"Lin, hari sabtu besok kamu ada acara tidak?" tanya Ibu Azizah yang saat ini sedang memasak. Ayah Ahmad dan Ibu Azizah sedang berkunjung ke apartemen Alina, sekalian mereka menghadiri seminar pertanian yang diadakan oleh pemerintah di pusat kota.
"Tidak ada bu, ibu mau jalan-jalan?"
"Berarti besok kamu bisa bertemu sama anak teman ibu ya Lin." Alina terkejut mendengar perkataan Ibu Azizah. Ternyata sudah satu bulan berlalu sejak sang ibu mengatakan ingin mengenalkannya kepada anak temannya.
"Iya bu." jawan Alina singkat.
"Nanti ibu sampaikan ke Mbak Maira kalau kamu bisa ya, soalnya Mbak Maira yang menentukan tempat bertemunya." Alina hanya menanggapinya dengan anggukan.
Siang itu, Alina dan kedua orang tuanya makan siang bersama. Berhubung orang tua Alina akan menginap, ia ingin memesan tempat tidur untuk mereka dan berencana meletakkannya di pojok ruang tamu. Tetapi Ayah Ahmad menolak ide Alina tersebut dan menyarankan Alina untuk membeli sofa bed sebagai gantinya. Menurut Ayah Ahmad, tempat tidur akan merusak pemandangan ruang tamu apartemen, Sedangkan sofa bed tidak, karena bisa 2 fungsi, sebagai sofa maupun tempat tidur.
Alina menyetujui saran Ayah Ahmad dan segera memesan sofa bed di aplikasi retail pesan antar, sekaligus memesan bantal dan guling, tidak lupa cover sofa bed. Ayah Ahmad dan Ibu Azizah hanya menggelengkan kepala mereka melihat anak perempuan mereka yang bergantung kepada aplikasi pesan antar untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka merasa bahwa keputusan mereka menerima tawaran teman Ibu Azizah adalah benar. Mereka berharap bahwa keduanya dapat berjodoh, sehingga Alina dapat segera berbaur dengan kehidupan rumah tangga dan mertua, tidak tertutup seperti sekarang.
Teman Ibu Azizah mengabari jika anak mereka akan bertemu di Restoran Apung pada jam makan siang. Segera Ibu Azizah menyampaikan hal tersebut kepada Alina, tidak lupa memberitahukan jika anak temannya tersebut akan mengenakan setelan jas berwarna navy. Saat Alina ditanya akan mengenakan pakaian warna apa, Alina menjawab akan mengenakan gamis warna krem. Perbincangan mereka pun mengalir seputar topik pertemuan Alina.
Orang tua Alina sengaja tidak memperlihatkan wajah laki-laki yang ditemuinya, begitu juga dari pihak teman Ibu Azizah. Mereka sepakat untuk membuat pertemuan ini sebagai kejutan, membiarkan anak-anak mereka menilai sendiri. Karena dari awal mereka hanya berharap untuk memberikan anak-anak mereka calon pendamping jika berjodoh, jika tidak maka tergantung pada takdir Allah.
Tiba pada hari yang di sepakati, Alina melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 11.00. Alina meinta Lili melanjutkan membuat sampel dan ia mengatakan jika ada janji. Lili yang masih fokus dengan pemilihan material sampel hanya mengiyakan saja.
Alina masuk ke dalam ruangannya dan mulai membersihkan diri. Ia harus mengenakan gamis warna krem sesuai janjinya kemarin. Sayangnya, stock pakaiannya yang ada di butik tidak ada yang berwarna krem. Jika ia pulang terlebih dahulu akan memakan waktu 2 jam untuk sampai ke restoran. Ia pun keluar untuk mengambil baju yang ada di butik.
Setelah memutari beberapa rak display, Alina hanya menemukan gamis pesta berwarna krem. Tidak akan cocok jika ia kenakan untuk pertemuan hari ini. Ia pun membawa gamis tersebut ke meja studio untuk merubah gamis tersebut. Alina mulai melepaskan obi dan tile cape di bagian dada, dan hiasan di bagian tangan, menyisakan gamis terusan dengan brukat di bagian dada.
