"Ma.. Brian bisa mencari calon istri sendiri." Jawab Brian kepada mamanya yang ada diujung sambungan telepon.
"Turuti mama satu kali ini saja sayang. Mama tidak akan memaksa. Jika kamu suka lanjutkan, jika tidak juga tidak masalah sayang. Anak perempuan teman mama punya riwayat yang sama dengan kamu. Kekhawatiran mama dan teman mama sama, makanya kami ingin mempertemukan kalian. Jodoh tidaknya, biarlah Allah yang menentukan." Jelas Mama Humaira kepada Brian.
Brian berpikir sejenak, jika benar mamanya hanya ingin membuat ia bertemu perempuan tersebut dan tidak memaksanya. Baiklah, ia akan menuruti mamanya kali ini.
"Baik ma, Brian akan coba."
Mama Humaira segera memberikan alamat tempat pertemuan dan warna pakaian yang akan dikenakan perempuan yang akan ditemuinya. Mama Humaira juga berpesan, Brian harus menggunakan setelan jas warna navy.
Brian mengiyakan mamanya dan memutuskan sambungan telepon. Entah apa yang membuat mamanya begitu bersemangat.Selama ini mamanya mengikuti semua kemauannya, termasuk pendamping hidup mamanya tidak pernah ikut campur hanya sering bertanya kapan ia akan berumah tangga.
Mungkin perempuan yang akan ditemuinya akan berbeda dari perempuan lainnya. "Atau mungkin seperti Alina?" Batin Brian berharap.
Ia pun mulai bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan. Seperti pesan sang mama, ia mengenakan setelan jas berwarna navy. Setelah siap, ia melangkah ke ruang makan untuk sarapan. Kedua orang tuanya sedang berada di luar kota, sehingga ia makan sendiri di meja makan yang besar ini. Selesai sarapan, Brian berangkat ke perusahaan setelah sebelumnya berpesan kepada bibi ART jika dirinya tidak pulang malam ini.
Sesampainya di perusahaan, Regis sudah menunggunya dengan setumpuk berkas persetujuan. Brian pun mulai berkutat dengan tumpukan berkas tersebut sampai waktu menunjukkan pukul 11.00 bertepatan dengan selesainya semua dokumen yang perlu ia tinjau. Brian berpesan kepada Regis jika dirinya ada janji diluar dan akan kembali sebelum meeting dimulai. Regis hanya menganggukkan kepalanya dan melihat Brian yang berlalu meninggalkan ruangan.
Di restoran Apung yang telah dipesan oleh mamanya, Brian adalah orang yang datang pertama, padahal ia sudah telat 15 menit dari jam yang dijanjikan. Tetapi tak lama kemudian, datang seseorang yang menyapanya.
"Suara ini!" Batin Brian, ia terkejut dengan suara yang terus terngiang di benaknya beberapa bulan ini. Ia pun segera berdiri dan menghadap sumber suara.
Benar tebakannya, pemilik suara adalah Alina. "Tetapi, mengapa dia menunduk?" Tanya Brian dalam hati.
Untuk memastikan, ia pun memanggil nama Alina dengan nada sedikit terkejut. Alina menjawabnya dengan masih menunduk. Brian menjadi ingin mengerjai Alina, tetapi ia urungkan karena ini adalah pertemuan resmi mereka yang kebetulan diatur oleh kedua orang mereka. Brian meminta Alina untuk duduk dan makan siang terlebih dahulu. Mereka menikmati makan siang dengan tenang.
Brian merasa senang sekaligus bahagia, orang tuanya sangat tahu apa yang ia mau. "Untungnya, aku tidak jadi menolak permintaan mama." Batinnya. Ia pun memulai percakapan yang bisa mencairkan suasana. Ia juga menceritakan keengganannya tetapi tetap menerima permintaan orang tuanya.
Ia juga bertanya kepada Alina, bagaimana perasaan perempuan tersebut saat bertemu dengannya. Mendengar jawaban Alina, Brian merasa bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan padanya melalui orang tuanya. Ia akan memperjuangkan Alina dengan cara yang halal dan atas ridho Allah.
Sebenarnya, Brian enggan berpisah dengan Alina. Tetapi getar di ponselnya menandakan jika Regis sudah menghubungi berkali-kali.
Setelah berpisah dengan Alina, Brian menghadiri meeting dengan senyuman. Regis yang tidak terbiasa dengan senyuman tersebut pun heran. Apa yang terjadi dengan janji temunya, hingga senyum Brian tidak pudar sampai akhir meeting. Biasanya, Brian akan memasang wajah dingin saat meeting berlangsung sebagai wibawa seorang CEO.
Diruangan Brian setelah meeting.
"Bri, kamu tidak demam kan?" Tanya Regis.
"Aku sehat."
"Tapi, kamu sepertinya kesurupan."
"Kamu setannya!" tukas Brian.
"Hei.. Aku serius. Ini bukan Brian yang aku kenal. Sejak kapan Brian yang hanya bisa menyeringai menjadi suka tersenyum?" Brian yang sedari tadi hanya menjawab singkat dan sibuk dengan laptopnya, kini mendongakkan kepalanya melihat Regis dan bertanya.
