"Kaki kamu sakit?" tanya Altair saat melihat Ara gelisah.
"Mungkin kelamaan berdiri" jawab Ara.
"Sepatunya di lepas saja, ketutupi kok dengan gaun kamu" suruh Altair.
Ara mengangguk. Ia lalu melepaskan sepatunya dan mendorongnya ke bawah kursi menggunakan kakinya.
"Wuihh, bisik-bisik tetangga aja nih bocah!" ucap Yuyun seenak jidat. Yang membuat orang-orang melihat ke arahnya.
"Yang kalem, Yun!" tegur Arumi.
Barulah Yuyun meringis tidak enak, lalu menunduk sebagai ucapan maafnya.
"Kak Yuyun mah paling gak bisa kalem" ujar Ara.
"Jangan rusak image gue lah, Ra. Selamat om, om sungguh beruntung mendapatkan gadis baik hati ini" ucap Yuyun pada Altair.
"Terima kasih "
"Selamat om, dijaga yah teman saya ini" ujar Arumi. Di belakangnya, Wiwid hanya tersenyum segan, tidak sebar-bar biasanya.
"Tumben kalem" heran Ara, yang membuat tiga perempuan lainnya mendelik tajam.
"Gue tunggu di ruangan yah" ancam Wiwid ,tapi Ara tahu jika itu hanya sebatas gurauan saja.
"Jangan ngamuk kak Wid, foto dulu lah. Kapan lagi kan yah liat Ara cantik begini?"
"Lo mah setiap saat, Ra." puji Arumi.
"Maaf, mbak, boleh gak bercakap-cakap nya nanti saja? Dibelakang mbak banyak orang yang antri" ujar pihak panitia.
Hal itu lantas membuat pipi Wiwid, Arumi dan Yuyun memerah karena malu.
"Ayolah foto dulu" ajak Yuyun kemudian.
"Jangan langsung pulang yah, makan dulu sampai kenyang" pesan Ara sebelum teman-temannya turun dari pelaminan.
"Gampang, Ra. Bungkus yah nanti"
Ara mengangguk saja, sambil menahan senyumnya. Tiga temannya itu memang spek pelawak semua.
"Yang tadi teman kamu semua sayang?" tanya Gea pada menantunya.
"Iya, bu. Maaf yah kalau buat ibu gak nyaman"
"Nggak sayang, ibu sampai nahan tawa tadi." Gea sungguh tidak bohong. Ia jadi rindu dengan masa gadisnya, punya teman yang nyablak semua.
"Kiw kiw, nikah juga teman saya" Erlan menepuk pundak Altair.
"Nyusul kamu!"
"Santai dikit lah. Selamat Al, selamat mbak"
"Terima kasih om" ucap Ara.
Altair tidak naik sendiri, tapi mengajak anggotanya, hingga pelaminan penuh. Fotografer nya bahkan sampai sibuk mengutak-atik kameranya agar semuanya bisa tertangkap kamera.
"Jangan langsung pulang. Nanti mau lempar bunga, barangkali ada yang mau nyusul" kata Altair kepada teman-temannya dan juga anggotanya.
"Siap danton!" jawab mereka kompak.
Ada banyak orang yang hadir sebagai wujud rasa senang mereka. Endra juga mengundang koleganya dan pejabat kota yang kenal dengannya.
"Raaa, akhirnya kamu nikah" ucap Nisa, sahabat Ara sejak SMP.
"Terima kasih yah Nis , udah datang." Ara bercipika cipiki dengan Nisa.
"Ada Angga juga, itu" beritahu Nisa sambil menunjuk Angga.
"Hai, Angga! Long time no see." sapa Ara.
"Biasalah dokter muda. Sibuknya di kurangi " kata Nisa.
"Sorry, yaks. Bdw happy wedding Ara dan pak Altair. Jadi patah SE-CAKRAWALA ini"
"Semoga Angga cepat nyusul deh" Ara tersenyum.
"Sa ae kamu Raa!" tangan Angga terangkat, hendak menyentil dahi Ara, namun dengan cepat Altair memegang pergelangan tangan Angga.
"Nanti makeup nya rusak, dik" kata Altair dingin.
"Maaf, pak" sesal Angga.
"Ya sudah, Ra, om, kami pamit" Nisa menarik tangan Angga, karena sudah tidak tahan dengan aura mencekam yang berasal dari Altair.
"Mereka sahabat saya sejak SMP, biasanya memang physical touch, kayak ngacak rambut gitu. Saya juga kadang memegang lengannya dulu "ucap Ara dengan tekanan di akhir kalimat.
"Sekarang sudah tidak bisa lagi, dik. Kehormatanku berada di tanganmu. Kamu bagaikan bajuku sekarang"
Ara mengangguk mengerti. Ia tentu masih hapal dengan semua wejangan yang ia terima saat pembinaan mental.
"Para hadirin sekalian, para om-om muda maupun kakak-kakak yang masih sendiri, dipersilahkan untuk berkumpul di depan pelaminan, karena sebentar lagi akan diadakan lempar bunga!" ucap MC dengan penuh semangat.
Dan benar saja, banyak yang berminat dengan hal ini. Terbukti dengan penuhnya space yang sengaja dikosongkan saat pedang pora tadi.
"YANG KUAT DANTON LEMPARNYA!"
"SAYA MENUNGGU NYA!"
"SEMANGAT SUH!"
Teriakan-teriakan itu membuat suasana semakin meriah.
"Musik, mainkan!" teriak MC lagi.
Mo bikin apa lei, mo bagaimana lei
"EYAK!"
Para prajurit itu kompak goyang.
Nona pu belis mahal, kaka stengah mati e
Kaka su jaga nona dari dulu-dulu e
Terpaksa kaka mundur jauh-jauh e
Mo bikin apa lei, mo bagaimana lei
Nona pu belis mahal, kaka stengah mati e
Kaka su jaga nona dari dulu-dulu e
Terpaksa kaka mundur jauh-jauh e
Nona pung belis mahal, kaka main salah
Kaka main, kaka main, kaka main salah
Bapa-mama suruh kaka untuk mundur sa
Nona cari yang lain, semoga bahagia
Yeah, cinta su tenggelam, sa hanya tunduk dan diam
Mo angguk, tidak bisa, jadi sa paksa pendam
Sa jaga baek-baek, sampe siang tembus malam
Sa lepas ko pu cinta, tusuk masuk dalam-dalam
Sa salah main, bukan cinta sa bermain
Sa salah time, bapa minta sa muka lain
Sa rasa lain, habis, kaget bukan main
Sa bilang lain tapi hasil akhir lain
Nona jangan marah, janji sa su ingkar
Karna percuma saja, cinta harus bubar
Sa dayung-dayung-dayung tapi ombak besar
Aduh, sayang, biar sa tergampar
Mo bikin apa lei, mo bagaimana lei
Nona pu belis mahal, kaka stengah mati e
Kaka su jaga nona dari dulu-dulu e
Terpaksa kaka mundur jauh-jauh e
Nona pung belis mahal, kaka main salah
Kaka main, kaka main, kaka main salah
Bapa-mama suruh kaka untuk mundur sa
Nona cari yang lain, semoga bahagia
Sa jujur salah, minta maaf, sa mundur saja
Sa biar kalah, meski harus korban cinta
Sa paksa jalan tapi hasil akhir mengalah
Sa su usaha jungkir balik tapi mentok di biaya
Sayang, ini susah, sa harus geleng kepala
Mo paksa, tidak bisa, lawan ortu, takut dosa
Modal cuma cinta, belum bisa ko bahagia
Mental sa su kuat, tapi bapa bilang tidak
Jujur sa menyesal, tapi apa mau dibuat?
Mundur lebih baik daripada terus bimbang
Sa ikhlas ko cari lain
Biar ko hidup lebih baik
Mo bikin apa lei, mo bagaimana lei
Nona pu belis mahal, kaka stengah mati e
Kaka su jaga nona dari dulu-dulu e
Terpaksa kaka mundur jauh-jauh e
Nona pung belis mahal, kaka main salah
Kaka main, kaka main, kaka main salah
Bapa-mama suruh kaka untuk mundur sa
Nona cari yang lain, semoga bahagia
"Satu!"
"Dua"
"Tigaa!"
Balon-balon jatuh dari langit-langit gedung, bersamaan dengan Altair dan Ara yang melempar bunga.
"HUAAAHH"
"BUNGANYA MANA WOI!"
"YA AMPUN!" Naya cukup histeris saat melihat buket bunga edelweis berada ditangannya.
Semua mata memandang Naya, gadis cantik yang sedang memakai kebaya berwarna terra cotta itu terlihat pasrah saat ia dipanggil menaiki pelaminan.
"Sepertinya dari pihak keluarga yah?" tanya MC.
"Saya adiknya kak Altair " jawab Naya.
"Bagaimana perasaan mbak sekarang? Senang kah?"
"Gak senang sama sekali. Ada yang mau bunganya?"
"TIDAK!"
Hirawan sudah terkekeh puas melihat wajah pasrah anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments