Hari ini Chaterine mendatangi kediaman Houston. Dia berjalan bak wanita sosialita kelas atas. Chaterine datang atas undangan Christiana ibu Raven.
"Halo, Aunty apa kabar?"
"Aku baik-baik saja, Chaterine. Bagaimana denganmu dan kedua orangtuamu?"
"Kami juga sangat baik. Oh ya, ngomong-ngomong di mana Raven dan anak-anak? Ini weekend kan, apakah mereka memiliki agenda keluar?" tanya Chaterine.
Christiana mengajak Chaterine duduk di ruang tamu. Seorang pelayan datang membawa minuman dingin untuk wanita itu.
"Ti_tidak, eh iya. Mereka menginap di villa keluarga," ucap Christiana sedikit gugup, karena harus berbohong. Dia mengenggam tangan Chaterine dan menepuknya dengan gelisah. Namun, Chaterine tidak menangkap gelagat Christiana yang aneh.
"Wah, senangnya. Apa aku bisa menyusul mereka?" tanya Chaterine penuh harap. Wajahnya terlihat sangat sumringah.
"Maaf, Cat. Leonard dan King sedang kurang bagus suasana hatinya. Aku khawatir nanti jika kau datang ke sana, kau justru akan terluka dengan ucapan salah satu cucuku."
"Oh sayang sekali." Chaterine tidak bisa tidak menampilkan ekspresi kekecewanya Senyum di bibirnya menghilang. Selain tujuannya datang karena undangan, Chaterine sebenarnya ingin dekat dengan Raven dan kedua putranya. Akan tetapi selalu saja ada kendala.
"Bagaimana jika sekarang kamu temani aunty berbelanja?" ujar Christiana mencoba mengalihkan kekecewaan Chaterine.
"Maaf aunty, sepertinya aku tidak bisa. Satu jam lagi aku ada pertemuan dengan teman-teman kuliahku."
"Oh baiklah, maafkan aku karena tidak bisa memberitahumu dimana Raven mengajak anak-anaknya."
"Tidak masalah, Aunty. Masih ada lain waktu."
Chaterine segera pergi dari kediaman Houston setelah berbincang cukup lama dengan ibu Raven. Ravenhart baru saja mendapatkan laporan dari anak buahnya yang berjaga di rumah. Jika Chaterine baru saja datang satu jam yang lalu dan barusan pergi meninggalkan kediamannya.
Hal ini memperkuat keputusan Raven untuk mencari hunian baru. Agar Seravina juga tidak terganggu dengan kedatangan wanita itu nantinya.
"Ayah, kenapa kau melamun?"
"Hah, ayah tidak melamun." Seravina juga sejak tadi memperhatikan Raven. Dia memang sedikit linglung dan melamun, entah apa yang dipikirkan pria itu.
"Jika kau ada pekerjaan pergilah. Aku bisa menjaga diri."
"Tidak. Aku akan tetap di sini."
Seravina tidak lagi membujuk Raven. Dia sudah tahu jika Raven memiliki watak yang keras. Jadi percuma saja membuang energi untuk bicara.
Leonard dan King menggelengkan kepala melihat tingkah kedua orangtuanya yang tidak ada romantis romantisnya sama sekali. Mereka jadi memiliki tugas tambahan untuk mendekatkan mereka berdua.
Di saat suasana di ruang perawatan Seravina terasa hening. Ponsel Seravina bergetar di atas nakas. Leonard buru-buru membantu mengambil ponsel ibunya dan menyerahkannya pada Seravina.
Seravina segera mengangkat panggilan itu. Dia bicara dalam bahasa Jepang dengan sangat fasih.
Raven mengerutkan keningnya mendengar jawaban Seravina. Saat Seravina mengakhiri panggilannya, dia sesaat melirik Raven. Mendadak dia jadi gugup karena Raven selalu menatap dirinya.
"A_ada apa?"
"Kau dilarang pergi kemana-mana. Aku melarangmu, Seravina."
"Siapa yang akan pergi?" tanya Seravina gugup. Apa jangan-jangan Raven bisa berbahasa Jepang?"
"Kau pikir karena aku tinggal di negara ini, aku tidak tahu bahasamu sama sekali? Kau benar-benar meremehkanku," Raven tersenyum smirk melihat Seravina terkejut dengan pernyataannya.
"Apa yang kau rencanakan?"
"Tidak ada. Aku hanya sedang membangun kekuatan untuk melawan musuh-musuh ayahku."
"Ada aku, kau bisa mengandalkanku," kata Raven acuh tak acuh. Leonard yang berdiri di samping ranjang Seravina menghela napas panjang. Sepertinya memang kedua orangtuanya ini ditakdirkan untuk saling berdebat.
"Dad kapan kita bisa keluar dari sini?" tanya King.
"Kita tunggu kabar dari dokter dulu. Proses penyembuhan ibu kalian butuh waktu yang tidak sebentar. Daddy pikir mungkin sebaiknya kau dan Leonard kembali dulu. Nanti biar ayah yang menjaga ibu kalian."
"Tidak. Nanti bagaimana jika ibu pergi lagi? Kami tidak mau," ujar King keras kepala. Leonard setuju dengan ucapan King. Mereka berdua tidak mau mengambil resiko kehilangan lagi.
Raven terdiam. Dia seperti sedang berpikir. Seravina tiba-tiba bersuara. "Aku sudah bilang pada dokter untuk meminta surat pulang. King dan Leonard bisa ikut denganku sementara waktu."
"Lalu aku?" tanya Ravenhart tak tahu malu.
"Ada apa denganmu?"
"Kenapa kau tidak mengajakku sekalian?"
Seravina menghela napas. Namun, belum sempat dia berbicara dokter datang bersama perawat.
"Jadi anda ingin pulang?"
"Ya dokter. Aku sudah baik-baik saja."
"Baiklah jika begitu, tapi anda harus ingat untuk tidak melakukan banyak gerakan atau melakukan pekerjaan berat. Setidaknya sampai anda benar-benar pulih. Mungkin sekitar 1 sampai 2 bulan."
"Baik, Dokter."
Perawat maju untuk melepaskan infus Seravina. Raven sejak tadi hanya diam sembari menatap Seravina. Kapan gadis ini berkonsultasi pada dokter? Dia merasa tidak pernah meninggalkan tempat ini kemarin maupun hari ini. Dia hanya keluar sebentar untuk mengangkat telepon dari Cale dan juga ibunya. Itu pun saat Seravina tidur.
Saat Dokter dan Suster pergi, Seravina menatap Raven. Dia tersenyum miring.
"Ada apa? Apa kau terkejut?"
"Ya. Kapan kau berkonsultasi dengan dokter?"
"Saat kau keluar tadi. Aku sering terluka dan rumah sakit ini sering menjadi rumah sakit tujuanku karena lokasinya dekat dengan hunianku. Jadi aku menanam saham di rumah sakit ini. Beruntung pemilik asli rumah sakit ini dulunya adalah kenalan lama kakekku."
"Oh, pantas saja."
"Memangnya hanya kau yang bisa melakukan sesuatu dengan cepat. Aku juga punya keahlian sendiri," kata Seravina sombong. Raven mengangguk, dia paham wanita ini sedang tidak mau kalah dengannya.
"Kita akan pulang sekarang, Bu?" tanya Leonard. Seravina mengangguk dan mengusap puncak kepala Leonard.
"Ya."
Seravina sudah berganti baju dibantu oleh seorang perawat senior. Meski dia mengatakan tubuhnya sudah cukup membaik, tapi Seravina berjalan sangat lamban karena lukanya masih terasa sakit jika digunakan untuk bergerak.
Raven membantu Seravina berjalan. Awalnya gadis itu menolak. Akan tetapi dia tidak mau membuat kedua putranya menunggu terlalu lama, jadilah sekarang dia berjalan dituntun oleh Raven. King dan Leonard berjalan di depan kedua orangtuanya dengan Wajah yang sangat sumringah.
Mereka sangat bahagia, akhirnya kedua orangtuanya berkumpul lagi. Harapan mereka adalah mereka ingin kedua orangtuanya menikah dan mereka bisa bersama selamanya.
Raven membantu Seravina masuk ke dalam mobil dengan sangat hati-hati. Dia memperlakukan Seravina layaknya boneka porselen yang rapuh. Saat Raven menunduk untuk membantu Seravina memasang sabuk pengaman, Seravina menahan napasnya dengan wajah yang memerah.
Aroma tubuh Raven menggelitik seluruh indra penciumannya. Seravina memalingkan mukanya karena malu.
"Ada apa? Kenapa wajahmu merah?"
"Ti_tidak. Mungkin AC mobilmu mati."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
malu lama lama Bucin❤
2025-02-10
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒍𝒖" 𝒎𝒆𝒐𝒏𝒈 😻😻
2024-10-02
0
Nur Bahagia
mulai seruuu 😁
2024-09-17
0