Seravina duduk di kursi rodanya sembari menatap taman yang ada di depannya. Kedua putranya sudah tidur. Namun, entah mengapa dia merasakan perasaan tak nyaman di hatinya. Dia seperti mendapat firasat tak baik. Seravina mengangkat ponselnya dan kembali mencoba menghubungi Yuri, tapi lagi-lagi panggilannya tidak tersambung.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Seravina mencoba menghubungi kontak pengawal ayahnya. Akan tetapi hal serupa terjadi. Nomor mereka tidak ada satu pun yang bisa dihubungi. Dalam keresahan, Seravina sampai tidak menyadari ada seseorang yang mendekat ke arahnya.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Seravina tersentak kaget mendengar suara berat yang khas milik Raven.
"Aku sedang mencari udara segar," ujar Seravina berbohong. Raven mendorong kursi roda Seravina menuju taman melewati jalan setapak.
"Kau memikirkan keluargamu?" tanya Raven to the point. Seravina tersenyum tipis dan mengangguk.
"Ya, aku terus kepikiran dengan keselamatan mereka, Saat ini aku tidak bisa menghubungi mereka sama sekali."
"Mereka baik-baik saja. Orangku sudah mengirim pesan barusan. Tadi memang sempat ada sekelompok orang yang sempat menghadang orangtuamu dan Yuri, tapi temanku berhasil menolong mereka."
Seravina seketika mengangkat wajahnya dan menatap Raven. Ada keraguan di matanya. Hal itu wajar saja, karena semua nomor orang-orang kepercayaan ayahnya tidak ada satu pun yang aktif.
"Percayalah."
Raven berdiri di depan kursi roda Seravina dan kemudian berjongkok di depan wanita itu.
"Percayalah padaku. Semuanya akan baik-baik saja."
"Apakah ada yang terluka?" tanya Seravina. Dia menatap mata Raven dengan tatapan yang sangat dalam. Jelas terlihat ada sorot penuh harapan, tapi Raven tidak ingin membohongi wanita di depannya ini.
"Ayahmu terluka, tapi dokter sudah mengeluarkan peluru yang bersarang di perut dan dadanya. Orang-orangku masih bersiaga di sana. Aku sudah mengirim temanku untuk terus melindungi keluargamu."
Bola mata Seravina seketika bergetar saat mendengar ucapan Raven. Bukan karena kabar mengenai ayahnya, melainkan dia merasa sudah lama sekali dia tidak mendengar kalimat ini.
Dulu ayahnya sempat dijamin oleh ketua Yakuza jika keselamatan mereka akan terjamin selama ayahnya tidak keluar dari kelompok. Akan tetapi, setelah tragedi yang menewaskan kakek dan neneknya, sang ayah memutuskan keluar dari kelompok itu.
"Terima kasih."
"Tidak perlu sungkan. Aku sudah berjanji akan melindungimu dan keluargamu dan aku tidak akan mengingkarinya," ujar Raven sembari mengusap rambut Seravina.
Setelah sesaat mengelilingi taman, Raven mendorong kursi roda Seravina masuk ke rumah.
"Apa aku boleh tahu, kemana kau pergi tadi?" Seravina memecah keheningan dengan pertanyaan spontan. Namun, tak berselang lama, Seravina tiba-tiba menutup mulutnya sendiri.
"Maaf aku tidak berniat mencampuri urusanmu," lanjut wanita itu.
"Tadi temanku memberi kabar jika orang yang menyabotase motormu tiba-tiba mati."
Seravina terkejut mendengar kabar itu. Bagaimana pun juga tim mekanik yang dimiliki oleh perusahaannya adalah tim terbaik. Dia tidak menyangka harus kehilangan satu dari mereka.
"Bagaimana bisa?"
"Seseorang memasang chip peledak di tubuhnya."
Seravina tertegun. Daisuke bertindak sejauh ini. Kenapa pria itu tega mengorbankan nyawa orang yang tidak ada sangkutannya dengan masalah ini?
"Daisuke sudah sangat keterlaluan. Aku tidak bisa diam saja."
"Tenanglah. Aku sudah meminta temanku untuk terus memantau Daisuke ini."
"Kau mengenalnya?"
"Tidak, tapi Leon dan King memberitahuku soal dia."
Seravina hanya mengangguk. Dia sangat bersyukur memiliki anak-anak yang begitu cerdas dan masih memiliki kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan mereka.
"Jangan terlalu banyak pikiran. Istirahatlah yang cukup."
Mereka tiba di kamar Seravina. Seravina dan Raven memandangi kedua putra mereka. Leonard dan King, keduanya tidur saling berpelukan. Pemandangan itu sangat menyesakkan bagi Seravina. Ini kali kedua dia bisa melihat kedua putranya tidur pulas dan hal itu membuat Seravina terharu.
"Terima kasih kau sudah merawat meraka dengan baik," ujar Seravina dengan suara serak dan tercekat di akhir kalimatnya.
"Tidurlah." Raven tidak menjawab ucapan Seravina karena dia pikir Seravina terlalu sering mengucapkan terima kasih kepadanya. Padahal dia melakukan semuanya tulus karena kedua anak ini juga darah dagingnya.
***
Sudah sebulan berlalu, Raven dan Seravina tidak menunjukkan peningkatan hubungan. Raven dan kedua putranya sesekali pulang ke kediaman orangtua Raven karena Christiana ibu Raven, sering sekali menanyakan keberadaan kedua cucunya.
"Hari ini aku akan pulang ke rumah orangtuaku. Mungkin besok baru kembali," Raven dan Seravina sedang duduk menemani kedua putra mereka mengerjakan PR."
"Ayah, bisakah aku tidak ikut? Besok adalah jadwal ibu melakukan chek up luka di perutnya, jika aku ikut denganmu, lalu siapa yang menemani ibu?" King yang sedang mengerjakan tugas tiba-tiba menyela.
"Nenek merindukan kalian, sudah 3 hari kita menginap di sini. Nenek akan bersedih jika tidak bertemu kalian. Ayah akan antar kalian besok kemari sebelum ibu berangkat chek up."
Seravina tiba-tiba berbicara, "King, sayang. Selama ini nenek sudah banyak berkorban merawat kalian, apa kalian ingin menyakiti hati nenek? Ibu bisa berangkat sendiri. Ibu sudah terbiasa."
Mendengar ucapan Seravina, baik King maupun Leonard menatap wanita itu dengan tatapan sendu. Bagaimana tidak? Mereka berpikir, ibunya terbiasa terluka dan berobat sendiri. Betapa kerasnya hidup ibunya.
"Kenapa kalian menangis?" Seravina mendekati kedua putranya dan mengusap pipi mereka satu per satu. Seravina pikir kedua putranya memiliki hati yang lembut.
"Bu, pasti hidupmu benar-benar berat," ujar Leonard dengan suara serak.
"Kalian lihat ibu baik-baik saja kan? Bagi ibu yang terberat adalah hidup berpisah dari kalian."
Raven memandangi interaksi antara Seravina dan kedua putranya. King dan Leonard jarang menunjukkan sisi yang seperti ini, bahkan mungkin hampir tidak pernah selama 9 tahun hidup mereka, tapi di depan Seravina, kedua bocah itu bisa begitu ekspresif menunjukkan sisi lembut mereka.
Seravina akhirnya melepas kepergian Raven dan kedua putranya seusai mereka makan siang. Ada perasaan sakit saat mereka pergi. Seravina tersenyum getir melihat mobil Raven beranjak menjauh dari halaman rumahnya.
Wanita itu menghela napas panjang dan menutup pintu. Saat Seravina berbalik, dia dikejutkan dengan keberadaan Grite neneknya.
"Nenek, kau mengagetkanku."
"Kenapa kau tidak ikut mereka?"
"Aku tidak berani, Nek. Aku terlalu malu untuk bertemu dengan ibu dan ayah Raven. Mereka pasti berpikir jika aku ini ibu yang kejam."
"Jangan terjebak dengan asumsimu sendiri, Harumi. Kau harus berani keluar dari zona nyamanmu. Jika perlu kau cari tahu bagaimana ibu si Raven ini."
"Aku tidak mau berpikiran jauh kesana untuk saat ini, Nek. Biarlah takdir yang menuntunku. Bahkan jika aku tidak berjodoh dengan ayahnya King dan Leonard, aku juga tidak akan keberatan. Dia berhak bertemu dengan sosok wanita yang sempurna."
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑺𝒆𝒓𝒂𝒗𝒊𝒏𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌" 𝒎𝒖 𝒈𝒂𝒌 𝒎𝒂𝒖 𝒊𝒃𝒖 𝒚𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒉
2024-10-02
0
Asih Ningsih
seravina ke2 anakmu itu yg di inginkan dirimu bukan wanita lain.
2024-04-04
1
Truely Jm Manoppo
King dan Leonard 🥰🥰🥰🥰🥰
2024-01-14
0