Adik Alina, Bagas sudah dapat meninggalkan rumah sakit hari ini. Dokter hanya menyarankan untuk beristirahat, karena tidak ada masalah serius hanya trauma akibat benturan yang terjadi saat tertabrak.
Alina ikut orang tuanya Kembali ke rumah mereka yang ada di pinggiran kota. Orang tua Alina adalah petani sayur yang memiliki beberapa hektar tanah. Mereka terjun secara langsung dalam prosesnya Bersama beberapa karyawan yang dipekerjakan. Alina sebenarnya suka menanam tanaman seperti orang tuannya, hanya saja ia tidak begitu tertarik untuk ikut Bertani seperti orang tuanya. Sehingga ia memilih untuk membuka bisnisnya sendiri di kota. Orang tuanya tidak mempermasalahkan hal tersebut, justru mereka mendukung keputusan Alina karena mereka juga mengharapkan anak Perempuan mereka tidak berkutat dengan sawah dan kebun. Justru Bagas, adik Alina yang sangat antusias dengan pertanian sampai-sampai masuk ke fakultas agrikultur agar dapat membantu mengembangkan pertanian orang tuanya.
“Apa tidak masalah jika kamu ikut pulang nak?” tanya Ayah Alina, Ahmad.
“Tidak ayah, Alina sudah menyerahkan semua pekerjaan kepada Lili. Ia yang akan menggantikan Alina sementara.” Jawab Alina.
“Bukannya Lili sudah memiliki anak, bagaimana jika anaknya menjadi tidak terurus nanti?” Alina mengerti kekhawatiran ayahnya, ia pun menjawab jika suami Lili, Afnan sedang cuti sehingga bisa membantu Lili mengurus anak mereka yang masih balita.
“Tidak apa yah, sekalian ini liburan untuk Alina. Dia sudah 2 bulan tidak pulang ke rumah.” Kata ibu.
“Maaf bu, 2 bulan kemarin Alina sangat sibuk dengan pesanan seragam wisuda, jadi tidak sempat pulang.” Kata Alina seraya memeluk sang ibu yang ada di sampingnya. Mereka pun mulai berbincang mengenai pertanian yang tidak lama lagi akan musim panen buah melon dan semangka.
Sesampainya di rumah orang tua Alina, mereka disambut beberapa karyawan yang memang mengetahui jika anak dari bos mereka mengalami kecelakaan. Setelah berbincang-bincang sebentar, para karyawan pun pamit untuk
Kembali ke kebun Bersama ayah Ahmad, sedangkan Bagas izin masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Tersisa Alina yang membantu sang ibu membereskan gelas.
"Nak, kapan kamu akan membawa calon menantu ibu datang?" tanya ibu Azizah tiba-tiba seketika membuat Alina terkejut.
"Ibu, apakah tidak ada topik lain?" keluh Alina.
"Bukan tidak ada topik lain nak, ibu hanya ingin kamu segera ada pendamping. Ibu selalu merasa khawatir kamu tinggal sendiri di apartemen." jelas ibu Azizah.
"Jika Allah berkehendak, jodoh Alina pasti datang bu." jawab Alina yang diaminkan oleh ibu Azizah.
Selesai membantu membereskan dapur, Alina berpamitan ke kamar. Ia mulai melakukan videocall bersama Lili, diujung sana Lili sedang menjelaskan beberapa pesanan masuk via e-commerce. Alina hanya mengiyakan, dan meminta Lili memastikan penjahit mereka selalu dalam keadaan prima karena seluruh pesanan dikerjakan by order. Alina menutup sambungan setelah tidak ada lagi pembahasan.
Ia membuka laptopnya, melihat perkembangan usahanya. Awal mula ia membuka butik dengan bermodalkan mesin jahit portable. Ia dan Lili menjahit baju hasil design mereka sendiri kemudian mereka jual di salah satu platform e-commerce yang sedang naik daun. Mulai dari atasan, bawahan, oneset, gamis, kebaya dengan design mereka
sendiri. Satu bulan berjalan, pesanan yang mereka Terima mulai melonjak hingga mengharuskan mereka mencari penjahit tambahan. Dengan bantuan Afnan, suami Lili pencarian tenaga kerja menjadi lebih mudah. Karena di sekitar tempat tinggal orang tua Afnan banyak ibu rumah tangga yang memerlukan pekerjaan tambahan dan lulusan SMA yang menganggur.