Lili yang baru saja mendongak melihat apa yang dikerjakan Alina segera berteriak melihat Alina merubah designnya. Alina tersenyum, ia pun menjelaskan jika ia memerlukan gamis berwarna krem untuk janji temu hari ini. Ia juga meminta maaf telah merubah design Lili. Mendengar penjelasan Alina, hanya membuat Lili tenang tetapi tidak untuk permintaan maaf. Sebagai permintaan maaf, Lili meminta Alina untuk menceritakan janji temunya hari ini secara detail. Alina pasrah dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Pukul 12.25, Alina sampai di Restoran Apung. Alina bertanya kepada waitress meja atas nama Ibu Humaira, waitress tersebut segera mengantarkan Alina ke tempat yang dimaksud. Waitress tersebut membawa Alina berjalan melewati beberapa saung yang terapung di atas kolam, sampai akhirnya berhenti di sebuah saung yang terletak di ujung deretan. Alina mengucapkan terimakasih dan berjalan memasuki saung, dimana ada seseorang dengan setelan jas berwarna navy disana.
"Permisi, maaf saya terlambat." Laki-laki tersebut berdiri menghadap Alina yang menunduk.
"Alina?" tanya laki-laki tersebut. Dalam hati Alina "Mengapa ia seperti mengenal suara laki-laki ini?"
"Iya, saya Alina anak dari Ibu Azizah." jawab Alina dengan masih menunduk.
"Saya tidak ada di bawah Al." sindir laki-laki tersebut. Alina semakin merasa kenal dengan nada suara tersebut. Ia pun memutuskan untuk melihat lawan bicaranya.
Alina terkejut dengan sosok laki-laki yang ada di hadapannya, ternyata laki-laki yang akan dikenalnya adalah Brian. Pantas saja ia merasa mengenal suara laki-laki tersebut.
"Kak Brian?" Brian yang melihat Alina terkejut pun tersenyum. Mereka sama-sama terkejut dengan pertemuan yang kebetulan direncanakan oleh kedua orang tua mereka.
"Duduk dulu, kita bisa berbincang setelah makan siang." kata Brian yang menarik kursi untuk Alina, dan memanggil waitress.
Alina masih tidak percaya, laki-laki yang ibunya kenalkan ternyata adalah laki-laki yang sama dengan laki-laki yang membantunya dan membekas di ingatannya. Alina mencoba mengatasi kegugupannya, entah mengapa setelah mengetahui laki-laki tersebut adalah Brian, ia menjadi gugup.
Pesanan mereka datang, baik Brian maupun Alina makan dengan tenang tanpa sepatah kata. Menu yang di pesan Brian merupakan makanan kesukaan Alina, yaitu udang tanpa kulit dengan bumbu saus padang. Setelah selesai makan, barulah Brian membuka suara.
"Ibu yang merekomendasikan menu ini. Katanya ini adalah makanan kesukaanmu."
"Ya, saya suka." jawan Alina singkat.
"Bagaimana perasaan kamu sekarang?"
"Maksud kakak perasaan yang bagaimana?" tanya Alina yang tidak mengerti maksud Brian.
"Orang kamu temui adalah aku, bagaimana perasaan kamu?" Brian ingin memastikan tanggapan Alina.
"Jujur, saya lega karena ternyata saya mengenal kakak."
"Jika kamu tidak mengenal orang yang kamu temui, bagaimana?"
"Saya tidak bisa membayangkannya kak." jawab Alina menunduk. Melihat Alina menundukkan kepala, Brian menebak jika Alina sedang malu. Ia pun tidak menanyakan lebih lanjut.
Akhirnya Brian mengganti topik pembicaraan mereka menjadi seputar kedua orang tua mereka. Dari situlah Alina mengetahui jika orang tua mereka baru saja saling kenal satu sama lain di pengajian akbar yang di gelar tak jauh dari desa mereka. Dan alasan mereka setuju untuk memperkenalkan Alina dan Brian adalah kesamaan mereka berdua yang tidak pernah tertarik dengan lawan jenis selama umur mereka. Brian mengungkapkan jika awalnya ia enggan untuk menyetujui permintaan orang tuanya, tetapi berubah pikiran ketika tahu alasan mereka dan mereka mengatakan tidak akan memaksanya.
Alina mendengarkan Brian dengan seksama, ternyata bukan hanya dirinya yang enggan. Secara tidak sadar, Alina tersenyum mengingat perang batinnya antara berbakti kepada orang tua atau bertemu jodoh sebelum pertemuan hari ini.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, sudah 1 jam lamanya mereka berbincang. Mereka pun memutuskan untuk mengakhiri pertemuan hari ini, karena Brian harus segera menghadiri rapat. Sebelum berpisah, Brian meminta agar mereka bertukar kontak dan mereka juga sepakat untuk mengatakan kepada orang tua masing-masing jika mereka akan mencoba mengenal satu sama lain terlebih dahulu. Selain untuk menghindari hal seperti ini terjadi lagi, mereka sama-sama ingin menenangkan hati orang tuanya.
