Ara mengira jika ucapan papanya hanya sebatas jokes saja. Namun saat ia terbangun keesokan harinya, di kamarnya sudah ada Anala dan Ayra menatapnya dengan pandangan prihatin.
"Mami dan mbak kenapa?" tanya Ara.
"Mandilah, akan ada perias yang akan merias kamu" jawab Ayra.
Anala sudah tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menyiapkan baju kebaya jingga yang lengkap dengan rok batik berwarna dasar hitam, dengan ukiran berwarna coklat dan putih. Kebaya itu adalah hasil rancangannya. Satu pekan yang lalu, Arawinda menelponnya, memberitahu jika Ara akan dilamar pekan depan, yang tak lain adalah hari ini. Dengan perasaan yang berkecamuk, Anala berhasil merancang sebuah kebaya yang terlihat sangat indah.
Ara menatap pantulan dirinya pada cermin besar di depannya. Kebaya hasil rancangan Anala terlihat sangat pas ditubuhnya, padahal Anala sama sekali tidak mengukur nya. Rambut Ara diikat setengah, lalu di-curly bagian ujungnya, ada bando mutiara yang menghiasi bagian depan rambutnya.
Ara kembali bertanya-tanya, sejak kapan taman samping rumah Endra di dekor. Semalam saat ia hendak tertidur, ia sempat melihat taman tersebut di jendela kamarnya, namun tidak ada tanda-tanda jika akan di dekorasi sedemikian cantiknya.
Jika biasanya hanya ada 2 mobil yang terparkir di halaman rumah, maka hari ini beda lagi. Ada 3 mobil lainnya yang ikut mengisi kekosongan halaman kediaman Endra. Dua diantaranya adalah mobil dinas khas tentara, sementara satu lainnya adalah mobil HRV berwarna hitam mengkilat.
Kursi-kursi di susun saling berhadapan. Di sisi kanan di isi oleh pihak keluarga Ara, sementara di sisi kira di isi oleh pihak keluarga Altair. Yang menjadi MC adalah ajudan Hirawan, sertu Fauzan. Ada kameraman juga yang siap mengabadikan jalannya acara
"Terima kasih atas sambutannya yang luar biasa ini. Kedatangan kami ke tempat ini tiada lain dan tiada bukan adalah untuk melamar ananda Aurora Denaya untuk putra kami Altair Nayaka. Besar harapan kami agar niat kami disambut baik oleh pihak keluarga" Pak Gavin Aryasetya mewakili pihak Altair untuk menyampaikan maksud kedatangannya.
"Silahkan kepada pihak perempuan untuk menanggapi maksud baik yang ditunjukan oleh pihak laki-laki" ucap Sertu Fauzan.
Endra lalu berdiri, ditangannya ada mic yang ia dekatkan dengan mulutnya.
"Terima kasih atas segala niat baik yang ditujukan untuk putri kami, Aurora Denaya. Sebagai orang tua, kami tentu menyerahkan segala keputusan pada putri kami...."
Ara lalu berdiri, menggantikan Endra.
"Dengan segala kerendahan hati, dengan segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri ini, atas restu mama, papa, papi mami dan kakak-kakak, Ara menerima lamaran ini" ucap Ara.
Para kerabat mengucapkan syukur yang tiada henti, termasuk Adiyaksa dan Hirawan yang terlihat sangat bersyukur dan senang. Prosesi selanjutnya adalah penyerahan seserahan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan.
Yang tidak pernah ketinggalan adalah foto bersama.
"Akhirnya" ucap Hirawan sangat lega. Sama seperti Adiyaksa yang senyumnya terus mengembang.
"Kak, foto dulu dengan Ara" perintah Gea.
Altair lalu berdiri di sisi Ara. Mereka berdua tersenyum tipis sambil menatap kamera.
"Ale kelupaan" ucap Ayra saat mendengar bayi itu menangis.
Ale baru tenang saat sudah berada dalam dekapan Ara.
"Anak kecil itu siapa?" tanya Gea pada Arawinda.
"Cucuku. Anak Arka" jawab Arawinda.
"maaf, Win. Aku lupa" ucap Gea cepat.
"Ale memang lebih dekat dengan Ara dibandingkan dengan kami semua. Semoga kamu tidak keberatan dengan keberadaan Ale nantinya" harap Arawinda.
