Selesai sholat berjamaah, Brian mengutarakan jika mereka tidak perlu buru-buru untuk melakukan Sunatullah. Selain karena Alina yang baru saja terserang flu, lebih baik mereka menikmati masa pacaran halal mereka. Biarkanlah hal tersebut akan mengalir seiring berjalannya waktu.
Alina menganggukkan kepalanya, ia juga mengutarakan jika Brian menginginkannya kapan pun ia akan siap. Selama dalam kondisi halal untuk melakukannya, Alina akan memenuhinya. Karena hal tersebut merupakan kewajiban seorang istri dan ladang pahalanya baginya, maka neraka baginya jika menolak.
Brian tersenyum. Meskipun ia masih perlu banyak belajar, ia berharap dapat menjadi imam yang baik untuk Alina, istrinya. Ia akan mulai mengenal istrinya dari sekarang. Ia pun mengutarakan jika dirinya menginginkan nama panggilan lain.
Alina diam sejenak memikirkan panggilan apa yang akan ia gunakan untuk memanggil laki-laki yang kini berstatus suaminya.
"Mas Brian?" tanya Alina ragu.
"Kurang mesra." jawab Brian dengan mengedipkan matanya.
"Sayang?" Jantung Brian seketika berpacu mendengar panggilan yang diberikan Alina dengan suara lembutnya yang terkesan manja.
"Baiklah, kamu panggil mesranya saat kita hanya berdua." Brian merasa tidak rela jika suara manja sang istri di dengar orang lain.
Alina tersipu mendengar penuturan Brian. Brian pun meminta izin untuk membuka mukena Alina.
Ia ingin melihat istrinya tanpa hijab, yang ditanggapi Alina dengan anggukan.
Perlahan Brian membuka mukena Alina. Memperlihatkan rambut hitam kelam bergelombang sepinggang. Wajah Alina yang terekspose sempurna membuat Brian menahan nafasnya.
"MasyaAllah.." Ucap Brian sembari menyematkan anak rambut Alina ke belakang telinga.
Keduanya kini terpaku sama lain sampai beberapa detik.
Dengan menggenggam kedua tangan Alina, Brian mulai bertanya apa yang membuat Alina setuju untuk menikah dengannya. Ia penasaran, apakah Alina juga merasakan apa yang ia rasakan. Dan apakah Alina juga melakukan sholat istikharah seperti dirinya.
Benar, Alina mengutarakan jika dirinya telah melakukan sholat istikharah. Tetapi Alina tidak mengatakan jika tujuan sholat istikharahnya adalah untuk meminta petunjuk agar Alina dapat melepaskan perasaannya kepada Brian. Alina hanya mengatakan, setelah ia melakukan sholat istikharah tersebut hatinya merasa jika Brian adalah jodoh yang Allah siapkan untuknya. Alina mengungkapkan rasa nyaman dan sayang yang ia miliki setelah mengenal Brian.
Brian segera menarik Alina ke dalam pelukannya, ternyata perasaannya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan. Ia merasa bersyukur, Allah mengabulkan doanya untuk berjodoh dengan Alina. Brian kemudian melepaskan pelukannya, ia mulai menangkupkan tangannya di kedua pipi Alina. Keduanya saling memandang dan bermonolog di hati masing-masing.
“Ya Allah, seperti inikah rasanya bersentuhan dengan orang yang kita cintai? Indahnya pacaran
setelah menikah, karena sentuhan kami engkau halalkan.”
Brian menyatukan keningnya dengan Alina, jantung keduanya kini berpacu bahkan hembusan nafas keduanya saling bersahutan. Brian mengungkapkan kata cinta kepada Alina, membuat keduanya semakin meresapi kedekatan mereka.
Perlahan Brian mendekatkan bibirnya dan menyelipkan tangannya di belakang kepala Alina. Dengan berbekal naluri, Alina mengalungkan tangannya di leher Brian dan memejamkan matanya. Gerakan yang Alina lakukan membuat Brian semakin mendekatkan bibir mereka. Kini bibir mereka telah Bersatu.
Mereka yang sama-sama baru pertama kali merasakan sensasi berciuman, membuat keduanya hanyut menikmati sensasi tersebut. Brian seperti merasakan candu pada bibir istrinya, sedangkan Alina sedang mengukir ingatan sensai halal yang diberikan oleh suaminya.
