“Bri, hari ini kamu harus datang ke acara reuni. Aku ingin mengenalkan sepupuku yang baru saja lulus S2 Manajemen.” Kata seseorang diujung telepon.
“Aku bukan seseorang yang menganggur.” Jawab Brian sekenanya.
“Hei, luangkanlah jadwalmu satu hari saja. Kapan lagi kita bisa berkumpul seperti masa kuliah dulu?”
“Akan aku pikirkan.” Brian menutup sambungan telepon secara sepihak.
“Reg, apakah kamu akan datang ke reuni?” tanya Brian kepada asistennya yang juga merupakan sahabatnya.
“Menurutmu?” jawab acuh Regis.
“Sepertinya tidak, karena aku merasa ingin menghadiri reuni kali ini. Aku merasa aka nada hal menarik di sana dan kamu akan menyelesaikan semua pekerjaan.”
“Sahabat laknat kau!” teriak Regis kesal, sedangkan Brian hanya berlalu meninggalkannya.
Mereka sudah bersahabat sejak SMA, Regis merupakan anak dari kenalan orang tua Brian. Setelah lulus universitas, Regis dengan percaya diri mengikuti Brian mendirikan usahanya sendiri. Dan sudah 5 tahun berjalan, pilihannya memang tepat untuk mengikuti Brian. Usaha yang awalnya hanya sebatas Consumer Retail, sekarang sudah merambah ke bidang Property & Hospitality. Akan tetapi juga dengan resiko kerja yang sesuai dengan posisinya saat ini sebagai asisten CEO. Hampir seluruh dokumen yang akan diserahkan kepada Brian, harus
melalui pantauannya terlebih dahulu. Apalagi Brian yang terkadang suka sewenang-wenang dalam memberikan perintah. Tetapi ia betah bekerja dengan Brian karena Brian adalah type atasan yang mensejahterakan karyawannya.
Brian sudah Bersiap untuk datang ke acara reuni, mengenakan setelan jas berwarna navy memperlihatkan kegagahannya. Sesampainya di aula, banyak teman-teman semasa kuliah yang menyapanya. Terutama seseorang yang menelponnya, Henry. Salah satu teman dekatnya semasa kuliah selain Regis. Akan tetapi tidak terlalu banyak bergaul karena Henry merupakan playboy yang selalu dikelilingi Perempuan, sedangkan dirinya dan Regis adalah kebalikannya. Sesuai perkataan Henry disambungan telepon tadi, ia mengenalkan sepupunya kepada Brian. Jika dilihat dari penampilan yang elegan, jelas sepupu Henry berasal dari keluarga berada. Akan tetapi, mrlihat penampilan baju dengan belahan dada dan punggung terbuka, membuat Brian merasa risih dengan Perempuan yang disapa Amel tersebut.
Melihat tanggapan Brian yang sekedarnya, Henry langsung tahu jika Brian tidak tertarik dengan sepupunya. Ia pun meminta sepupunya untuk meninggalkan mereka berdua. Kemudian mengganti topik perbincangan mereka menjadi seputar usaha keduanya. Brian sudah tidak focus dengan perbincangan henry, perhatiannya kini tertuju kepada Perempuan berhijab yang baru saja memasuki Aula. Tidak ada satupun yang menyambutnya, justru Perempuan tersebut yang menyapa beberapa kenalannya. Setelah berbasa-basi, Perempuan tersebut berjalan mengarah ke rest room. Brian yang penasaran pun berpamitan kepada Henry, beralasan untuk ke kamar mandi dan mulai mengikuti arah Perempuan tersebut.
Hal yang tidak terduga terjadi di depan kamar mandi, Brian berdiri diam di Lorong menyembunyikan kehadirannya. Brian mendengar dengan jelas kata-kata cemohan yang dilontarkan kepada Perempuan berhijab tersebut. dari situ juga ia tahu nama dari Perempuan tersebut adalah Alina. “Nama yang cantik”, batinnya. Melihat gerak-gerik laki-laki yang menjadi lawan Alina, Brian seperti mendapat dorongan untuk ikut campur. Akhirnya, ia pun mengikuti nalurinya umtuk berjalan mendekat.
"Ada apa ini?" sontak seluruh perhatian kini tertuju padanya. Brian dengan alami menggenggam tangan Alina dan memberikan ketukan sebagai kode. Tanpa memperhatikan laki-laki pengganggu yang menyapanya.
"Kenapa kamu lama sekali?" Melihat Alina yang bingung, jantung Brian seperti berpacu lebih cepat, serasa aliran darahnya berpusat di genggaman tangan mereka hingga genggaman tersebut terasa hangat. Jawaban yang dilontarkan Alina membuatnya menguasai diri kembali.
