Bab 5

Dinda menangis tersedu karena hampir dua jam mencari di seluruh bagian dalam dan luar gedung, Rayanza masih belum ditemukan. Satria dan Irma pun langsung menghampiri Dinda membantu mencari Rayanza. Satria pun sudah menghubungi pihak berwajib. Namun, karena belum 24 jam laporannya belum bisa diproses pihak kepolisian. 

 “Ibu …!” panggil Rayanza. Anak laki-laki itu pun langsung berlari menghampiri Dinda.

Dinda berbalik ketika mendengar suara yang sangat dia kenali.”Rayanza … kamu kemana saja, Sayang! Ibu sangat khawatir …!”  Dengan sigap wanita itu pun langsung mengangkat tubuh mungil sang anak ke dalam pelukannya.

“Maaf, Bu! jangan menangis, lay janji tidak akan nakal lagi!” sesal bocah kecil itu sambil mengusap jejak air mata di pipi Dinda.

“Cerita sama Ibu, Kakak pergi kemana? karena Ibu sudah mencari di seluruh gedung ini kamu nggak ada?” tanya Dinda pada Rayanza. Tanpa Dinda sadari sepasang mata sedang memperhatikan interaksinya dengan sang anak.

“Tadi, Lay, keluar mengikuti balon, Ibu tau? lay hampir tertabrak mobil untung saja ada Paman baik yang nolongin, lay’” jawabnya dengan polos.

Dinda terkejut mendengarnya, wanita itu pun langsung memutar tubuh anaknya melihat dari ujung rambut sampai ujung kepala memastikan jika anaknya baik-baik saja.

“Kak, dimana yang terluka? sudah Ibu bilang jangan pergi kemana-mana, kenapa kamu tidak mendengarkan perintah Ibu, lalu dimana Paman baik yang sudah menolongmu,  Ibu belum mengucapkan terima kasih padanya?” 

Pandangan Rayanza mengedar mencari sosok pria yang telah menolongnya. “Ibu, itu dia Paman baik yang menolongku tadi. Paman kemarilah, Ibu ingin bertemu denganmu!” panggilnya.

Dinda melihat ke arah sosok pria yang sedang ditunjuk  oleh anaknya.

 “Deg …!” Kedua bola matanya membulat Dinda sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Jantungnya pun berdetak sangat cepat. 

Kekuatan di dalam tubuhnya menghilang seketika, bahkan wanita itu tidak bisa menopang tubuhnya sendiri  jika tidak ada Satria. Mungkin tubuh Dinda sudah tersungkur membentur lantai. 

“Dinda … apa kamu baik-baik saja!” tanya Satria gurat khawatir terlihat jelas dari wajah pria itu. 

Sosok pria yang Dinda kenal itu langsung mendekat menghampiri Dinda.

 

Dinda langsung mencengkram tangan Satria. 

“Sat … tolong antar aku dan anak-anak pulang!” Wanita itu menatap Satria dengan gurat kecemasan.

Irma yang sedari tadi sudah menyadari kehadiran sosok pria itu, Irma pun langsung menggenggam erat tangan Rayanza dan Raina.

Dengan gerakan cepat sosok pria itu mencekal tangan Dinda. “Din, empat tahun aku mencarimu … ternyata kamu bersembunyi disini?”  Saking bahagianya telah menemukan Dinda, sosok pria itu pun langsung membawa Dinda kedalam pelukannya. 

Dinda mematung mendapati tubuhnya dalam dekapan pria yang paling dihindarinya selama ini, jantung wanita itu berdetak sangat cepat. Namun, kesadarannya seketika kembali. Dengan mengerahkan sisa kekuatannya wanita itu mendorong tubuh pria itu dengan kencang hingga tersungkur. 

“Jangan pernah menyentuhku lagi, Abi …!” 

Ya, sosok pria itu adalah ayah dari kedua anaknya. 