Kenikmatan yang mereka rasakan harus berakhir, karena Brian melepaskan bibirnya saat merasakan nafasnya sudah memburu. Ia pun membawa Alina naik ke atas tempat tidur dan memeluknya dari belakang. Mengajaknya untuk beristirahat. Ia ingin menikmatinya nanti disaat yang tepat, Ia juga tidak ingin melakukan hubungan suami istri disaat Alina belum sembuh total dari flu yang diderita. Ia juga ingat kata-kata Bagas yang mengatakan jika istrinya memiliki alergi dingin.
Alina tidak merasa kecewa dengan Brian yang menyudahi nikmat yang mereka ciptakan. Ia justru bersyukur suaminya begitu memuliakannya. Alina memejamkan matanya yang memang sudah mengantuk. Brian memberikan kecupan di puncak kepala istrinya sebelum ikut memejamkan matanya. Pengantin baru tersebut menjemput mimpi indah yang menanti mereka berdua.
Alina terbangun pukul 04.00, dengan perlahan ia melepaskan pelukan Brian untuk ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Sudah siap dengan mukenanya, barulah ia membangunkan Brian untuk sholat subuh berjamaah.
Brian yang membuka matanya melihat sang istri telah mengenakan mukena, segera menuju kamar mandi. Ia keluar kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Alina menyerahkan pakaian untuk Brian dengan tersipu.
“Sayang, kamu harus mulai terbiasa dengan pemandangan ini.” Goda Brian sambil memakai pakaiannya.
Mereka melaksanakan sholat berjamaah dengan khusyuk. Saat Alina izin ingin membantu Ibu Azizah di dapur, Brian menyempatkan mencium bibir istrinya dan berdalih jika itu adalah ciuman selamat pagi. Mereka pun berjalan bergandengan menuju halaman tengah.
Di gazebo sudah ada Ayah Ahmad dan Papa Rajasa yang sedang menikmati kopi. Sedangkan Bagas sedang serius memainkan ponselnya. Brian bergabung Bersama mereka, sedangkan Alina menuju dapur untuk membuatkan Brian kopi.
Ketiganya kini asyik membahas perkembangan politik yang sedang terjadi, kecuali Bagas yang tidak tertarik dengan obrolan tersebut. Isu pemilihan umum kepala negara yang sudah di gembar-gemborkan, tak lama lagi akan menjadi perbincangan panas di kancah politik dan masyarakat. Mereka sampai melupakan, jika Regis belum bergabung dengan mereka.
Sampai Alina mengantarkan kopi Brian dan menanyakan mengapa Regis tidak ikut berkumpul. Brian mengatakan kepada Alina untuk tidak perlu mengkhawatirkan Regis, karena asistennya tersebut akan bergabung jika sarapan sudah siap.
Benar saja, ketika Ibu Azizah mengatakan jika sarapan sudah siap Regis keluar dari kamarnya dengan menenteng tas ransel. Tas tersebut berisi beberapa dokumen dan laptop serta pakaian gantinya. Seluruh keluarga pun mulai sarapan paginya tepat pukul 06.30.
Setelah sarapan, Mama Humaira dan Papa Rajasa berpamitan untuk kembali ke kota bersama Regis. Mereka meminta Brian untuk menikmati waktunya di desa, ada Regis yang akan menggantikannya sementara. Dan jika ada berkas yang perlu approvalnya, Regis bisa mengirimkannya lewat email. Brian menganggukkan kepalanya, ia juga berpikir ingin menginap beberapa malam disini untuk lebih mengenal keluarga istrinya.
Sepeninggalnya rombongan Mama Humaira, Ayah Ahmad beserta istri dan anak laki-lakinya pergi ke sawah meninggalkan Alina dan Brian di rumah. Brian sedang duduk di teras menikmati kopi dan laptop dihadapannya, sedangkan Alina sedang berkutat di dapur membuat camilan.
Pukul 07.00 pembantu datang dan menyapa Brian. Pembantu di kediaman Ayah Ahmad bertugas membersihkan rumah dan mencuci serta menyetrika pakaian, sedangkan kegiatan memasak tetap akan dilakukan oleh Ibu Azizah atau Alina. Sehingga pembantu akan datang pukul 07.00 dan pulang pukul 17.00.