Alina telah sampai di butik, hal tersebut disambut dengan antusias tinggi Lili. Lili segera menggandeng Alina dan membawanya ke dalam ruangan Alina. Selanjutnya Lili meminta penjelasan dari sahabatnya tersebut, mengapa tiba-tiba kencan buta. Kata kencan buta terlalu vulgar bagi Alina, ia pun mengoreksi jika pertemuan hari ini hanya perkenalan biasa. Ia pun menjelaskan keseluruhan cerita kepada Lili, termasuk pertemuan pertamanya dengan Brian dan bantuan Brian selama di rumah sakit.
Lili merasa dikhianati, pasalnya Alina baru menceritakannya sekarang. Jika tidak ada drama merombak pakaian, mungkin Alina akan tetap bungkam tentang masalah ini. Tetapi segera kekecewaannya berubah dengan kehebohan.
Alina hanya pasrah dengan kehebohan Lili ynag ternyata mengetahui jika Brian adalah kakak tingkat mereka di universitas. Menurut Lili, Brian merupakan pasangan yang cocok dengan Alina karena mereka berdua sama-sama anti dengan lawan jenis. Lili pun menceritakan jika ia pernah mendengar gosip kala itu yang mengatakan jika Brian telah membuat hampir seluruh perempuan di fakultasnya sakit hati karena sikap acuh tak acuhnya. Alina merasa tidak percaya, karena Brian begitu perhatian dan sopan kepadanya.
Lili mulai memainkan ponselnya, ia mencari tahu profil perusahaan Brian yang pernah ia dengar dari suaminya. Brian merupakan salah satu usahawan muda yang sukses di industri Consumer Retail dan Property & Hospitality. Bahkan perusahaan Brian pernah mendapatkan penghargaan HR Digitalization and People Analytic. Alina senantiasa mendengarkan penjelasan Lili, sampai tiba-tiba ponselnya berdering yang mana sudah bisa di tebak siapa yang menghubunginya.
Ibu Azizah menanyakan bagaimana pertemuannya berlangsung dan apa tanggapan Alina tentang anak laki-laki temannya. Alina hanya menjawab pertemuan mereka berjalan lancar dan Alina juga mengatakan jika mereka sepakat untuk mencoba mengenal satu sama lain. Ibu Azizah merasa gembira mendengar anak perempuannya mau mengenal laki-laki, apalagi laki-laki tersebut adalah laki-laki yang ia siapkan. Meskipun Ibu Azizah juga belum mengenal Brian, ia yakin bahwa pilihannya tidak salah. Hal ini semakin membuat Ibu Azizah dan Ayah Ahmad merasa keputusan mereka sudah tepat. Sebelum mengakhiri teleponnya, Ibu Azizah berpesan agar Alina pulang cepat, karena Bagas ingin mengajak mereka makan di luar. Alina mengiyakan sang ibu yang kemudian mengakhiri teleponnya.
Lili yang sedari tadi mendengarkan, mengacungkan jempolnya tanda mendukung Alina dengan Brian. Alina tidak ingin Lili membahas lebih lanjut, ia pun meminta Lili untuk kembali bekerja. Lili memahami sifat Alina, ia pun tidak membahas lebih lanjut dan segera meninggalkan ruangan Alina dengan langkah gontai yang dibuat-buat.
Setelah kepergian Lili, Alina menyibukkan diri dengan laptopnya. Besok adalah hari penggajian karyawan, sebelum berangkat ke butik ia perlu singgah ke bank untuk menarik uang tunai. Setelah melihat perkembangan penjualan
butik, Alina bersyukur atas berkah yang Allah berikan. Usaha memang tidak mengkhianati hasil, tentunya diiringi dengan doa. Karena manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, seperti apapun hasilnya semua bergantung pada kehendak-Nya.
Seperti pesan Ibu Azizah, Alina pulang cepat dan menitipkan butik kepada Lili. Jam kerja butik maupun pabrik Alina sebenarnya mulai dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00. Tetapi karena ada pesanan e-commerce, karyawan butik dan bagian gudang akan pulang pukul 20.00 setelah menyelesaikan pesanan hari itu untuk diserahkan ke kurir. Bahkan karyawannya pernah tidur di gudang karena pesanan yang membludak. Sehingga Alina menyediakan kamar untuk istirahat di gudang untuk karyawan yang ingin bermalam.
Di rumah, Alina disambut ibu Azizah dengan wajah berseri, Alina ikut senang melihatnya. Bagas yang sudah tidak sabar, menyuruh kakaknya untuk segera bersiap. Alina hanya tersenyum, dan berjalan ke kamar.
Alina mengenakan atasan tunik dipadukan bawahan celana kulot model payung dan tetap dengan hijab menutup dadanya. Ketika Alina keluar dari kamar, semua sudah siap, mereka pun berangkat menuju resto yang Bagas maksud. Ternyata Bagas mengajak mereka ke sebuah resto "all you can eat". Ayah Ahmad dan Ibu Azizah hanya menurut, tetapi mereka bingung karena sajian yang ada didepan mereka hanya berupa daging, seafood, panggangan dan sayur serta pelengkap lainnya. Alina melirik ke arah Bagas yang hanya ditanggapi dengan senyum lebar. Bagas pun menjelaskan kepada kedua orang tuanya jika disini tidak menyediakan nasi, jadi mereka hanya makan yang tersedia sampai kenyang. Alina tidak berkomentar, karena sudah pasti Ayah Ahmad dan Ibu Azizah akan menurut. Karena mereka selalu menghargai keputusan anak-anaknya. Hanya saja Bagas sering kali menyalahgunakan hal tersebut, seperti sekarang ini.
Terlepas dari kebingungan Ayah Ahmad dan Ibu Azizah, mereka semua tetap menikmati makan malam mereka dengan tenang. Diperjalanan pulang, barulah Ibu Azizah berkomentar.
"Untung rasanya enak, kalau saja rasanya tidak enak, uang saku Bagas ibu potong." Ayah Ahmad dan Alina menertawakan Bagas yang saat ini menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Habis berapa tadi Lin?" tanya Ayah Ahmad yang berniat mengganti uang Alina.
"Tidak banyak yah, tidak usah diganti." tetapi Bagas langsung mencekal Alina.
"600 ribu yah, uangnya untuk Bagas."
"Tidak jadi, mbak mu sudah bilang tidak perlu diganti." kata Ibu Azizah yang mendahului, Ayah Ahmad pun mengangguk setuju dengan Ibu Azizah. Alina hanya tersenyum dengan kekompakan orang tuanya dan menjewer telinga adiknya.
Bagas kuliah dengan full beasiswa prestasi, sehingga uang saku yang diberikan ayah hanya digunakan untuk kebutuhan selama di asrama. Uang lebih akan di tabung nya untuk membeli motor impiannya. Sehingga setiap ada kesempatan untuk menghasilkan uang, ia akan bersemangat. Termasuk membantu ayah Ahmad di waktu panen, ia akan mendapatkan gaji layaknya karyawan. Hal itu ayah Ahmad lakukan untuk membiasakan Bagas bekerja keras untuk menghasilkan uang.
Ketika mereka tiba di apartemen, ayah Ahmad menyarankan agar Ibu Azizah menemani Alina di kamar. Sedangkan Ayah Ahmad tidur di sofa bed dan Bagas di sofa ruang tamu. Bagas tidak protes, karena ia sudah terbiasa tidur di sofa saat menginap disini. Justru ia menyiapkan selimut untuk Ayah Ahmad dan dirinya yang ia ambil dari penyimpanan yang ada di bawah sofa ruang tamu.
Alina sudah mengganti pakaiannya dengan piyama panjang dan hijab pendek.
"Lepas saja nak, sudah lama ibu tidak membelai rambutmu." Alina pun melepas hijabnya. Sang ibu berkaca-kaca
sambil membelai rambut Alina di pangkuannya.
Ibu Azizah mulai memastikan jika Alina benar-benar ingin mengenal Brian atau hanya ingin menyenangkan hatinya. Seorang ibu perasaannya lebih tajam dari seorang ayah. Ibu Azizah tidak mau Alina terpaksa mengenal Brian karena mereka yang meminta. Alina menenangkan sang ibu, kemudian bercerita jika Brian adalah laki-laki yang menolongnya sewaktu Bagas di rumah sakit. Alina merasa jika Brian laki-laki yang baik dan sopan. Jadi,
Alina tidak merasa terpaksa.
Ibu Azizah lega mendengar penuturan Alina, terlepas dari jodoh ataupun tidaknya, biarlah Allah yang menentukan. Lalu mengajak Alina untuk segera tidur, karena besok mereka akan berkunjung ke panti asuhan sebelum kembali ke desa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Seruuu Thor, satu bab saja panjang dan puas bacanya..
2024-07-04
1
Bilqies
bagus ceritanya thor ❤️
2024-04-29
1