. Tidak mungkin juga ia tidur di kamar terpisah, sebab jika ayah dan ibunya tahu, ia akan kembali di gembleng.
"Ra?" panggil Altair dari depan pintu walk in clothes.
"Bentar kak" jawab Ara dari dalam sana.
Ya, Ara menyusui Ale di dalam walk in clothes. Karena di kamar sedang ada Altair.
Ara lalu memunculkan dirinya dengan Ale yang berada dalam gendongannya. Ia lalu berjalan ke tempat tidur dan menaruh Ale dengan sangat pelan, agar bayi itu tidak terbangun. Semua itu tidak lepas dari penglihatan Altair.
"Ust ust" Ara mempuk-puk pantat Ale, agar anaknya kembali menutup mata.
Setelah beberapa menit kemudian, barulah Ara berbalik menghadap ke Altair.
"Kenapa kak?" tanya Ara dengan suara yang dibuat kecil.
"Mau juga dong kayak Ale" goda Altair.
Mata Ara membulat.
"Gak usah ngada-ngada deh kak" ucap Ara.
Altair tertawa pelan.
"Ikut saya!"
"hah?!" beo Ara, namun tetap mengikuti langkah Altair masuk ke dalam walk in clothes.
Rumah pribadi orang kaya mah gini, punya kamar yang super super luas dilengkapi walk in clothes, kamar mandi beserta balkon . Ara yakin jika penghasilan Hirawan tidak hanya dari satu sumber, melainkan dari banyak sumber.
"Iya, kan sekarang kamu sudah jadi istri saya. Masa' masih gugup gitu" barulah Altair menjawab beo-an Ara.
"Ada apa kak?" tanya Ara kemudian. Ia duduk di tengah-tengah ruangan yang terdapat beanbag .
"Kak?"
"Iya, biasanya juga begitu." glabela Ara berkerut.
"Saya bukan kakak kamu lho, Ra."
"Tapi kan umur kak Altair di atas saya"
"Ra, saya nya tuh diganti jadi aku. Tadi ayah negur, katanya kok manggilnya kayak anggota dan danton"
"Iya, kak. Aku. Aku" ucap Ara kemudian.
"kak nya juga diganti" Altair duduk di atas laci sepatu yang memang hanya setinggi pinggangnya.
"Mau diganti apa? Suami gitu? Ehh, jangan deh. Masa' iya manggilnya suami. Kayak orang pamer saja" gerutu Ara.
"Panggil mas deh. Aku belum pernah dengar kamu manggil orang dengan sebutan mas ."
Ara mengangguk.
"Baiklah, mas. " tekan Ara pada kata mas.
"Ada lagi mas?" mata Ara dibuat berkedip-kedip. Ia bahkan sudah berdiri dari duduknya.
Altair mengeluarkan sebuah kartu sakti dari dompetnya. Apalagi jika bukan ATM. Ia menyodorkannya kepada Ara.
"Paan nih mas?" Ara menatap Altair.
"Terima dulu"
Ara lalu mengambilnya dari telapak tangan Altair.
"Setiap bulan gaji saya dan tunjangan kinerja akan masuk kesitu . Semua perlengkapan rumah dan kebutuhan makan kamu yang atur. Tapi saya minta uang bensin 650 ribu setiap bulan. Sisanya terserah kamu." kata Altair.
Ia kembali mengeluarkan sebuah ATM, warnanya hitam cuy.
"Di sini ada penghasilan dari perusahaan yang dikelola oleh om. Kamu mau pegang juga?"
Ara menggelengkan kepalanya.
"Nggak, mas. Ini saja " jawab Ara sambil mengangkat kartu yang ia pegang.
"Okey. Demikian rapat kita mengenai nafkah hari ini. Silahkan beristirahat" kata Altair.
"Aye-aye danton" Ara lalu meninggalkan walk in clothes dan bergabung bersama Ale di kasur empuk milik pak Altair.