Alina menyusul Brian ke teras dengan membawa muffin di piring. Brian merasa kenal dengan muffin tersebut, kemudian bertanya apakah muffin tersebut muffin yang sama saat ia pertama kali berkunjung ke butik Alina. Alina menganggukkan kepalanya, ia tidak menyangka jika suaminya masih mengingat muffin hari itu.
"Jadi kamu membuatnya sendiri Al?" tanya Brian yang sudah mulai memakan muffin hangat yang disuguhkan Alina.
Alina mengiyakan dan menjelaskan jika ia akan membuat kue di waktu luangnya. Melihat Brian dengan laptopnya, Alina bertanya apakah Brian sibuk. Tetapi Brian mengatakan jika ia tidak sibuk, ia hanya melihat email masuk di laptopnya. Kemudian Alina mengutarakan niatnya mengajak Brian untuk ke sawah menyusul kedua orang tuanya.
Brian mengiyakannya dan segera menuju kamar untuk menyimpan laptopnya. Alina memberikan topi untuk Brian kenakan sebelum menuju sawah. Alina menyarankan untuk menggunakan motor tetapi Brian menolak. Ia ingin berjalan menuju sawah sambil menikmati suasana desa tempat tinggal Alina.
Mereka pun mulai berjalan menuju sawah, Alina tersenyum melihat penampilan suaminya saat ini yang mengenakan celana panjang, kaos oblong, topi dan bersandal jepit. Sungguh pemandangan yang baru pertama kali Alina lihat. Tidak ada yang tahu jika Brian adalah seorang CEO perusahaan dengan penampilannya saat ini, apalagi sedang berjalan menuju sawah.
Brian yang sadar dengan senyuman Alina di sebelahnya pun penasaran, apa yang membuat istrinya tersenyum. Brian bertanya dengan berbisik untuk menggoda istrinya tersebut, tetapi justru membuat Alina terkejut dan melajukan langkahnya. Brian mengejar istrinya dan menahan tangan Alina membuatnya berhenti.
"Mengapa aku di tinggal?" tanya Brian.
"Mas mengejutkanku, maaf itu tadi reflek." sesal Alina.
"Tak apa, tapi apa jawaban dari pertanyaan ku tadi?" Tanya Brian yang kini menggenggam tangan istrinya.
Alina menjawab jujur apa yang ia pikirkan tadi, membuat Brian tertawa. Ia juga merasa penampilan seperti ini baru pertama kali baginya, apalagi mengenakan sandal jepit seperti sekarang. Ia lebih sering menggunakan sepatu formal dan sepatu olahraga. Dirumah ia memang menggunakan sandal rumah, tetapi sandal model selop. Keduanya pun tertawa bersama, hingga mereka sampai di sawah.
Alina mengajak Brian duduk di pondok, kemudian memberikan air untuk Brian. Alina mulai menunjukkan tata letak sawah milik Ayah Ahmad. Mulai dari sawah yang ditanami padi dan palawija, kebun buah dan kebun sayur. Brian memuji mertuanya yang dapat memanfaatkan lahannya dengan baik.
Dengan sistem penanaman seperti ini, petani tetap dapat bercocok tanam di semua musim. Apalagi letak lahan yang berada di dataran tinggi, dapat terhindar dari banjir. Akhirnya Brian memutuskan untuk terjun bersama keluarga mertuanya yang sedang mencabuti gulma di lahan yang ditanami jagung dan kacang tanah.
Alina sempat terkejut dengan keinginan suaminya, tetapi kemudian mengikuti suaminya yang sudah melepaskan sandal jepitnya di pondok dan melipat celana panjangnya. Bukan hanya Alina, Ayah Ahmad dan Ibu Azizah saling berpandangan melihat menantu mereka mendekat dan mulai mencabuti gulma seperti mereka. Hanya Bagas yang menertawakan kelakuan kakak iparnya tersebut dan langsung mengambil gambar sebagai kenang-kenangan.
Brian tidak merasa malu, meskipun ia seorang pengusaha ia bisa menempatkan dirinya sebagai menantu petani dengan terjun ke sawah bersama mereka.
Mereka tidak tahu jika ada satu pasang mata yang memperhatikan kebersamaan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Siapa tuhh yang kepo?
2024-07-04
1
Bilqies
wah ternyata ada penguntit ya Thor yang diam diam memperhatikan kebersamaan mereka.....
hmmmmbt
2024-05-10
1