Begitu turun dari mobil, Alina segera memeluk sang ibu yang menyambutnya di teras, seolah meminta kekuatan. Ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya. Hanya pelukan hangat sang ibu yang dapat menenangkannya saat ini.
Ibu Azizah yang heran dengan sikap Alina, melirik ke arah Bagas yang hanya ditanggapi dengan gelengan. Ayah Ahmad pun meminta semuanya untuk masuk ke dalam rumah agar kedua anaknya dapat segera membersihkan diri terlebih dahulu.
Seusai membersihkan diri, Alina menyapa beberapa keluarga yang berkumpul di ruang tamu. Kebetulan ada beberapa keluarga jauh yang menginap di sana untuk menghadiri acara pernikahan besok. Rumah Ayah Ahmad semakin ramai dengan kedatangan Alina dan Bagas.
Di dapur, Ibu Azizah menyiapkan minuman untuk Alina berupa rebusan rempah-rempah untuk menghilangkan lelah. Begitu Alina memasuki dapur, Ibu Azizah segera memintanya untuk meminum air rebusan tersebut selagi hangat.
Alina sudah terbiasa dengan minuman tersebut, setelah mengucapkan basmalah ia meminumnya sampai habis. Ibu Azizah yang memperhatikan anaknya sedari tadi ingin buka suara namun ia urungkan. Beliau takut semakin membuat anaknya diam, ia akan menunggu sampai anaknya mau terbuka.
"Ini kak." Bagas datang membawa tas berisi family set yang Alina siapkan.
"Apa itu nak?" Tanya Ibu Azizah.
"Family set yang Alina siapkan untuk acara besok bu." Jawab Alina sembari membuka isi tas tersebut.
"Cantik nak." Puji Ibu Azizah yang telah membuka lipatan gamis berwarna putih.
Tetapi, Ibu Azizah menjelaskan jika besok mereka akan mengenakan seragam batik pemberian Ayu. Ibu Azizah menyarankan agar Alina dan Bagas saja yang mengenakan pakaian putih tersebut. Alina dan Bagas mengangguk bersamaan menyetujui saran sang ibu.
Sehabis subuh, rumah Ayah Ahmad semakin ramai. Saudara jauh yang akan menghadiri acara pernikahan Ayu berdatangan dan singgah di sana. Sedangkan Alina di dalam kamarnya sedang mencari-cari minyak aroma terapi yang biasa ia gunakan untuk meredakan hidungnya yang mampet, sepertinya ia terserang flu. Ibu Azizah yang sadar anak perempuannya tidak ada keluar kamar pun mengetuk pintu kamar Alina.
Ketika Alina membukakan pintu, Ibu Azizah terkejut melihat hidung anak perempuannya yang memerah. Alina menjelaskan jika hidungnya mampet dan sedang mencari minyak aroma terapinya. Ibu Azizah segera mencarikan minyak kayu putih untuk Alina. Setelah membantu membalurkan di punggung, Ibu Azizah pergi ke dapur membuatkan teh serai untuk membantu meredakan flu Alina.
"Apa tidak sebaiknya kamu di rumah saja nak?" Kata Ayah Ahmad yang kini ikut berkumpul di kamar Alina.
"Alina tidak apa-apa yah, ini sudah tidak mampet lagi."
"Benar kata ayah, kamu di rumah saja. Nanti ibu sampaikan ke Ayu kalau kamu sedang tidak enak badan."
Alina mengatakan jika dirinya ingin melihat prosesi akad. Ia meyakinkan orang tuanya untuk tenang, karena ada Bagas yang menjaganya. Kedua orang tuanya pun setuju. Mereka meminta Bagas untuk membawa mobil untuk ke rumah pakdhe mereka, agar Alina bisa istirahat di mobil sampai acara akad dimulai. Karena banyaknya saudara yang hadir, tidak memungkinkan bagi Alina untuk meminjam kamar di sana.
Pukul 08.00, semuanya sudah bersiap untuk berangkat ke rumah Pakdhe Wira yang hanya berjarak 50 meter. Sebagian saudara ada yang berjalan kaki, ada yang menggunakan motor dan mobil. Sedangkan rombongan Ayah Ahmad menggunakan mobil untuk kenyamanan Alina.
Sebenarnya sudah dari seminggu yang lalu, Ayah Ahmad dan Ibu Azizah pulang pergi rumah Pakdhe Wira untuk membantu menyiapkan acara. Tetapi karena ada Alina dan Bagas serta saudara yang datang, Ayah Ahmad dan Ibu Azizah tidak dapat membantu. Maka dari itu mereka berangkat pagi untuk membantu persiapan menyambut pihak mempelai laki-laki dan para tamu undangan.