Altair menggelengkan kepalanya takjub. Dua bulan belakangan ia merasa hidupnya di penuhi kejutan. Dan yang paling membuatnya speechless adalah MENIKAH. Catat MENIKAH . Padahal sebelumnya ia telah menata hidupnya untuk menikah di usia 29 tahun tapi bukan dengan Ara tentu saja. Namun takdir begitu kuat hingga kini, saat usianya masih 27 tahun, ia sudah menyandang gelar suami dari seorang gadis yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Hidupnya sua bulan belakangan bak roller coaster yang mampu membuatnya pusing bukan kepalang.
Altair tidak se-brengsek itu tentu saja. Seperti yang kita semua ketahui jika ia telah menjalin kasih dengan sahabat adiknya sejak 7 tahun yang lalu, namun kandas sebelum ia membentangkan layarnya menuju pernikahan. Sepekan sebelum menikah, ia telah mengakhiri hubungannya dengan cara yang baik. Kini, meski berat, Altair akan berusaha mencintai dan menyayangi Ara yang sudah sah menjadi istrinya pertanggal 1 Januari kemarin.
From : Serda Alexia
Izin danton. Selamat menempuh hidup baru. Maaf karena tidak sempat menghadiri pesta pernikahan danton. Semoga danton dan ibu selalu bahagia.
Ibu jari Altair mengusap ponselnya, tepat pada pesan yang ia baca barusan. Tidak ingin melankolis lebih lama, ia segera menyimpan ponselnya dan membawa dirinya masuk ke dalam kamar mandi.
Saat malam hari tiba, Hirawan mengajak anggota keluarganya untuk dinner. Mayor jenderal itu terlihat keren dengan pakaiannya yang cukup gaul padahal usianya 53 tahun. Celana jeans selutut dan juga baju kaos lengan panjang. Tidak jauh beda dengan pakaian Altair, hanya saja Altair mengenakan kaos lengan pendek yang ditutupi dengan jaket hitam.
"Mau piknik atau dinner sih?" tanya Gea.
"Malam mingguan, sayang" jawab bapak pangdam, menimpali kekesalan istrinya.
Altair dan Ara hanya bisa menjadi penonton saja.
"Lettu Altair, tolong yah jadi supir malam ini" ucap Hirawan.
"Siap, pak!"
"Sabar-sabar yah sayang menghadapi tingkah random keluarga ini" ucap Gea pada menantunya.
Ara terkekeh kecil.
"Iya, bu" lalu mengangguk pasrah.
Ara dan Gea duduk di seat belakang. Gea sambil memangku Ale.
"Ale nanti bobo sama nenek yah sayang"
Bayi itu tertawa, memperlihatkan mulutnya yang belum ditumbuhi gigi. Ia seolah mengerti jika sedang diajak bicara.
"Giginya belum ada. Biasanya nanti kalau tumbuh gigi, bakal demam gitu. Jadi mesti sabar jika punya anak kecil"
"Iya, bu"
"Ibu sudah berpesan pada dik Ivana, agar tugas Ara tidak terlalu banyak di persit. Semoga beliau mengerti."
"Bu, gak apa-apa kah kalau Ara kerja?" tanya Ara.
Altair sesekali menatap ekspresi istrinya lewat kaca depan yang sengaja ia setel agar bisa menangkap wajah istrinya.
"Gak apa-apa, Ra. Tapi selalu ingat jika keluarga nomor satu. Apalagi Ara menikah dengan seorang prajurit. Orang tidak biasa seperti ayah, papamu dan suami kamu ini gak tentu kapan bumi Pertiwi memanggilnya. Panggilannya kadang tiba-tiba." Gea menjelaskan dengan penuh kelembutan.
"Baik, bu. Terima kasih."
"Eh, kok malah bicarakan kerjaan sih. Padahal masih dalam suasana ngunduh mantu ini" ucap Hirawan di depan.
"Kelepasan, yah. Biasanya menghadapi ibu-ibu lain. Ini mumpung menantu sendiri, jadi mengalir saja jadinya " Gea menggenggam tangan kanan menantunya, seolah menyalurkan kasih sayangnya lewat genggaman itu.
Mobil berhenti di tepi pantai. Ada satu cafe di sana. Dimana pengunjung bebas ingin duduk di dalam bangunan cafe atau dipinggir pantai.
"Let's start our Saturday night!" seru Gea.
"Nanti video call Naya ah, biar makin kesal" ucap Altair.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments