"Dari mana lo izin sampai dua hari?" todong Yeyen dengan pertanyaannya.
"Ada urusan keluarga. Gimana? Ruangan aman kan?"
"Sorry sorry banget nih yeh, gue mau jawab tidak .Bapak boss nitip banyak tugas"
Jawaban Yeyen membuat Ara lemas seketika. Itu tandanya ia masih harus bekerja bagai qudha hari ini.
"Dan for your information, semua admin diminta untuk ikut senam bersama besok di lapangan depan." ucap Yeyen.
"kalau kak Yeyen?"
"Ikut dong, mumpung besok gue masih dinas pagi"
"Baiklah baiklah." pasrah Ara. Tangannya lalu menari diatas keyboard, matanya ia lapisi dengan kacamata anti radiasi. Ia harus menyelesaikan semua bentuk laporan sebelum menikah secara agama dan hukum, eyak.
✨✨✨
"Eh, Ara, ikut juga ternyata" sapa dokter Rifai.
"Selamat pagi dok " sapa Ara, tidak hanya kepada dokter Rifai, melainkan juga kepada dokter Gion, keduanya memang sering terlihat bersama.
"Gak dinas, Ra?" basa basi dokter Gion
"Kalau Sabtu libur, dok."
"Iya, katanya jadi admin yah?"
"Iya dok"
"RA!" teriakan itu membuat Ara dan dua dokter menoleh.
"Eh, maaf dok" ucap Yuyun cepat.
"Santai sajalah" kata dokter Rifai.
Mereka masih berdiri di pinggir lapangan. Jam memang baru memperlihatkan angka 6 lewat 15 menit.
Ini adalah latihan rutin yang selalu dilaksanakan setiap bulan, Ara memang sudah beberapa kali mengikutinya jika kebetulan dinas pagi.
"Jiaahh, ganteng banget tuk om " heboh Yuyun sambil menunjuk segerombolan om-om berpakaian loreng, ada juga yang mengenakan pakaian olahraga.
"Ternyata sukanya sama yang loreng-loreng, pantas dokter di rumah sakit masih banyak yang jomblo" Rifai menimpali.
"Eh, gak gitu dok" ucap Yuyun cepat.
"Yang paling ganteng yang mana Yun?" tanya Gion.
"Itu dok, yang paling tinggi. Kalau gak salah namanya Lettu Altair " jujur Yuyun.
"Percuma ganteng kalau pacarnya mendua. Itu tandanya gantengnya masih perlu dipertanyakan " seloroh Gion.
"Jiaah, buka kartu sendiri nih ceritanya?" tanya Rifai pada Gion.
"Iyalah " jawab Gion bangga .
"jadi kamu gak perlu khawatir, Ri, itu tandanya kegantengan kita masih di atas rata-rata. Sepupu mu saja berpaling ke saya." Gion melanjutkan ucapannya.
"Kalau jadi yang kedua kenapa harus bangga sih dok?" celoteh Yuyun.
"Yang kedua tapi diseriusin juga gak masalah, Yun." ucap Gion.
Sejak tadi Ara terdiam, namun pikirannya berjalan kemana-mana.
Jam 7 kurang 5 menit, senam dimulai. Hanya ada 4 warna di dalam lapangan. Pegawai rumah sakit kompak mengenakan pakaian olah raga gabungan warna silver dan merah, sementara ibu-ibu persit dan tentara mengenakan pakaian hijau-hijau yang juga ada sedikit campuran warna merahnya.
"Jiahh, puas banget gue kalau gini terus" oceh Yuyun. Ia berada di barisan paling depan, dimana ia bisa bebas menikmati wajah tampan dan rupawan para tentara muda yang perempuan itu juluki sebagai Pangeran berbaju loreng.
"Kalau bisa, gue dinas pagi aja deh terus" ucap Wulan. Ia adalah perawatan di ruang pemulihan. Jadi masih cukup akrab dengan Ara dan juga Yuyun.
"Nah, benar" Yuyun begitu semangat.
"Lo ada kelainan apa, Ra? Kok gak ada semangat-semangatnya lihat oppa- oppa gitu?" heran Wulan.
"Kelainan lapar kak " jujur Ara. Ia memang merasa lapar sekarang.
Jawaban jujur Ara membuat Yuyun mendelik tajam, sementara Wulan memegang mulutnya agar tawanya tidak meledak.
"Agak laen emang nih bocah satu" Rifai yang kebetulan mendengar jawaban jujur Ara ikut berkomentar.
"Ampun dok" Ara meringis.
"Habis senam saya traktir deh" ucap dokter Rifai. Dokter muda ini memang sangat baik hati.
"Ara aja nih dok?" tanya Wulan.
"Kalian juga lah."
"ASEK" kompak Yuyun dan Wulan, hal itu lantas menjadi perhatian beberapa orang yang mendengar seruan mereka, termasuk Altair yang ikut melihat meski hanya menggunakan sudut matanya.
Senam berlangsung satu jam, keringat sudah mengucur deras di pelipis Ara. Ia duduk selonjoran dia atas rumput hijau sambil meluruskan kakinya. Ditangannya ada air mineral yang ia bawa dari rumah.
"Izin menyampaikan, mbak Aurora dipanggil ibu" ucap seorang perempuan yang berambut kikis.
"Ibu?"
"Ibu Geandra"
"Oh, baik" Ara segera berdiri.
"Mau kemana, Ra?" tanya Yuyun. Dalam kepalanya sudah banyak spekulasi.
"Maaf yah kak, dok, sepertinya saya tidak bisa ikut sarapan bersama" ucap Ara merasa bersalah.
"Sana gih!" usir Wulan karena tidak tahan dengan tatapan tajam perempuan di depannya yang sepertinya seorang anggota.
"Mari mbak!"
"Bye-bye!" Ara melambaikan tangannya lalau mengikuti langkah perempuan tadi.
"Ehh, sayang!" Gea berjalan mendekati calon menantunya, lalu memegang kedua siku menantunya, tak lula bercipika cipiki.
"Apa kabar Tante?"
"Ibu sehat, sayang. Tadi ayah gak senagaja lihat kamu, makanya ibu ajak ke sini. Gak ganggu kan?"
"Tidak, ta-"
"Panggil ibu dong sayang" ralat Gea.
"Tidak kok bu"
Gea memang memisahkan diri dari rombongan, yang ada di sisinya sekarang hanya ajudan Hirawan.
"Habis ini ikut ibu sarapan yah. Sekalian kenalan dengan senior di satuanmu"
"Gak apa-apa kalau kenalan sekarang?"
"Atau kalau belum mau, gak apa-apa juga. Kamu ikut sebagai putri ibu"
"Baik, bu!" Ara mengangguk saja.
Ara merasakan ponselnya sudah bergetar sejak tadi.
"Izin, selamat datang bu!"
Ara kembali melangkahkan kakinya memasuki satuan untuk kedua kalinya. Tangannya tidak lepas dari genggaman tangan Gea.
"Terima kasih yah dek Ivana!" ucap Gea. Ia membawa Ara duduk di meja bundar yang memang sengaja disiapkan untuknya. Di meja itu ada 5 kursi, yang di isi oleh Hirawan, Gea, Ara, Ivana dan pak Gamal.
"Siap, bu"
Ditengah-tengah meja ada rebusan singkong, ubi ungu, kacang tanah, talas dan juga sambel.
"Silahkan di makan, dik. Jangan sungkan ke ayah" Hirawan tentu sangat hapal dengan ekspresi menantunya.
"I-iya ayah"
"Dik Gamal, dik Ara hari ini datang sebagai putri saya lho yah, jadi jangan di tatar dulu. Kalau besok sudah jadi anggotanya dik Gamal, mohon dibimbing dengan sabar" ucap Gea.
"Izin menjawab, siap, ibu" Ivana menimpali dengan sangat tegas.
Di meja lain, Altair ditodong pernyataan. Pelakunya tentu saja Erlan.
"Itu ibu sama siapa? Saya baru lihat" tanya Erlan penasaran. Apalagi saat melihat pakaian olahraga yang dikenakan oleh Ara - yang bukan seragam olahraga istri tentara.
"Anaknya" jawab Altair pendek, sambil menikmati rebusan di depannya.
"Heh, ingatan saya masih berfungsi dengan baik yah, adik kamu tuh letda Naya" debat Erlan.
"Beneran, itu anaknya ibu" Altair juga tidak mau kalah.
"Arah jam 5 kamu. Di bawah pohon " bisik Erlan.
Altair memicingkan matanya, dari tempat duduknya sekarang ia melihat sepasang kekasih, tidak, lebih tepatnya ada 5 orang yang duduk dalam satu meja. Mereka sedang sarapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments