Devina memiliki postur tubuh yang bagus. Dia begitu gesit saat berlatih dengan Arthur. Meski begitu, Arthur tidak terkalahkan. Dia selalu membuat Devian jatuh terlentang berulang kali.
Devina mengusap keringat di keningnya. "Sekali lagi" Ucap Devina sambil menujukkan jari telunjuk kanannya.
"Gak. Aku capek" Jawab Arthur sambil mendatangi Ruri.
Devina merasa tak adil. Dia menggunakan sihirnya untuk mengikat Arthur. Sihirnya, sama sekali tak mempan. Sihir itu, selalu terserap saat baru akan mendekati Arthur.
"Sudahlah~ Menyerah saja. Aku lebih kuat darimu" Ucap Arthur dengan nada sombongnya sambil menunjukkan seringaian tipisnya.
"Huft! Ya, aku tau itu! Mangkannya, bantu aku agar bisa sedikit membantumu!" Tegas Devina sambil berjalan setengah berlari menuju Arthur.
Arthur melirik Devina perlahan. Bibir Devina terlihat manyun. "Apa kau tak ingin kembali ke Arden?" Arthur tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan dan berhenti disana.
Devina berhenti dan melihat Arthur. "Kenapa? Apa kau merindukan Arden?" Tanya balik Devina.
"Hanya sedikit. Arden pasti banyak berubah sekarang" Ucap Arthur.
"Tidak mungkin. Ini baru tiga tahun. Kalau 10 tahun, baru banyak berubah" Tegas Devina sambil menepuk-nepuk bahu Arthur.
Ruri tiba-tiba muncul di belakang mereka. "Kalian berdua, apa ingin membuatku berdebu sendirian?" Tanya Ruri yang sudah menunggu lama.
Arthur sangat terkejut. Dia langsung melihat ke arah Ruri dan menunjuk Devina. "Dia terus memaksa untuk berlatih guru!" Tegas Arthur.
Devina terkejut karena ucapan Arthur. "Hei! Itu memang benar! Tapi, kau juga tiba-tiba berhenti disini!" Tegas Devina sambil menendang lutut belakang Arthur hingga membuat Arthur jatuh.
"Sudahlah, stok makanan di dapur sudah habis. Kalian belilah stok itu dan jangan menimbulkan perhatian orang lain" Ucap Ruri sambil memberikan lembaran untuk list belanjaan mereka berdua.
"Aku bisa berangkat sendirian" Ucap Devina setelah melihat barang belanjaan itu.
"Gak, aku ikut" Jawab Arthur sambil mengikuti Devina dari belakang.
Arthur sangat tidak mempercayai Devina saat membiarkan dia belanja sendirian.
Ruri melihat kedua punggung muridnya itu yang berjalan bersamaan dan sesekali Arthur menjahili Devina dengan melepas gulungan rambutnya. Devina membalas Arthur dengan menarik bandana di keningnya.
"Hubungan mereka berdua lebih baik dari mereka yang baru datang disini. Meski terkadang mereka tiba-tiba bertengkar, menjadi diam satu sama lain, dan menjadi canggung. Mereka pasti akan kembali menjadi seperti ini"
"Hal itu, tidak tertulis di alur yang sebenarnya. Aku menjadi khawatir, karena tiga tahun ini damai sekali. Biasanya, akan terjadi sesuatu yang besar. Haruskah aku mempersiapkan diri?" Batin Ruri sambil kembali masuk ke dalam rumahnya.
...----------------●●●----------------...
Ambareesh menyusuri berbagai wilayah hingga dirinya terlibat ke dalam perang antara Negri Dawn dan Negri Fall yang terus bertarung.
Dia kembali ke Arden setelah kematian Bianca pasca melahirkan. Ambareesh menjadi orang tua tunggal dari Putranya yang kini baru mengijak 1 tahun.
Putra Ambareesh dan Bianca memiliki warna rambut yang putih dengan mata biru yang terkadang berubah menjadi kuning keemasan mengikuti darah Bianca.
Louis adalah nama putra Ambareesh dengan Bianca. Dia tumbuh tanpa seorang ibu, meski begitu Ela selalu menjaganya seperti adiknya sendiri.
Ela kini berusia 19 tahun. Dia tumbuh menjadi seorang gadis yang lembut dan percaya diri. "Louis... ayo bilang aaaa" Dia menyuapi anak Ambareesh.
Anak Ambareesh begitu dekat dengan Ela dan dia selalu lengket kepada Ela.
Tsuha bukanlah dirinya yang dahulu. "Ela, sudah waktunya kau istirahat" Tsuha memiliki wajah yang lebih menawan dari pada sebelumnya. Dia mengangkat Louis untuk menidurkannya.
"Tidak apa kak. Kakak cepatlah pulang. Kak Ambareesh tak lama kali pasti kembali" Ucap Ela sambil menyuapi Louis yang mulai mengantuk.
Tinggi Tsuha yang terus bertambah, membuat Ela cukup kesulitan saat menguapi Louis. Tsuha memiliki tinggi mencapai 193 dalam waktu tiga tahun dengan tinggi sebelumnya 173 saat usianya baru mengijak 18 tahun.
Ela hanya memiliki tinggi 164.
"Ya, aku akan segera pulang. Sebenarnya, aku kemari untuk berpamitan kepada Kak Ambareesh" Ucap Tsuha sambil mengusap makanan Louis yang celemotan di pipi cubbynya.
Louis meraup bibir Tsuha dengan tangan kanannya yang memegang mainan.
"Pamit kemana?"
"Aku akan ke Negri Gry karena mendapatkan misi dari Akaiakuma untuk menyusuri orang-orang Arden yang mati terbunuh saat menjalankan tugas disana" Tsuha masih menjalin hubungan dengan Archie.
Saat ini, Tsuha adalah orang dalam dari golongan Archie untuk mengurus urusan luar Arden.
"Bagaimana dengan Kak Dean? Apa dia sudah tau dengan hal ini?" Tanya Ela sambil meletakkan piring makanan Louis setelah melihat bayi itu tertidur.
"Aku tidak mengatakan kepada Titisan yang lainnya. Tolong rahasiakan ini" Pinta Tsuha sambil menepuk bahu Louis perlahan.
Ela menata tempat tidur Louis yang berantakan.
Ambareesh datang tak lama setelah Tsuha meletakkan Louis di tempat tidurnya. Kening Ambareesh selalu saja berkerut melihat Tsuha.
"Apa yang kau lakukan disini?" Ambareesh memiliki tinggi yang hampir sama dengan Tsuha. Dia hanya lebih pendek 4 cm dari Tsuha.
"Kak, aku mau pergi ke Gry. Aku meminta izin padamu" Ucap Tsuha kepada Ambareesh.
"Cih! Aku tidak peduli denganmu. Menyingkirlah!" Ambareesh mengetahui apabila sosok Tsuha sudah mati terlebih dahulu. Di hadapannya ini, adalah sosok lain dari Tsuha.
Tsuha berdiri disana dan tersenyum kepada Ela. "Aku akan mencari Pangeran Aosora juga disana. Aku akan mengabarimu saat menemukan dia" Ucap Tsuha sekali lagi kepada Ambareesh.
"Aku tidak butuh bantuanmu. Cepat keluar dari rumahku!" Ambareesh sungguh membenci sosok penipu itu yang berani menggunakan tubuh Tsuha.
Tak ada yang mempercayai berita dari Ambareesh termasuk Daeva sekalipun. Itulah yang membuat Ambareesh semakin membenci Tsuha dan para Titisan.
Ambareesh mendatangi Putra kecilnya. Dia melihat ke arah Ela. "Jangan biarkan dia mengendong anakku lagi" Ambareesh menyelimuti Louis karena dia merasakan sisa mana dari Tsuha di sekitar pakaian putranya.
...----------------●●●----------------...
"Disini tertulis 1 kg" Arthur menunjuk lembar kertas yang diberikan oleh Ruri.
"11 g Arthur. Lihatlah ini coretan" Jelas Devina sambil mendekatkan tulisan Ruri itu ke arah wajah Arthur.
Arthur melihat tulisan itu kembali. "Hei, sekarang mana ada orang yang beli garam 0,001 kg?" Balas tanya Arthur.
"Lalu, dibuat apa garam 1 kg?!" Balas tanya Devina sekali lagi.
"Ya. Barang kali mau di buat stok. Sekarang garem aja yang bungkus kecil 200 g. Masa iya, kita cuma beli 11 g?" Jelas Arthur.
"Hah! Terserah sudah. 1 kilo bu!" Tegas Devina sambil mengeser Arthur agar minggir.
Penjual itu terkekeh melihat perdebatan dua orang itu. "Sudah-sudah. Nanti kalau salah bisa dikembaliin" Ucap pedagang garam itu.
"Noh dengerin!" Tegas Devina kepada Arthur.
"Iyeh! Awas aja ya kalo aku yang bener" Ancam Arthur.
"Iya!" Tegas Devina.
"Bersiin rumah plus masak seminggu full" Lanjut Arthur.
Devina langsung diam sejenak.
"Enggak!" Tegasnya.
"He... Ayo bilang iya!" Ucap Arthur sambil menutup wajah Devina dengan scarf yang Arthur bawa.
Devina menarik scarf itu dari wajahnya. "Ngak. Ngapain sih! Maksa amat!" Ucap Devina sambil mengigit scarf Arthur.
Arthur mendekatkan wajahnya ke arah wajah Devina. "Halah,...Kau takut kan???" Wajah Arthur sungguh dekat dengan wajah Devina. Dia menunjukkan seringaiannya.
"Ughh...." Mata Devina bergetar karena jarak wajah Arthur yang begitu dekat dengannya. Devina binggung dan salah tingkah. Dia mendorong wajah Arthur dan langsung berlari secepat kilat meninggalkan Arthur dengan pedagang garam itu.
"Ini anak muda. Jangan di ganggu gitu adeknya. Kasihan" Ucap pedagang itu kepada Arthur.
Arthur menerima garam itu "Dia bukan adikku" Ucap Arthur sambil memberikan uang kepada pedagang itu.
Pedagang itu terkejut. "Bukan adeknya? Lalu, kenapa dia sangat jahil seperti itu?" Batin pedagang garam itu sambil memberikan kembalian kepada Arthur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments