Bab 3

Kedua netra Dinda mengerjap, cahaya putih menyilaukan pandangannya. Aroma asing pun menyeruak masuk kedalam indera penciumannya. Dinda akhirnya sepenuhnya terjaga setelah melihat tangan kanannya sudah terpasang jarum infus. 

“Ah … kepalaku,” ringis wanita itu sambil memegang kepalanya. 

“Kak, Dinda sudah sadar, Kakak bisa melihat aku kan?” tanya Irma gurat khawatir begitu jelas tercetak di wajah gadis itu. 

“Irma, kamu kah yang membawaku ke rumah sakit?” tanya Dinda dengan suara yang yang masih terdengar lemah. 

Sontak Irma menganggukan kepala. “Iya, tadi aku panik karena Kak Dinda nggak keluar-keluar  dari toilet, akhirnya security membantu mendobrak pintu, dan ternyata Kakak udah pingsan di dalam toilet, aku panik makanya langsung bawa ke IGD.” Panjang lebar Irma menjelaskannya pada bosnya itu. 

“Terima kasih ya, Irma … maaf udah ngerepotin,” tutur Dinda. 

“Sama-sama, Kak Dinda udah aku anggap seperti Kakak sendiri  jadi aku nggak merasa direpotkan, tunggu sebentar aku panggil Dokter ya Kak.” 

Irma pun langsung memanggil dokter yang yang sedang berjaga di ruang IGD tersebut. 

Setelah memeriksa Dinda, dokter pun langsung memberitahukan tentang kondisinya. 

“Tekanan darah Anda sangat rendah, Anda juga mengalami dehidrasi. Saya sarankan untuk mendapat perawatan selama beberapa hari, sudah berapa lama Anda terlambat datang bulan Nona Dinda?” tanya Dokter sambil menyerahkan satu benda kecil pendeteksi kehamilan. 

Dinda sempat terkejut. Namun, wanita itu langsung bersikap biasa karena dia yakin Irma pasti membawa salah satu alat itu setelah melihatnya pingsan. 

“Sudah dua bulan, Dok,” jawabnya. 

“Baik, setelah ini akan datang Dokter kandungan. Demi memastikan umur janin yang ada di dalam perut anda, kita akan melakukan USG.”

 Dokter pun langsung menjelaskannya kepada Dinda, Irma yang mengetahui jika Dinda dan Abi telah berpisah, wanita itu merasa sedih dan kasihan melihat kondisi Dinda yang lemah tidak berdaya. 

Dinda diam cukup lama, wanita itu seperti sedang memikirkan sesuatu. “Irma … menurutmu melahirkan bayi tanpa suami, apakah aku bisa?” 

Irma diam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Dinda. “Apa Kak Dinda berniat menyembunyikan kehamilan Kakak pada Tuan Abi?” Bukannya menjawab Irma malah melontarkan pertanyaan kembali pada Dinda. 

Dinda pun mengangguk. “Dia tidak perlu tahu tentang anak ini, Abi … pria itu sebentar lagi akan bertunangan dengan wanita pilihan orang tuanya.” Tanpa menyembunyikan apapun Dinda pun langsung memberitahu Irma. 

“Nggak bisa gitu dong Kak, Tuan Abi harus bertanggung jawab, ini kan anak kalian berdua … enak aja dia tunangan sama wanita lain, tapi Kakak sendiri menderita dan hamil anaknya!” Irma tidak terima dengan kenyataan bahwa Abi sudah memiliki wanita lain, walaupun itu dijodohkan. 

“Aku, akan pindah dari kota ini … kamu mau kan meneruskan usaha toko roti?” tanya Dinda. 

“Hah? Kakak mau pindah kemana? Kalo Kakak pindah aku akan ikut kemanapun Kakak pergi, aku nggak mau ditinggal sendirian!” jawab Irma dengan raut yang sedikit merajuk. 

Dinda menghela napas dalam. “Aku akan pindah keluar kota untuk menjauhi nya. Aku ingin hidup tenang bersama anakku tanpa ada bayang-bayang Abi, dalam kehidupan kami!” jawab Dinda.

“Kalau gitu aku ikut Kakak, aku tidak bisa mengurus toko sendirian. Kakak tau disini aku tinggal sebatang kara, jadi kemanapun kak Dinda pergi, aku akan ikut.” Irma pun dengan tegas akan mengikuti kemanapun Dinda pergi. 

“Tapi aku nggak bisa gaji kamu, Irma. Kehidupan di kampung tidak sama dengan di ibu kota, sangat sulit mencari pekerjaan!” Dinda mencoba memberi pengertian pada Irma. 

“Nggak apa-apa Kak, asal ada tempat tinggal, soal uang aku akan mencarinya sendiri,” jawab gadis yang sudah beberapa tahun menjadi karyawannya itu. 

“Baiklah kalau itu maumu, setidaknya saat aku hamil dan melahirkan ada keluarga yang selalu menemani, Irma … maukah kamu jadi adik angkatku?” 

Sontak Irma mengangguk dengan senyum merekah. “Mau Kak, aku seneng banget akhirnya punya keluarga!” jawabnya antusias. 

Beberapa jam berlalu, kini Dinda sedang berada di ruangan Dokter kandungan. Wanita itu sedang menjalani pemeriksaan USG. Dokter yang layar besar yang ada di hadapannya. 

“Wah … selamat nyonya, bayi Anda kembar dan saat ini usia kehamilan Anda sudah 10 minggu!” jelas dokter mengatakannya pada Dinda. 

Jantung Dinda berdetak tidak karuan, wanita itu merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya, rasa senang karena sebentar lagi akan menjadi seorang Ibu dan rasa sedih karena dia harus melalui kehamilannya tanpa seorang suami, perasaannya semakin tidak karuan setelah mendengar dokter mengatakan jika janin yang dikandungnya adalah anak kembar.

“Dok, apakah mereka baik-baik saja didalam sana?” tanya Dinda dengan netra berkaca-kaca. 

Dokter mengangguk. “Mereka tumbuh dengan sehat, lihatlah yang bergerak itu adalah detak jantungnya,” jawab Dokter. 

Irma yang ikut melihat pun terlihat antusias, gadis itu tidak sabar ingin segera bertemu dengan kedua anak kembar Dinda. 

Tiga hari berlalu, Dinda dan Irma pun sudah dalam perjalanan menuju daerah yang hendak mereka tuju. Dinda memutuskan untuk pindah ke Jogja, wanita itu akan pindah ke kampung Neneknya. Dinda akan menempati rumah mendiang Neneknya yang sudah lama dibiarkan kosong setelah Neneknya wafat. 

Setelah melakukan perjalanan 15 jam lamanya, akhirnya Dinda dan Irma pun sampai di rumah tua peninggalan Neneknya Dinda. 

“Kak, ini rumahnya?” tanya Irma penasaran. 

“Iya, semoga kamu betah tinggal di rumah tua ini ya, Ir,” jawab Dinda dengan menampilkan senyum manisnya. 

“Kak, walaupun rumah tua, tapi rumah ini sangat nyaman, aku pasti betah,” jawabnya antusias. 

Rumah Neneknya Dinda terletak di pertengahan kebun, rumah tetangga pun jaraknya tidak terlalu dekat. Perut Dinda pun belum terlihat sehingga para tetangga tidak mengetahui jika wanita itu sedang berbadan tiga.

Satu bulan berlalu, Dinda dan Irma sedang berada di rumah sakit yang terletak di kota Jogja. Wanita itu berniat akan memeriksakan kandungannya. Sedang menunggu namanya gilirannya diperiksa. Dinda melihat berita di salah satu televisi ruang tunggu rumah sakit tersebut secara siarang langsung. 

Dinda pun melihat layar besar itu. Hatinya seperti tertusuk jarum, rasanya sangat sakit melihat tontonan yang dia lihat. Ternyata hari ini Abi sedang melangsungkan pertunangan dengan wanita yang pernah Dinda temui waktu itu. Sangat megah dan mewah, bahkan media sosial pun penuh dengan kabar pertunangan mantan kekasihnya itu. 

“Kak, jangan diliatin terus,” cetus Irma yang menyadari raut wajah Dinda yang terlihat murung. 

“Iya, Ir … keputusan yang benar kita menjauh dari kehidupan mereka, aku baru menyadarinya sekarang, ternyata perbedaan kita bagai bumi dan langit,” jawab Dinda menampilkan senyum palsunya. 

“Dinda Larasati!” panggil perawat. 

Dinda pun langsung bergegas masuk ke dalam ruang pemeriksaan. 

“Permisi, Dok,” sapa Dinda yang melihat Dokter sedang fokus memeriksa data diri pasien. 

“Iya, silahkan duduk, Bu,” jawab Dokter pria itu. 

Setelah mendongakkan kepala pandangan Dinda dan Dokter pun bertemu. 

Kedua mata Dinda membulat dengan sempurna saat menyadari sosok pria yang ada di hadapannya. 

“Dinda …?” panggil Dokter itu yang sama terkejutnya dengan Dinda. 

“Sa-satria ….!” jawabnya dengan suara terbata. 

Terpopuler

Comments

Agung R

Agung R

wah abi tidak mau bertanggung jawab ini,dasar laki laki,btw satria siapa ya ini

2023-12-25

2

Miss Yune

Miss Yune

Semangat Thor... ditunggu kelanjutannya 🥰

2023-12-19

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!