Ayah Ahmad, Ibu Azizah dan Bagas meninggalkan Alina sendiri di mobil untuk membantu persiapan. Alina memejamkan matanya, pusing baru saja menyergapnya. Ia tidak bisa memaksakan diri, kini dirinya pun sudah mulai sering bersin-bersin.
Di lain sisi, Brian sedang bimbang melihat kepergian mobil kedua orang tuanya. Ia masih mengira jika Alina lah yang menikah. Ia pun memutuskan untuk pergi ke butik untuk memastikan.
Ia menunggu sampai butik buka, tetapi yang ia tunggu tidak ada menampakkan diri sampai pukul 09.00. Brian memberanikan diri bertanya ke salah satu karyawan butik, apakah ia bisa bertemu dengan Alina. Karyawan tersebut menjawab jika Alina ada acara di rumah orang tuanya.
Brian yang sudah kacau tidak menanyakan dengan jelas acara apa yang dimaksud. Ia tetap berasumsi jika Alina benar-benar akan menikah. Padahal jika di logika, mengapa disaat pemilik butik menikah butiknya masih buka?
Segera Brian melajukan mobilnya menuju desa Alina. Ia juga menelepon Regis untuk membatalkan semua jadwalnya hari ini. Sayangnya, ia tidak tahu jika akses jalan menuju desa Alina ditutup. Ia bisa sampai di sini karena menggunakan GPS, jika ia harus memutar ia tidak yakin bisa menemukan rumah Alina. Akhirnya, ia pun meminta tolong kepada salah satu pekerja untuk mengantarkannya ke tempat yang sedang ada acara pernikahan.
Sampai di tempat, acara akad sudah di mulai.
"Saya terima nikahnya Ayusita Dewi Binti Wira Kusuma dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Ucap Arkan dengan mantap.
Penghulu menanyakan pada saksi, yang dijawab sah dan ucapan hamdalah seluruh tamu yang hadir.
Brian yang berlari mendekati meja akad, tiba-tiba berhenti dan termenung di dekat meja akad. Ia tersadar setelah mendengar ijab yang diucapkan oleh mempelai laki-laki. Mengapa nama yang diucapkan bukan Alina Azzahra melainkan Ayusita Dewi.
"Siapa dia? Apakah aku salah tempat?" Tanya Brian di dalam hati. Tetapi, menurut pekerja yang ia mintai tolong tadi memang benar ada salah satu warga yang sedang melangsungkan pernikahan hari ini.
Tamu undangan sedang berbisik, mereka mulai bertanya-tanya siapakah laki-laki yang tiba-tiba muncul di tengah acara.
Mama Humaira dan Papa Rajasa yang sadar jika laki-laki tersebut adalah anak mereka pun segera menghampiri Brian. Mereka segera menyeret Brian keluar dari acara dan menanyakan mengapa kedatangannya seperti seseorang yang hendak menggagalkan pernikahan orang.
Brian tidak menjawab, ia justru bertanya kepada kedua orang tuanya mengapa yang menikah bukan Alina. Kedua orang tuanya menggelengkan kepala mereka tidak percaya dengan pertanyaan Brian. Anak mereka ternyata bodoh jika berhubungan dengan perempuan. Mereka pun menjelaskan memang bukan Alina yang menikah melainkan sepupu Alina.
Seluruh kejadian tersebut tidak luput dari tanya kapan ponsel Bagas. Alina tidak ada di sana karena dibiarkan tidur di dalam mobil, setelah meminum obat yang di dapatkan Bagas dari dokter puskesmas yang kebetulan menghadiri acara. Ia merekam semuanya untuk sang kakak sambil menahan tawanya. Ayah Ahmad dan Ibu Azizah yang ada didekatnya pun kompak menjewer telinga Bagas. Mereka kemudian mendekat kearah Brian dan kedua orang tuanya, sedangkan tamu undangan yang penasaran segera memasang pendengaran mereka dengan seksama.
Ayah Ahmad menyarankan mereka untuk masuk ke dalam rumah salah satu karyawannya yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kakaknya. Tidak baik jika berbicara di pinggir jalan seperti sekarang ini. Kedua orang tua Brian setuju dan mengikuti Ayah Ahmad menuju rumah di sebelah Pakdhe Wira, tak terkecuali Brian dan Bagas yang masih dengan ponsel merekam.
