9. BTT (My Triplets)

Satu bulan berlalu ....

Sebisa mungkin Samudra meluangkan waktu untuk bertemu dengan anak-anaknya meski pun jadwalnya cukup padat.

Bak mendapat angin segar, Samudra sedikit bisa bernafas lega karena Kejora mulai melunak. Semua berkat bocah triplets yang kompak diajak bekerjasama dengannya.

Akan tetapi di sisi lain Samudra masih berusaha keras memikirkan cara untuk berpisah dari Ayumi yang masih berstatus istri sahnya.

.

.

Di kantor, setelah mendapat panggilan dari dokter Rendra, Samudra buru-buru meninggalkan ruangan kerja. Ia mengusap dada yang kini berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya.

Tujuannya kini tentu saja menuju rumah sakit untuk bertemu dengan dokter forensik itu.

Ketika menuruni anak tangga, ia malah berpapasan dengan Ayumi.

“Honey, mau ke mana?” tanya Ayumi sedikit curiga karena Samudra terlihat terburu-buru.

“Aku ada urusan penting,” jawab Samudra singkat lalu kembali melanjutkan langkah.

Demi berjaga-jaga, Samudra menghubungi Dandi untuk memastikan tak ada yang mengekorinya seperti hari sebelumnya.

Semua ia lakukan demi melindungi privasi sang anak juga Kejora. Samudra tak ingin mereka disudutkan dengan berita miring.

Apalagi saat ini media gosip tengah gencar memberitakan dirinya sedang memiliki hubungan dengan wanita misterius.

“Maafkan aku, Kejora. Demi anak kita, aku yang harus bertanggung jawab atas semua kekacauan ini.”

Ia mematung sejenak saat mendapati gadis yang baru saja disebutnya sedang berjalan bersama Alvaro, Iwan dan Alam menuju ke arahnya.

“Samudra,” sapa Alvaro begitu mereka mendekat.

“Apa mereka ....”

“Mereka fotografer sekaligus kameramen di sini,” sambung Alvaro lalu menepuk pundak sang produser. “Kejora, Alam dan Iwan ... ah, kemampuan mereka nggak perlu diragukan lagi. Mereka bisa dipertimbangkan untuk menjadi team kita di proyek film baru itu.”

Senyum seketika terukir manis diwajah Samudra. Suatu kebetulan ataukah memang kode alam yang ingin menyatukan mereka.

“Kita akan membahas ini nanti soalnya aku buru-buru.” Samudra menatap Kejora sambil mengedipkan mata.

Tanpa banyak kata, pria itu berlalu meninggalkan mereka berempat.

“Alva, siapa dia, aku baru melihatnya? Padahal sudah bertahun-tahun aku bekerja di kantor ini. Apa dia partner Pak Mario?” tanya Alam penasaran.

“Dia Pak Samudra, produser film juga pemilik kantor ini sekaligus boss kita,” jelas Alvaro kemudian terkekeh. “Selama ini beliau tinggal di Jepang makanya jarang terlihat.”

Kejora cukup tercengang mengetahui jika kantor tempatnya bekerja adalah milik Samudra.

“SMB Pictures ....” Kejora tampak berpikir.

“Singkatan nama beliau yang tak lain adalah Samudra Biru,” jelas Alvaro.

Kejora terpaku di tempat. Enggan melanjutkan langkah bersama partner kerjanya itu. Pikirnya, bagaimana bisa dia tak tahu jika Samudra adalah pemilik kantor.

Lamunan gadis itu membuyar ketika mendengar suara seorang wanita menggerutu kesal. Kejora mengerutkan kening sembari mengarahkan wajah ke depan.

Pandangan kedua wanita itu saling bertemu. Ayumi mengernyit merasa tak asing dengan Kejora. Tatapan sinis juga tak suka terlihat jelas di raut wajah sang aktris.

“Raisa, siapa gadis itu? Apa dia salah satu yang akan mengikuti casting?” cecar Ayumi begitu keduanya sudah duduk didalam mobil.”

“Bukan,” jawab Raisa. “Dia Mbak Kejora, salah satu fotografer sekaligus editor di kantor Bapak.”

“Oh.” Ayumi menjawab singkat. Ia pun meminta sang supir mengantarnya ke stasiun televisi X, karena menjadi salah satu tamu undangan di acara talk show tersebut.

.

.

.

Setibanya di rumah sakit, Samudra langsung mengambil langkah seribu menuju ruangan dokter Rendra.

“Dok,” sapa Samudra.

“Pak Samudra silakan duduk. Ini hasil tes DNA Anda, Pak.” Dokter Rendra meletakkan amplop putih di atas meja.

“Makasih, Dok, aku berharap hasilnya cocok denganku,” ucap Samudra penuh harap.

Ia lalu meraih amplop itu disertai irama jantung yang berdegup kencang. Samudra membaca tulisan yang tertera di kertas dengan seksama.

Ekspresi wajah yang terlihat dari sang produser, membuat dokter Rendra ikut tersenyum. Sesuai ekspektasi yang diharapkan oleh Samudra.

“99,9 persen sampel DNA yang Anda berikan sebulan yang lalu, cocok dengan DNA Anda, Pak,” kata dokter Rendra.

“Makasih, Dok,” balas Samudra dengan mata berkaca-kaca. Bahagia yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. ‘My child Satria, Angkasa, Lintang. Maafkan daddy.’

Setelah beberapa menit berada di ruangan dokter Rendra, Samudra kemudian berpamitan. Melirik arloji di pergelangan tangan seraya bergumam, “Ternyata baru jam sepuluh.”

.

.

.

Beberapa jam berlalu ....