"Tidak akan, Arawinda. Ia juga akan menjadi cucuku"
"Syukurlah "
Rupanya percakapan para laki-laki juga tidak jauh dari Ale. Bayi gembul itu mampu menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Termasuk Naya, adik dari Altair. Ia sebenarnya sangat badmood karena kakaknya akan segera menikah namun bukan dengan Alexia, sahabatnya di SMA. Tapi saat melihat Ale, moodnya menjadi sangat baik. Ia bahkan duduk di sebelah Ara yang sedang memangku Ale.
Acara terus berlanjut hingga sore hari. Dua keluarga sudah saling terikat.
"Om Adiyaksa meminta saya menjemput mu nanti malam. Bersiap-siaplah, jam 7 saya akan tiba" bisik Altair saat ia hendak memasuki mobilnya.
Ara mengangguk.
✨✨✨
"Gak minta saku lagi?" tanya Tama pada adiknya.
"Mau lah kak " jawab Ara cepat. Ia terlihat manis dengan celana 7/8 dan juga baju kaos berwarna putih yang melekat pada badannya.
"5 ribu sajalah" Tama kembali jahil, ia mengeluarkan selembar uang 5 ribu dari saku celananya, lalu memberikannya kepada Ara.
"Paa, kakak nih" adu Ara.
"Udah mau nikah, masih saja suka mengadu" Tama lalu mengeluarkan selembar uang 100 ribu lagi, lalu memberikannya kepada sang adik.
"Terima kasih kakak sayang" Ara berjinjit agar bisa mencium kakaknya.
"Anak om memang begitu, harap maklum" ucap Adiyaksa pada Altair yang ikut menyaksikan pertengkaran kecil ala saudara.
"Iya, om"
"Papi nitip martabak yah" ucap Endra.
"Aye-aye captain" Ara tak lupa mencium papinya.
Ternyata HRV hitam mengkilat tadi adalah mobil Altair. Dan disinilah Ara berada sekarang, duduk di kursi penumpang depan sambil memperhatikan jalan di depannya.
"Baby Ale sudah tidur?" tanya Altair setelah sekian lama tidak terjadi perbincangan diantara mereka.
"Belum, tadi masih main dengan mbak Ayra" jawab Ara sekenanya.
"Umurnya sekarang sudah berapa bulan?"
"Sudah jalan 5 bulan."
Keheningan kembali tercipta.
"Mau kemana? Ada rekomendasi?" tanya Altair lagi.
"Makan bakso mungkin yah?" jawab Ara tapi tetap menyimpan tanda tanya dibelakang kalimatnya.
"Boleh"
Altair menghentikan laju mobilnya di depan warung bakso yang cukup terkenal di Cakrawala.
"Gak suka kecap?" tanya Altair saat melihat Ara hanya memasukkan sambel dan juga perasan jeruk nipis pada baksonya.
"Nggak, kak."
Ara menatap Altair saat lelaki itu menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
"Kok?"
"Om Endra tadi nitip martabak kan? Tunggu di sini, saya beli dulu"
Ara menghela nafasnya. Endra tadi menyeletuk saja, tidak benar-benar serius saat mengatakannya.
"Berapa kak?" tanya Ara saat martabak pesanan Endra sudah terparkir rapi di pangkuannya.
"Berapa apanya?" tanya Altair balik.
"Martabaknya, berapa semuanya?" Ara memperjelas pertanyaan nya.
"Apa sih? Anggap saja ini tebusan karena om Endra sudah mengizinkan kamu pergi dengan saya."
"Jadi kakak takut ke papi?"
"Bukan takut, tapi lebih segan. Dibandingkan dengan om Adiyaksa, om Endra terlihat lebih seram" jujur Altair.
"Ucapan kakak saya rekam lho yah" canda Ara.
Altair tertawa kecil mendengar ucapan Ara yang berniat menakutinya.
"Besok ibu mengundangmu untuk datang ke rumah." beritahu Altair.
"Tadi juga sudah memberitahu om Adiyaksa dan om Endra "
"Jam berapa?"
"Sebaiknya makan siang di rumah" saran Altair.
"Jam 10 saya jemput "
"Saya bisa kok kak naik taksi atau diantar kakak" kata Ara.
"Tidak menerima penolakan "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Arwet Bach
cie...cie...
2024-03-28
2