Butik mereka buka setengah tahun kemudian, dengan mempertimbangkan tempat yang layak untuk display produk agar pengambilan gambar dapat dilakukan dengan leluasa. Berkah lain yang mereka dapatkan adalah sambutan baik pelanggan yang datang langsung ke butik. Sehingga mereka merasa keputusan untuk membuka butik adalah
keputusan tepat. Sampai sekarang, Alina telah mempunyai 10 penjahit tetap, 5 penjahit paruh waktu, 10 karyawan yang menangani packing serta gudang, 5 karyawan serabutan dan 5 karyawan di butik.
Meskipun butik dirintis berdua dengan Lili, kepemilikan tetap atas nama Alina karena Lili merasa sudah banyak berhutang budi kepada Alina. Sehingga mereka setuju tetap bekerja berdua, tetapi Alina yang mempekerjakan Lili.
Setelah melihat perkembangan usahanya, Alina melihat jam over shift karyawan yang telah terakumulasi. Dengan menggunakan jurnal, memudahkannya untuk menghitung gaji dan upah untuk karyawannya. Sehingga memudahkannya dalam pembayaran gaji karena rata-rata gaji karyawan diserahkan secara cash seminggu sekali. Dengan sistem upah seperti ini, membuat karyawannya semangat bekerja karena mereka tidak perlu menunggu sampai sebulan. Awalnya, upah diberikan per 2 hari, akan tetapi Alina yang mulai kewalahan dengan pesanan menyarankan untuk dibayarkan per minggu. Hal ini memudahkan Alina dalam pengambilan uang tunai satu kali dalam seminggu. Karyawan dengan senang hati menerima usulan Alina. Karena mereka juga mengerti bagaimana Alina merintis usaha tersebut dan tidak segan untuk memberikan mereka bonus setiap ada pesanan besar.
Alina pun mengirimkan rincian gaji kepada Lili, karena besok adalah waktu pembayaran gaji.
Sayup-sayup Alina mendengar lantunan adzan, melihat jam dinding sudah menunjukkan waktu ashar. Alina bergegas untuk melaksanakan kewajibannya, setelah itu ia keluar menuju dapur untuk membantu ibu menyiapkan makan malam.
"Nak, tolong antarkan kopi ini ke kebun." pinta ibu Azizah yang telah menyiapkan satu tas anyaman berisi teko kopi dan beberapa gelas serta gorengan.
"Baik bu." jawab Alina. Tidak lupa Alina menggunakan topi bambu dan mulai berjalan menuju kebun yang tidak jauh dari rumah. Di sepanjang jalan, Alina bertemu dengan beberapa warga desa dan menyapa mereka. Sesampainya di kebun, Alina menuju pondok yang ada di tengah-tengah kebun. Pondok ini berfungsi sebagai tempat singgah juga tempat berjaga jika tanaman sudah masuk masa panen untuk mencegah serangan hewan liar.
"Assalamu'alaikum ayah.. "
"Wa'alaikumsalam.. Pas sekali nak, ayah pengen ngopi." Alina segera mengeluarkan kopi dan gorengan yang dibawakan ibu.
"Kamu langsung balik saja nak, di sini masih panas sekali. Jangan lupa bawa semangka itu untuk di rumah." kata ayah Ahmad.
"Alin tidak apa-apa yah." jawab Alina sambil tersenyum. Tidak banyak yang tahu jika Alina merupakan pemilik usaha di desanya. Mereka hanya tahu jika Alina bekerja di kota dan sesekali pulang ke rumah untuk berlibur.
Meskipun desa adalah tempat yang nyaman untuk tinggal karena jauh dari polusi perkotaan, tetapi tingkat kerahasiaannya sangatlah tipis. Bagi mereka yang hanya tinggal sebentar di desa mungkin merasa desa merupakan destinasi yang sangat ramah. Tetapi, jika sudah tinggal lama di desa dan merupakan penduduk desa, warga desa bisa diibaratkan sebagai CCTV yang terpasang di mana-mana, jaringan penyebaran beritanya lebih cepat dibandingkan dengan teknologi sekalipun. Sehingga identitas Alina sengaja disembunyikan untuk kenyamanan Alina.