“Aku, sangat merindukanmu, Din. Selama ini aku terus mencarimu, biarkan aku menjelaskan kesalah pahaman kita!”  Abi, dengan penuh harap meminta Dinda untuk mendengarkannya. 

“Tidak, perlu … semuanya sudah jelas disaat kau menikahi wanita itu!” jawab Dinda. 

Abi terdiam, pria itu tidak bisa membantah ucapan Dinda. “Din, apakah tidak ada kesempatan lagi untukku?” tanyanya.

“Aku rasa kau sudah tau jawabannya! Ayo, kita pulang!” ajak Dinda dengan mengambil alih Raina dari genggaman Irma.  Satria yang mulai menyadari jika sosok pria yang Dinda benci itu pastilah ayah kandung dari kedua anak kembar Dinda. Satria pun tetap diam dan memperhatikannya. 

“Apakah dia ayah dari anak-anakmu,  apakah dia suamimu?” tanya Abi dengan lantang. 

Dinda dan Satria saling menatap sebelum menjawab pertanyaan Abi. “Ya, dia adalah suami dan ayah dari anak-anakku!” Dengan tegas Dinda menjawab pertanyaan Abi.

Harapan Abi seketika sirna mendengar jawaban Dinda, pria itu pun hanya bisa diam membiarkan Dinda pergi dari hadapannya. 

Di dalam mobil, sopir Abi terus memperhatikan bosnya karena setelah membawa anak kecil itu pada ibunya, wajah Abi terlihat murung dan diam saja. 

“Tuan, apakah anak kecil itu sudah bertemu dengan Ibunya?” tanya sopir berbasa-basi. 

“Iya,” jawab Abi singkat. 

Ketika dia mengalihkan pandangannya keluar jendela, tanpa sengaja kedua netranya Abi bertemu dengan sepasang mata kecil dan indah, anak itu pun tersenyum dan melambaikan tangan kepada Abi. Sontak kedua mata Abi membulat ketika dia baru menyadari jika wajah anak laki-laki itu sangat mirip dengannya. 

“Pak, apakah tadi melihat dengan jelas wajah anak kecil itu? Bukankah dia sangat mirip denganku?” tanya Abi pada Sopirnya. 

Sebelum menjawab pertanyaan Abi, sopir itu terdiam mencoba mengingatnya. “Wah … benar Tuan, pantas saya merasa familiar melihat anak laki-laki tadi, seperti melihat tuan dalam versi anak-anak!” jawabnya dengan antusias. 

“Pak … ikuti mobil hitam yang ada di depan kita, aku harus memastikan sesuatu!” perintahnya pada sang sopir. 

“Baik, Tuan!” jawab sopir itu dan langsung mengikuti mobil yang Abi suruh. 

 Setelah berhasil mengikuti Dinda sampai ke rumah wanita itu. Abi menatap rumah tua dan sangat sederhana. Pria itu menghela napas dalam. 

“Jadi, selama ini kamu tinggal ditempat ini demi menghindariku, Din?” gumamnya. 

Cukup lama Abi, mengawasi rumah tua itu dalam kejauhan. Tiba-tiba kedua anak Dinda keluar dan bermain di halaman rumah. Pandangan Abi tidak lepas melihat kedua anak-anak Dinda, tanpa sadar bibirnya terangkat ketika melihat mereka tersenyum. Ada rasa hangat di dalam hati Abi, pria itu pun merasakan bahagia, rasa gundah yang selama ini dia rasakan kini sirna setelah melihat kedua anak-anak itu. 

“Tuan, setelah saya perhatikan, anak perempuan itu juga sekilas mirip dengan Anda, tapi yang lebih mirip adalah anak laki-lakinya … bagai pinang dibelah dua, wajahnya mirip sekali dengan Anda!” cetus sopir itu pada Abi. 

Abi mengangguk. “Pak, entah kenapa saya merasa yakin, jika anak-anak itu adalah anak kandung saya!” jawab Abi dengan penuh keyakinan. 