"Memangnya aku tersenyum?" Tanya Brian yang tidak sadar dengan senyum yang berkembang sejak bertemu dengan Alina.
"Sepertinya aku perlu mengundang pak ustadz Bri." Regis merogoh saku celananya mengambil ponsel. Nahasnya, ponsel yang baru dikeluarkannya terkena lemparan dokumen Brian dan ikut terlempar ke lantai.
"Boba kesayangan.." teriak Regis menghampiri ponselnya.
"Kapan aku tersenyum?" Tanya Brian lagi dengan tidak sabar.
"Sedari kamu kembali dari janji temu. Apa salah ponselku Bri?"
"Ponsel yang bisa kamu beli dari sepertiga gaji itu kamu bisa membelinya lagi jika rusak." Jawab Brian enteng tanpa merasa bersalah.
Regis mengalah, jika sudah menyangkut gaji ia akan berhati-hati dengan perkataannya. Salah-salah, bisa melayang bonusnya bulan ini.
"Apa yang membuatmu tersenyum manis seperti itu, bukan senyum seringai."
"Aku bertemu bidadari surga."
"Jadi, apa kamu sudah jatuh cinta?"
Mendengar pertanyaan Regis, Brian hanya diam dan kembali menatap layar laptopnya. Ia sudah menyadari jika dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama. Tetapi ia tidak bisa memastikan jika Alina merasakan hal yang sama dengannya. Hanya Allah yang tahu.
...~~~...
"Ma, bagaimana tata cara ta'aruf?" tanya Brian kepada Mama Humaira.
"Ta'aruf?" Mama Humaira terkejut dengan pertanyaan anaknya. Tetapi, kemudian ia tersenyum mengingat Brian telah bertemu dengan Alina. Anaknya sedang jatuh cinta.
Mama Humaira akhirnya menjelaskan tentang ta'aruf kepada Brian jika ta'aruf dari berbagai pandangan itu berbeda-beda. Hanya saja maknanya sama, yaitu saling mengenal atau berkenalan yang didasari niat karena Allah. Ta'aruf dalam islam ditekankan pada kualitas perkenalan, sehingga calon pasangan mengenal satu sama lain sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan. Tetapi, ada juga yang melakukan ta'aruf sebatas berkenalan nama dan keluarga tanpa bertemu lantas menikah.
Mama Humaira juga mengemukakan pendapat pribadinya, jika Brian serius dianjurkan untuk membuka pembahasan pernikahan dengan Alina dan lihat bagaimana reaksinya. Jika Alina menyambut baik, mungkin dia juga merasakan hal yang sama dengan Brian.
"Dan yang terpenting adalah sholat istikharah sayang. Mintalah petunjuk Allah, karena manusia hanya bisa berencana dan Allah yang Maha Berkehendak." kata Mama Humaira.
Brian yang mendengarkan penjelasan mamanya, hanya diam. Mamanya tahu apa yang dipikirkannya. Tetapi, bagaimana ia bisa membahas pernikahan dengan Alina?
"Tidak perlu dilema sayang. Serahkan saja semuanya kepada Allah, jika memang berjodoh kalian akan dipersatukan oleh takdir. Jika tidak, Allah sudah menyiapkan jodoh lain untukmu yang mungkin lebih baik." Imbuh Mama Humaira sambil mengelus kepala anaknya yang terlihat bimbang.
Brian kembali tersadar dari lamunannya. Mamanya benar, dari awal dirinya juga berdoa seperti itu. Mungkin pertemuannya hari ini membuatnya serakah.
"Astagfirullah.." sebut Brian.
...~~~...
Saat akan berangkat ke perusahaan, Brian ingat pesan mamanya semalam yang memintanya mengantarkan oleh-oleh kepada Alina dan keluarganya. Ia pun membawa 4 paper bag tersebut bersamanya. Sedangkan di perusahaan, Regis sudah menyiapkan beberapa dokumen dan menyampaikan jadwalnya hari ini.
"Jam berapa aku kosong?" Tanya Brian.
"Sebelum makan siang sampai pukul 14.00. Karena pukul 14.30 ada jadwal pengecekan proyek pembangunan gedung baru."
"Kamu saja yang berangkat." Perintah Brian.
"Tidak bisa, kamu harus datang sendiri karena kamu ikut serta dalam perancangan gedung. Aku tidak paham jika para arsitek menanyakan masalah rancangan kepadaku." Elak Regis. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Brian mengangguk.
30 menit sebelum makan siang, Brian yang baru saja memasuki mobil mengirimkan pesan kepada Alina, tetapi tidak ada balasan. Ia pun menghubungi Alina, tetapi sampai panggilan kedua kali tidak ada jawaban. Brian bertaruh untuk panggilan yang ketiga kalinya, yang ternyata dijawab oleh Alina.
Ternyata Alina tidak menyimpan nomor teleponnya. Pantas saja, pesan dan panggilannya diabaikan.
Alina mengatakan jika dirinya sedang ada di Butik Azzahra. Segera Brian memotong dan meminta
Alina menunggunya 10 menit.