Ayah Ahmad tidak ingin anak gadisnya menjadi bahan omongan warga desa karena memiliki bisnis dan menganggap bisnis tersebut yang menyebabkan anak mereka tidak laku. Meskipun keluarga mereka termasuk terpandang di desa, hati manusia tidak ada yang tahu. Dan di sinilah Alina, membantu ayah Ahmad mengalirkan air untuk menyiram tanaman. Meskipun matahari masih terik, suasana tetap sejuk karena masih banyak pohon rindang di sekitar kebun. Dan terdapat beberapa petak kebun buah kelengkeng dan rambutan. Karena musim kemarau, sawah saat ini ditanami palawijo dan sebagian ditanami melon, timun dan semangka. Beberapa sudah mulai dipanen dan dijual oleh kakak ayah Ahmad, pakdhe Wira. Sama halnya dengan Lili, pakdhe Wira dipekerjakan ayah Ahmad di kebun setelah pensiun dari pabrik. Karena pakdhe Wira tidak berbakat bertani, ayah Ahmad memberikan tanggung jawab penjualan dan pengiriman bersama 3 karyawan lainnya.
"Lin, pakdhe jadi pesan baju sekeluarga yang kamu kirim gambarnya kemarin. Tapi budhe mu maunya warna ungu. Apa pantes pakdhe pakai warna ungu, Lin? " tanya pakdhe Wira.
"Bisa pakdhe, nanti Alin buatkan warna dusty purple biar cocok sama warna kulit pakdhe." jawab Alina.
"Oke, pakdhe percaya sama kamu Lin. Ini pakdhe bayar cash yaa, pakdhe baru saja dapat
bonus dari ayahmu." kata pakdhe Wira sambil tertawa memilih ayah Ahmad.
"Terima kasih pakdhe." Meskipun keluarga, ayah Ahmad selalu mengajarkan Alina untuk tetap memberi batasan. Karena tidak ada yang bisa menebak hati manusia, maka dari itu memberi batasan pada urusan masing-masing merupakan kebijakan yang dapat menghindarkan keruhnya silahturahmi.
"2 minggu acaranya Lin, kamu juga hadir yaa. Dicari mbak mu nanti kalau kamu tidak ada." kata pakdhe Wira mengingatkan Alina acara pertunangan kakak sepupunya.
"Alin gag bisa janji pakdhe, karena 2 hr sebelum acara mbak Ayu Alin menghadiri acara di kota J." sesal Alina.
"Ya tidak apa-apa kalau begitu Lin. Kamu fokus sama acara kamu dulu, kalau sempat ya datang kalau tidak juga tidak apa-apa."
"Apa perlu ayah temani Lin? " tanya Ayah Ahmad.
"Tidak perlu yah, Alin nanti bawa 3 karyawan ke sana. Lagian ayah harus menghadiri acara pakdhe."
"Iya sudah, ayah do'akan semuanya lancar." Alina dan pakdhe Wira mengaminkan doa ayah Ahmad bersamaan.
Waktu sudah mulai senja, mereka pun memutuskan untuk kembali ke rumah.
Selesai mengerjakan sholat magrib, seluruh keluarga berkumpul diruang makan untuk makan malam. Setelah selesai mereka berkumpul diruang keluarga sambil menikmati teh dan menonton televisi.
"Kak, Laki-laki yang menemani kakak di rumah sakit kemarin siapa? " tanya Bagas tiba-tiba yang sontak mengejutkan kedua orang tuanyatak terkecuali Alina.
"Siapa Lin?" tanya ayah dan ibu kompak.
"Bukan siapa-siapa, hanya kakak tingkat yang kebetulan mengantarkan Alina ke rumah sakit. " jawab Alina biasa.
"Kebetulan?" kali ini 3 orang secara serempak meragukan jawaban Alina.
Alina hanya bisa pasrah melihat reaksi keluarganya. ia hanya menceritakan secara garis besar bagaimana mereka bertemu sampai mengantarkannya ke rumah sakit dan menunggunya disana. awalnya mereka tidak percaya begitu saja dengan penjelasan Alina, akan tetapi mereka tidak menekan Alina lebih lanjut mengingat sifat Alina yang tertutup. suatu hari mungkin apa yang mereka pikirkan akan menjadi kenyataan, begitulah doa ketiganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Menarik Thor, aku baru mulai membacanya..saya suka background keluarga Alina..
2024-07-04
1
Bilqies
aku mampir lagi Thor...
semangat terus menulisnya /Smile/
2024-04-29
1
Rinjani Putri
lanjut ya mampir juga di karyaku
2024-01-24
1