“Mungkinkah, Nona Dinda sedang mengandung ketika kalian berpisah?” tanya sopir itu pada Bosnya. 

“Aku harus memastikannya, Pak. Tolong lihat sekitar, aku akan menemui anak-anak itu!” 

Setelah memastikan Dinda tidak ada disamping anak-anaknya. Abi pun langsung keluar dan menghampiri kedua anak  Rayanza dan Raina. 

“Hai … Nak, kita bertemu lagi!” sapa Abi dengan menampilkan senyum hangatnya. 

 

Rayanza menatap Abi. 

“Paman baik, kenapa Paman ada di sini?” tanya Rayanza dan langsung menghampiri Abi. Raina pun ikut mengejar langkah kakaknya dari belakang. 

“Paman sedang ada pekerjaan di daerah sini, apakah ini rumahmu?” tanya Abi pada Rayanza. 

Rayanza mengangguk. “Iya, Paman. Ini rumahku dan ini Adikku!” jawabnya sambil menarik lengan Raina supaya lebih mendekat padanya. 

Abi menilik kedua anak itu secara bergantian. “Apakah kalian kembar?” 

Rayanza dan Raina langsung mengangguk dengan antusias. “Iya, Paman … aku Adiknya, dan Ray, Kakaknya. Kata Ibu, Kakak lebih dulu lahir 10 menit dariku … aku dan Kakak, sudah masuk sekolah karena sudah berumur 3 tahun!” jawab Raina dengan wajah polosnya. Tanpa ditanya lebih dulu dia langsung memberitahu umurnya pada Abi. 

Abi tersenyum mendengar jawaban Raina. Pria itu sangat mengagumi kedua anak kembar Dinda karena mereka sangat pintar. “Kalau paman boleh tahu, laki-laki yang bersama Ibu kalian, apakah dia ayah Kalian berdua?” tanya Abi penasaran. 

Rayanza dan Raina langsung menggeleng. “Dia paman Satria … kata Ibu, ayah kita sedang bekerja di tempat yang sangat jauh!” jawab Rayanza tanpa ada kebohongan sedikitpun. 

Jantung Abi, berdetak sangat cepat mendengar jawaban Rayanza. Pria itu semakin yakin jika anak kembar yang ada di hadapannya itu adalah darah dagingnya. 

“Boleh, Paman menggendong kalian?” 

Kedua anak Dinda pun langsung mengangguk dan mendekat ke arah Abi, Rayanza dan Raina merasa Abi bukan orang jahat, walaupun Dinda sudah mengingatkan untuk tidak percaya kepada orang asing  Rayanza dan Raina tidak mendengarkan peringatan dari Ibu mereka. 

Abi memeluk kedua anak-anak Dinda, rasanya sangat tenang sekaligus lega secara bersamaan.  Abi merasa seperti ada ikatan antara dia dan kedua anak yang dipeluknya itu.  Pria itu mengelus rambut Rayanza dan Raina dengan penuh kasih sayang. 

*** 

“Pak, antar aku ke rumah sakit sekarang juga …!” perintah Abi pada sopirnya pribadinya. 

“Tu-tuan … apakah anda sakit?” Bukannya menjawab sopirnya itu malah balik melontarkan pertanyaan kepada Abi. 

“Aku baik-baik saja, Pak. Aku akan melakukan tes  DNA karena sudah mendapatkan sampel untuk mencocokkannya!” jawab Abi sambil memperlihatkan helaian rambut kedua anak Dinda kepada sopir pribadinya. 

“Tuan … Anda sangat cerdik!” Sopir itu menatap kagum pada Rendra. 

“Pak … kau tahu aku sangat pintar sejak kecil,” jawab Abi. Bahkan Abi tidak bersikap formal karena sopir pribadi Abi sudah bekerja sejak dirinya masih anak-anak. 

Terpopuler

Comments

Agung R

Agung R

untuk apalagi abi dateng menganggu saja

2023-12-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!