Setelah selesai dengan laki-laki pengganggu, Brian meminta maaf kepada Alina. Penolakan jabatan tangan Alina dengan menangkupkan tangan di dada membuatnya sadar jika Alina memang terjaga. Ia tidak ingin melepaskan kesempatan untuk dekat dengan Alina. Sampai-sampai ide gila muncul di otaknya, dengan mengatakan jika ia secara tidak langsung telah berjanji untuk mengantarkan Alina pulang. Alina sempat terlihat enggan, tetapi akhirnya
menyetujuinya. Brian merasa tidak senang bertemu kembali dengan laki-laki yang mengganggu Alina diparkiran, untungnya laki-laki tersebut menyadari posisinya dan tidak mencari masalah. Ia berjanji didalam hati jika suatu saat bertemu kembali dengan laki-laki tersebut, ia akan membuat perhitungan.
Brian semakin merasa senang saat Alina tidak menolak ajakan makan malam Bersama. Akan tetapi, setelah makan malam tidak ada lagi alas an untuk menunda mengantarkan Alina pulang. Ia pun pasrah dan mengantarkan Alina ke apartemen, ia sudah menandai Alamat apartemen Alina. Sayangnya ia tidak tahu nomor berapa unit yang ditempati Alina, paling tidak sesekali ia bisa kesini untuk melihat Alina lagi jika ada kesempatan. Tetapi, nyatanya nasib berpihak kepadanya. Alina menerima telepon dengan raut wajah khawatir, Brian menebak pasti ada masalah. Ia hanya diam memperhatikan Alina, sampai Alina sendiri yang meminta bantuannya. Tetapi anehnya, ia belum menjawab Alina sudah menyimpulkan sesuka hati. Sempat merasa kesal, tetapi ia tetap mengantarkan Alina ke rumah sakit. Selama perjalanan, ia bertanya-tanya, siapa yang berada dirumah sakit hingga membuat Alina begitu khawatir. Ternyata adik Alina yang masuk rumah sakit karena tabrak lari, rasa cemburu yang sempat ia rasakan seketika sirna?
“Cemburu?” batin Brian. “Sejak kapan aku merasa cemburu, apalagi siapa
Alina bisa membuatku cemburu?” pikirnya.
Tetapi Brian masih belum menyadari perasaannya, ia hanya mengikuti instingnya sampai-sampai ia menawarkan diri untuk menemani Alina menunggu adiknya mala mini. Padahal jadwalnya sangat padat, ia pun menghubungi Regis untuk membatalkan semua jadwalnya. Tetapi, ada penerbangan yang tidak bisa ia lewatkan, ia pun meminta Regis untuk mengambil penerbangan pagi dan memundurkan jadwal. Melihat Alina yang kelelahan, Brian
menyuruhnya untuk beristirahat dan memberikan jasnya sementara dirinya berjaga.
Melihat kepolosan Alina yang dengan tenang tidur dihadapannya, membuatnya merasa lucu. Di zaman sekarang ternyata masih ada Perempuan model Alina yang tidak pernah berpacaran. Beberapa menit kemudian, Regis datang mengantarkan selimut dan keranjang buah, juga beberapa dokumen yang perlu di tanda tangani. Selesai berurusan dengan Regis, Brian memasangkan selimut untuk Alina. Jantunng Brian mulai berpacu Kembali melihat
wajah polos tanpa pertahanan Alina. Ia mulai menata hati dan nalarnya, pertama kali ia merasa tertarik dengan Perempuan yang baru dilihatnya, insting melindungi, ingin dekat-dekat, merasakan debaran aneh dijantung, kehangatan yang ia rasakan saat menggenggam tangannya, dan merasa cemburu dengan kekhawatirannya.
“Apakah ini yang dinamakan cinta?” tanya Brian di dalam hati. “Jika benar ini cinta, Alina adalah cinta pertamaku.” Brian tersenyum sendiri dengan pemikirannya. Ternyata ia bisa merasakan cinta. Ia pikir, dirinya tidak tertarik dengan lawan jenis tapi ternyata hanya belum bertemu Perempuan yang tepat.
“Alina, aku akan mengingatmu cinta pertamaku. Jika Allah berkehendak, maka kita akan bertemu lagi nanti.” Bisik pelan Brian sembari berjalan menjauh setelah memastikan Alina tidak mendengarnya.