Setelah semuanya berkumpul di ruang tamu, Bagas masih senantiasa dengan ponselnya merekam. Sedangkan Papa Rajasa menjelaskan kekonyolan Brian kepada kedua orang tua Alina. Dan meminta maaf kepada Ayah Ahmad atas kejadian tersebut.
Mendengar penjelasan tersebut, Ayah Ahmad tampak berpikir sejenak. Beliau melirik Ibu Azizah yang menanggapinya dengan anggukan. Ayah Ahmad pun membisikkan sesuatu kepada Bagas yang ditanggapi dengan anggukan dan bergegas menjalankan perintah sang ayah tanpa bertanya alasannya. Sebelum pergi, Bagas meletakkan ponselnya di tempat yang dapat merekam dengan jelas.
"Nak Brian, apakah kamu serius dengan anak ayah?" Pertanyaan Ayah Ahmad seketika membuat tegang, baik itu Brian maupun kedua orang tuanya.
Brian yang menyadari kebodohannya tadi, segera menjawab pertanyaan Ayah Ahmad dengan mantap. Ia tidak mau melewatkan kesempatan ataupun menyia-nyiakannya.
"Ya, demi Allah saya serius." Jawaban tersebut sangat mantap dan membuat puas, baik itu kedua orang tua Alina maupun kedua orang tuanya.
"Sejak pertemuan saya dengan Alina pertama kali di reuni almamater, saya sudah mencintai anak anda. Ditambah dengan pengaturan pertemuan yang di buat mama, saya menjadi semakin yakin untuk menjadikan Alina pendamping saya. Izinkan saya untuk membahagiakan anak anda, saya berjanji akan menjaga dan menyayanginya sepenuh hati saya. Karena Alina adalah satu-satunya wanita yang mampu membuat saya berkomitmen." imbuh Brian.
Mama Humaira dan Papa Rajasa menghembuskan nafas lega, anak mereka dapat mengutarakan keinginannya dengan lantang, tidak konyol seperti tadi.
"Apakah kamu sanggup jika menikah hari ini juga?" tanya Ayah Ahmad dengan penekanan.
"Saya siap atas izin Allah." jawab Brian tanpa ada keraguan sedikit pun.
Ayah Ahmad mengangguk dan menjelaskan jika dirinya telah meminta Bagas untuk menahan penghulu untuk menikahkan mereka sekarang juga. Keputusan tersebut beliau ambil untuk menghindari salah paham dan untuk kebaikan semuanya. Meskipun nantinya tetap akan ada yang menggunjing, Ayah Ahmad tidak mempermasalahkannya.
Sekarang tersisa bagaimana keputusan Alina, karena Alina lah yang akan menikah. Mereka perlu mendengarkan pendapat Alina tentang pernikahan tersebut.
Tanpa aba-aba, Ibu Azizah pergi meninggalkan mereka menuju mobil tempat Alina beristirahat.
"Sudah bangun nak." Sapa Ibu Azizah yang melihat Alina sudah menegakkan kursinya.
"Iya bu, sudah mendingan. Apakah acaranya sudah selesai?"
"Sudah. Tapi..."
"Tapi?" Alina penasaran mengapa sang ibu menghentikan kalimatnya.
"Apakah kamu bersedia menikah dengan Brian?"
Alina merasa ada yang salah dengan pendengarannya. Tetapi melihat wajah serius sang ibu, Alina tahu jika pertanyaan tersebut nyata. Akan tetapi, bukankah sang ibu menegaskan jika tidak akan memaksanya? Alina diam menundukkan kepalanya.
"Dengarkan ibu nak.."
Ibu Azizah mulai menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Alina menatap tidak percaya
jika Brian yang ia kenal bisa salah sangka seperti itu. Dan mendengar jawaban Brian atas pertanyaan Ayah Ahmad dari sang ibu, Alina merasakan jantungnya berpacu. Brian menginginkannya atas nama Allah.
"Tetapi bagaimana dengan perempuan yang dilihatnya kemarin?" Tanyanya dalam hati.
Ibu Azizah menyarankan, jika Alina masih ragu mereka berdua bisa berbicara terlebih dahulu sebelum memutuskan. Tetapi beliau berharap, keputusan yang mereka ambil tidak mengecewakan karena mereka berdua sudah sama-sama dewasa untuk menyikapi masalah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Waduuhhh, ini sih benar2 numpang nikah yaa
2024-07-04
1
Qaisaa Nazarudin
Gak modal banget nikah di majlis nikahan orang,surat2 nya gimana coba..cuman dlm novel yg bisa mikah dadakan kek gini 😂
2024-06-24
1
Bilqies
aku mampir Thor /Smile/
2024-05-08
1