Bab 7

Ketukan pintu yang keras dan berulang-ulang membuat Irma geram dan terus mengumpat sambil berjalan mendekat ke arah pintu.

“Bisa sabar tidak sih, kaya rentenir nagih hutang aja nggak sabaran banget!” sungutnya sambil memegang gagang pintu. Baru saja wanita itu membuka pintu, tamu yang tidak diundang itu langsung bertanya padanya.

“Di mana Dinda?” tanya Abi pada Irma.

Kedua mata Irma membulat dengan sempurna. “ Tu-tuan … Abi …!” serunya dengan suara cempreng memekikan gendang telinga.

“Irma … dimana Dinda dan kedua anak-anaknya?” tanya Abi lagi, karena irma tidak menjawab pertanyaannya.

Irma terdiam, wanita itu mencoba memikirkan sesuatu sebelum menjawab pertanyaan Abi.

“Irma …!” panggil Abi dengan suara bariton nya.

Seketika Irma tersadar dan langsung menjawab. “Kak, Dinda sedang menjemput Rayanza dan Raina ke sekolah!” jawabnya jujur.

“Baiklah … saya akan menunggu mereka pulang!” Abi langsung duduk di kursi yang berada di teras rumah.

Irma merasa cemas, wanita itu berjalan bolak- balik sambil mencoba menghubungi Dinda. Namun, nomor ponselnya tidak aktif.

“Aduh … Kak, Dinda kemana sih, kenapa nomornya nggak aktif, bagaimana ini … bisa gawat kalau mereka bertemu!” Irma bergumam sambil menggenggam ponselnya.

Apa yang di takutkan Irma akhirnya terjadi, karena motor yang dikendarainya Dinda sudah terparkir di depan halaman rumahnya. Abi yang sedang menunggu pun langsung berdiri dan menghampiri Dinda.

Dinda sangat terkejut. Namun, wanita itu langsung bersikap waspada.

“Sedang apa kau di rumahku … pergi dari sini!” usir Dinda dengan wajah tak bersahabat.

“Paman baik …!” seru Raina dan Rayanza dengan serentak.

“Anak-anak … kalian masuk ke dalam, masuk kamar jangan pernah keluar sebelum Ibu memanggil!” perintah Dinda

pada kedua anak kembarnya itu.

“Baik … Bu,” Kedua anaknya pun langsung menurut dan masuk ke dalam rumah.

“Kita perlu bicara, ini sangat penting demi masa depan kedua anak-anak kita!” tutur Abi mencoba meraih tangan Dinda.

Dinda tergelak, wanita itu tertawa mendengar kata-kata yang dilontarkan Abi.

“Apa kau bilang, anak-anak kita? Kau bermimpi Abi, mereka anakku bukan anakmu!” jawabnya dengan penuh penekanan.

Tanpa menjawab Abi langsung menyerahkan selembar kertas hasil tes DNA kepada Dinda.

“Lihatlah … buktinya ada disini, mereka berdua adalah anak-anakku juga Din, mereka anak kita, kenapa kamu tidak memberitahuku, kenapa kamu malah menjauh dan mengurus anak-anak kita hanya seorang diri?” tanyanya dengan tatapan sendu.

Jantung Dinda berdetak sangat cepat, wanita itu tidak mengira jika Abi sudah melakukan tes DNA, sekarang dia tidak bisa mengelak lagi, bahwa kedua anaknya adalah darah daging Abi.

“Licik sekali kau, Abi … karena kau sudah tau bahwa Raina dan Rayanza adalah darah dagingmu, sekarang … apa tujuanmu kemari?” tanya Dinda tanpa berbasa-basi.

“Aku ingin kita kembali bersama, Din … aku ingin menebus semua kesalahanku padamu, demi masa depan anak-anak. Aku akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik. Aku akan berusaha untuk membahagiakan kalian!”

Dengan wajah mengiba dan penuh harap. Abi mencoba membujuk Dinda, pria itu berharap wanita yang masih sangat dia cintai itu memberinya kesempatan.

“Pergilah Abi … aku dan anak-anakku, hidup kita bertiga sangat bahagia tanpamu … uruslah keluargamu sendiri, jangan pernah mencampuri urusanku dan kedua anak-anakku!” Dengan tegas Dinda menolaknya.

“Tapi Rayanza dan Raina butuh kasih sayang seorang ayah, mereka pasti sangat menginginkan itu … aku mohon berilah aku satu kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita, Din … jika kamu mau, aku akan menikahimu hari ini juga!” jelasnya pada Dinda.

Dinda mendengus kasar. “Urus saja keluargamu Abi aku mohon, jangan ganggu hidupku dan kedua anakku … kasihanilah kami, tanpamu kami bertiga sudah bahagia … sekarang pergilah dari sini … jika kau tidak mau pergi … aku akan melaporkanmu dengan tindakan penguntitan!” usirnya dengan tatapan penuh dengan kebencian.

“Baiklah … hari ini aku akan pulang, tapi harus kamu tahu, Din. Tapi, aku tidak akan menyerah untuk meluluhkan hatimu kembali!” jawab Abi.

***

Malam hari setelah kedua anaknya tertidur, Dinda dan Irma terdiam tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Namun, suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Dinda dan Irma.

“Jangan dibuka, Ir … aku takut dia kembali lagi!” ujar Dinda pada Irma.

“Tapi, Kak … siapa tau itu bukan Tuan Abi,” jawabnya. “Coba aku lihat dulu dari jendela,” sambungan gadis itu.

Irma pun langsung berjalan ke arah jendela. “Kak, sepertinya yang datang Dokter Satria. Aku buka saja pintunya ya?” tanya Irma pada Dinda.

Dinda pun mengangguk, setelah Satria duduk di kursi ruang tamu. Pria itu celingukan mencari kedua anak-anak Dinda.

“Din, tumben sepi dimana si kembar?” tanyanya pada Dinda.

“Mereka sudah tidur, Sat,” jawab Dinda.

Satria melihat wajah murung Dinda, pria itu pun langsung bertanya. “Ada apa, Din? Apakah ada masalah, kalau kamu mau cerita aku siap mendengarkan,” cetus pria itu.

“Dia … sudah tahu bahwa Rayanza dan Raina adalah anak kandungnya, dia memintaku kembali bersama demi masa depan anak-anak, dengan santainya dia mengatakan itu sedangkan dia masih memiliki istri. aku sangat cemas dan takut. Aku takut Abi akan mengambil anak-anakku karena sampai saat ini Abi dan istrinya masih belum memiliki keturunan!”

Tanpa menyembunyikan apapun Dinda langsung memberitahu Satria.

“Apakah Raina dan Rayanza tahu kalau Abi ayah kandung mereka?” tanya Satria pada Dinda.

Dinda menggeleng. “Mereka belum tahu, tapi mereka sangat menyukai Abi, karena tanpa sepengetahuanku, Abi diam-diam menemui Rayanza dan Raina!”jawabnya.

Satria diam sebelum kembali berbicara, pria itu pun menghela napas dalam. “Din … apakah kamu masih mencintainya?” tanyanya lagi.

Dinda tersentak, mendengar pertanyaan itu. Wanita itu pun dengan ragu menggelengkan kepalanya. “Tidak,” jawabnya singkat. “Pria itu sudah membuat hatiku terluka hingga sampai sekarang, luka itu sangat sulit aku obati! Sat, sepertinya aku akan pergi jauh dari kota ini … aku tidak mau berurusan lagi dengan Abi dan keluarganya!” sambungnya.

Satria terkejut mendengarnya, pria itu langsung mencegahnya.

“Din, kamu tahu sendiri selama hampir 4 tahun aku memendam perasaan padamu, aku juga sangat menyayangi Rayanza dan Raina, mereka sudah kuanggap seperti anakku sendiri … karena kamu sudah tidak mencintainya, bolehkah aku berharap untuk dicintai oleh wanita yang aku cintai?” tanya Satria pada Dinda.

Dinda terdiam sejenak wanita itu mencoba mencerna kata-kata Satria. “Maksudnya?” tanya Dinda.

“Maukah kamu menerimaku menjadi ayah dari Rayanza Dan Raina? Aku berjanji akan membahagiakan kalian bertiga! Dan itu juga salah satu cara supaya mantan kamu tidak mengganggumu lagi, mau sampai kamu larinya darinya,Din? kamu harus menghadapi pria itu aku akan selalu ada disampingmu!” jelasnya.

Dinda terdiam mencoba memikirkannya, bukanya dia tidak tahu tentang perasaan Satria. Pria itu sangat baik dan selalu membantunya selama ini. Namun, Dinda hanya menganggapnya hanya sebatas saudara dan teman saja.

“Dinda … maukah kamu menjadi istriku?”

Satria meraih tangan Dinda pria itu berharap wanita yang sudah mengisi separuh hatinya selama empat tahun itu mau menerimanya.

Terpopuler

Comments

Agung R

Agung R

udah din ama satria aja,apa jangan jangan abi masih di pikiran dinda selama 4 tahun??

2023-12-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!