Dengan sabar Samudra tetap menunggu Satria, Angkasa juga Lintang di dalam mobil. Kerinduan yang begitu dalam seakan tak terbendung karena sudah dua minggu terakhir ia tak bertemu dengan buah hatinya.

“Daddy kangen banget dengan kalian,” ucap Samudra nyaris tak terdengar.

Tak lama berselang, ia turun dari mobil. Memasuki halaman sekolah dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Memandangi putra putrinya yang sedang berjalan saling berpegangan tangan.

Begitu ketiganya menangkap sosok pria itu, Satria, Lintang juga Angkasa seketika memekik memanggil Samudra.

Ketiganya langsung memeluk ayah biologisnya yang sudah berjongkok sambil merentangkan kedua tangan.

“Daddy!”

“Sayang,” ucap Samudra dengan lirih. Mengecup puncak kepala sang anak dengan perasaan terharu. “Daddy kangen banget sama kalian.”

“Kami juga,” jawab Lintang mewakili.

Samudra tersenyum kemudian mengajak ketiganya menghampiri mobil.

“Bagaimana jika kita pulang ke rumah Daddy, mau nggak,” cetus Samudra sesaat setelah mereka berada didalam mobil.

“Apa Daddy sudah izin sama Momy?” tanya Satria.

“Belum Sayang, daddy butuh bantuan kalian lagi seperti hari kemarin. Momy nggak bakalan marah jika kalian bekerjasama dengan daddy.” Samudra tersenyum penuh arti.

“Ok Daddy!”

Samudra memilih membawa ketiga anaknya menuju apartemen. Namun, sebelum benar-benar tiba di tempat tujuan, ia mengajak putra putrinya itu berbelanja di salah satu swalayan terdekat.

Senyum pria itu seolah enggan sirna. Gelagat menggemaskan sang anak membuatnya ingin terus bersama. Namun, ia menyadari masih terikat dengan Ayumi.

“Daddy ... apa boleh?” Angkasa menunjuk sebuah buku gambar beserta alat melukis.

“Kamu suka menggambar ya?” tanya Samudra dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Angkasa. “Boleh Sayang, apapun yang kalian inginkan daddy akan belikan.”

“Thank you, Daddy,” ucap Angkasa kemudian mengambil benda favoritnya itu.

“Satria, Lintang.” Samudra menatap keduanya.

Menggelengkan kepala dipilih bocah itu karena tak ada yang mereka inginkan setelah mengambil beberapa cemilan secukupnya.

Setelah membayar belanjaan, Samudra kemudian mengajak sang anak kembali ke mobil. Melanjutkan perjalan hingga mereka tiba di apartemen.

Tak lupa ia menghubungi Mario untuk melakukan sisa tugasnya. Membujuk sekaligus mengantar Kejora.

*******

Sementara di sekolahan, Kayana terlihat panik sekaligus cemas karena tak melihat keberadaan Lintang, Angkasa dan Satria.

“Bu, maaf, ponakan saya ...”

“Mereka sudah dijemput tadi,” sela Bu guru dengan seulas senyum.

“Siapa, apa momy-nya?”

“Bukan, tapi Daddy-nya.”

‘Daddy? Apa kak Cakra atau kak Rendra? Tapi, nggak mungkin. Satria, Lintang dan Angkasa biasa memanggil mereka ayah. Apa jangan-jangan ....’

Kayana memijat kening merasa pening. Perasaannya seketika menjadi tak enak. Tak ingin ponakannya kenapa-napa, Kayana memutuskan melanjutkan perjalanan menuju kantor Kejora.

Setibanya di tempat tujuan, Kayana menghubungi Kejora supaya menemui dirinya di lobby kantor.

“Kay,” panggil Kejora. Alisnya seketika bertaut karena tak mendapati keberadaan triplets. “Satria, Lintang, Angkasa ...”

“Mereka sudah dijemput seseorang yang mengaku daddy mereka,” sela Kayana ikut merasa khawatir.

“Apa?!” pekik Kejora. “Kay, kamu gimana sih? Kenapa bisa mereka dijemput orang asing!”

Buliran bening seketika menetes di pipi Kejora. Tubuhnya ikut gemetar, hatinya diselimuti kekhawatiran. Takut kehilangan ketiga buah hatinya.

“Maafkan aku, Kak. Aku telat menjemput mereka karena tadi di kampus aku ikut rapat.” Kayana menundukkan pandangan merasa bersalah.

Kejora langsung memeluk sang adik sambil menangis.

“Kejora, apa kita bisa bicara sebentar?”

Kayana mengarahkan wajah ke sumber suara. Sedangkan Kejora melepas dekapannya kemudian memutar badan.

‘Pria itu?’ batin Kejora. Ia menyeka air mata lalu mengangguk seraya menghampiri Mario. “Ada apa?”

“Pak Samudra memintaku mengantarmu ke apartemen beliau,” bisik Mario.

“What, no!” tolak Kejora.

“Ini perintah langsung dari atasan!” tegas Mario.

Pandangan pria itu kini tertuju kepada Kayana yang sedang memperhatikan mereka. “Siapa dia?”

“Dia adikku,” jawab Kejora singkat. Ia kembali menghampiri Kayana. “Kay, pulanglah, jangan katakan apapun pada mama. Setelah urusanku selesai kita akan ke kantor polisi membuat laporan.”

“Baiklah, Kak.”

“Yuk, kita barengan saja,” tawar Mario.

“Makasih, lain kali saja soalnya aku bawa kendaraan sendiri,” tolak Kayana.

Begitu ketiganya berada di area parkir, Kayana pun berpamitan. Setelah itu Mario dan Kejora menyusul. Meninggalkan kantor menuju apartemen Samudra.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!