"Ke Butik Azzahra sekarang Reg." Regis mengangguk dan mengantarkan Brian ke butik yang dimaksud.
Sampai di butik, Brian membawa 4 paper bag yang sedari pagi ada di jok belakang mobilnya. Brian berpesan kepada Regis untuk menjemputnya jika ia sudah menelepon. Regis hanya menganggukkan kepalanya dan melajukan mobil meninggalkan Brian.
Di dalam butik, Brian mencari-cari Alina tetapi tidak menemukannya. Karyawan butik hanya melihatnya heran dan tidak berani mendekatinya. Ia ingin menghubungi Alina, sayangnya ponselnya lowbat. Beberapa saat kemudian ada yang menyapanya dengan panggilan pak. Orang yang menyapanya tidak lain adalah Alina.
Brian protes, apakah ia setua itu hingga Alina menyapanya dengan sebutan pak? Ia tidak sadar jika dirinya kekanakan, padahal jika di perusahaan sapaan "Pak" yang ditujukan padanya sudah biasa ia dengar.
Alina membawanya ke teras. Melihat perlakuan Alina terhadap karyawan butik dan karyawan yang menghormatinya, Brian dapat menyimpulkan jika butik tersebut milik Alina. Ia semakin ingin tahu latar belakang Alina.
Saat mengemudikan mobil Alina, ia tidak tahu jika selera Alina adalah mobil SUV karena sedari kemarin Alina menggunakan taksi. Kebanyakan perempuan yang ia temui lebih memilih mobil city car yang elegan dibandingkan SUV yang berbodi besar. Brian tersenyum sendiri dengan selera mobil Alina.
Selesai makan siang, ia menghubungi Regis. Alina menawarkan untuk mengantarnya sampai perusahaan, tetapi ia tolak. Ia tidak ingin Alina menempuh perjalanan 2 kali lipat hanya untuk mengantarkannya. Yang ada, dirinya yang harus mengantarkan Alina kemana pun.
...~~~...
Ketika mobil yang di kendarai oleh Regis dan Brian berhenti di lampu merah, Brian melihat siluet Alina memasuki sebuah toko peralatan diiringi seorang laki-laki yang ia tahu adalah karyawan Alina. Melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 21.00, Brian merasa khawatir dengan Alina yang hanya bersama satu karyawan laki-laki di kota S yang rawan begal. Brian meminta Regis mengantarkannya ke toko tersebut setelah pertemuan mereka selesai.
Sayangnya, saat brian sampai di toko tersebut, Alina sudah tidak ada di sana. Menurut penjaga toko, Alina langsung kembali ke kota Y setelah membeli mesin pemotong kain. Mendengar penuturan penjaga toko, Brian segera meminta Regis untuk kembali ke kota Y malam itu juga. Jika beruntung, ia akan bertemu mobil Alina di jalan. Akan tetapi, harapan Brian tidak terkabul dan sesampainya di kota Y ia masih harus menyelesaikan berkas yang telah ia kerjakan selama di kota S.
Setelah selesai, barulah ia bisa menemui Alina untuk memastikan keadaan perempuan tersebut. Ketika dirinya sampai di butik, menurut karyawan yang pernah melihatnya Alina tidak datang ke butik hari ini. Sebelum ia meninggalkan butik, ia bertemu dengan perempuan berhijab pendek yang mengatakan jika Alina sedang sakit. Jika Brian ingin menemui Alina bisa datang ke Apartemen Meratus unit 17.
Segera Brian menghubungi temannya yang seorang dokter, memintanya datang ke alamat yang diberikan untuk memeriksa pasien. Ia juga menelepon Mama Humaira untuk menanyakan resep bubur yang biasa ia makan saat merasa tidak enak badan. Sebelum ke apartemen, Brian menyempatkan membeli bahan makanan di supermarket yang berada tidak jauh dari apartemen Alina.
Betapa mirisnya Brian melihat wajah Alina yang pucat saat membukakan pintu untuknya. Ia segera meminta ALina untuk duduk beristirahat dan meminta izin untuk menggunakan dapur. Brian tertinggal beberapa bahan, untungnya isi kulkas Alina lengkap dengan bahan masakan yang ia butuhkan.
Ketika Dokter Ani datang, Brian merasa sedikit lega. Ia juga dapat tenang setelah mendengar penuturan Dokter Ani jika Alina hanya kelelahan. "Mungkin karena perjalanan yang ia lakukan kemarin." batin Brian. Ia merasa berterimakasih kepada Dokter Ani, tetapi ia juga kesal dengan omelan perempuan tersebut.
Brian merasa benar-benar lega setelah Alina mau mau makan bubur buatannya, walaupun tidak dihabiskan Brian cukup senang. Apalagi Alina yang menurut dengannya untuk di gendong ke dalam kamar dan menyiapkannya makan malam. Sudah membuatnya melupakan kekhawatirannya tadi, ia menjadi merasa ingin segera menghalalkan Alina agar dapat menjaganya selama 24 jam setiap harinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Bilqies
aku mampir lagi Thor
semangat terus menulisnyaa
2024-05-04
1