Brian memperhatikan setiap gerak-gerik Alina selama tidur, ia memperkirakan jika Alina akan terbangun Tengah malam nanti. Sehingga ia mendahuluinya untuk masuk ke kamar mandi, ia ingin melihat wajah terkejut Alina. Tepat seperti dugaannya, Alina terbangun dan berpapasan di depan kamar mandi. Brian ingin tertawa melihat keterkejutan Alina, tetapi ia masih bisa menahannya. “Menggemaskan.” Batinnya. Brian hanya diam, tetapi ia tahu apa saja yang dilakukan Alina. Alina memang berbeda, jika Perempuan kebanyakan yang pernah ia temui akan mengambil kesempatan untuk mengobrol dengannya, tetapi Alina berbeda justru terlihat tidak peduli. Ia merasa bangga dengan cinta pertamanya, ia pun berpura-pura untuk tidur.
Ketika Regis datang, datang penyesalan dihati Brian. Waktu berpisah telah tiba, entah kapan lagi ia bisa bertemu dengan Alina. Meskipun tahu alamatnya, ia tidak mungkin gegabah mendatanginya kesana, hal itu bisa membuatnya buruk di mata Alina. “Ya Allah, dekatkanlah jika memang hamba berjodoh dengannya.” Doa Brian di dalam hati. Dengan enggan Brian memberikan paper bag yang ia pesan dari Regis dan enggan berpamitan. Tetapi ia adalah seorang pemimpin, sehingga ia bisa menguasai perasaannya. Melihat kebingungan di wajah Alina, membuat Brian ingin menariknya ke dalam dekapannya. Tetapi ia tidak bisa, hanya bisa berpasrah atas kehendak Allah.
Satu bulan lamanya, Brian masih terngiang-ngiang dengan wajah Alina. Tetapi tak lantas membuatnya sakit hati,
justru ia semakin rajin beribadah agar doanya terkabul. Ia ingin menjadi imam yang layak untuk Alina kelak. Belum ada yangmengetahui perihal ia yang sedang jatuh cinta, ia masih merahasiakannya. Meskipun papa dan mamanya memintanya untuk cepat-cepat mencari pendamping, Brian menjawabnya dengan santai.
Hari ini Brian ada jadwal pertemuan dengan teman lamanya yang berprofesi sebagai photographer. Saat berada di lobi, ia sekilas melihat Perempuan yang ia sangka adalah Alina. Melihat Perempuan tersebut Bersiap mengambil gambar, Brian sengaja lewat dibelakangnya. Entah Alina sadar atau tidak, atau bahkan sudah melupakannya, Brian hanya bisa berharap yang baik-baik saja. Ia juga penasaran apa yang dilakukan Alina di kota J, apalagi di Gedung yang digunakan untuk studio photographer. Meski ia penasaran, ia tidak bisa bertanya.
Ketika malam hari, Brian Bersama Regis dan Henry Bersiap untuk bertemu klien. Saat keluar dari lift, jantung Brian serasa berhenti berdetak. Ia tidak menyangka akan berpapasan dengan Alina disana. Meskipun Alina menunduk, Brian yakin itu adalah Alina yang ia lihat siang tadi. Ternyata Alina berada di dekatnya, sayangnya ia tidak bisa menyapanya. Terpaksa ia hanya berlalu meninggalkan Alina menuju lobi.
Brian tidak dapat memejamkan matanya, ia masih memikirkan Alina. Ingin rasanya mencari tahu siapa Alina, di mana ia tinggal, sedang apa di kota J, dengan siapa dan sedang apa saat ini, tetapi ia tidak bisa. Sebenarnya bukan tidak bisa, dengan tingkat intelegen yang dimiliki ia bisa dengan mudah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Akan tetapi, hal tersebut tidak ia lakukan karena ia mengahargai Alina. Maka dari itu, ia hanya bisa menyerahkan semuanya kepada takdir.
“Semoga, besok aku bisa bertemu denganmu lagi Alina.” Harap Brian sebelum akhirnya ia memejamkan mata.
Harapan Brian ternyata terkabul, siang itu ia melihat Alina membawa koper menuju lobi. Ia tersenyum memperhatikan Langkah Alina, ia bisa menebak jika Alina akan check out hari ini. “Ya Allah, semoga dia adalah jodohku. Dekatkanlah kami, atau jauhkan kami jika memang tidak berjodoh. Amin..” doa Brian di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Ari_nurin
lah usaha donk Brian .. hanya berdoa tp usaha kamu pendekatan ya sama aja boong .. 😅😅😅
2025-01-18
1
Bilqies
baca sampai sini dulu ya Thor, nanti lanjut lagi
2024-04-29
1