Pagi-pagi sekali Kejora bangun lebih awal. Membantu bu Hanifa lalu mempersiapkan segala perlengkapan sekolah sang anak.
Setelah mengurus ketiganya dibantu oleh sang adik, Kejora mengajak mereka sarapan bersama.
“Sayang, habiskan sarapannya, ya,” kata Kejora lalu mengelus kepala anaknya satu per satu.
“Iya, Momy,” jawab Angkasa, Satria dan Lintang bergantian dengan malas.
“Kok, jawabnya seperti nggak semangat. Apa kalian marah sama Momy?” tanya Kejora dengan seulas senyum.
Satria menggelengkan kepala lalu memprotes, “Momy, bos Momy tuh jahat. Kenapa dia selalu menyuruh Momy pulang malam!”
Kayana dan bu Hanifa langsung tertawa gemas mendengar ucapan Satria.
“Sayang, bos momy nggak jahat, kok. Saat ini kalian belum mengerti pekerjaan momy seperti apa. Sebagai karyawan, momy harus patuh pada bos,” jelas Kejora kemudian mencubit pelan pipi gembul Satria.
Beberapa menit berlalu ....
Kejora berjongkok seraya menatap lekat wajah ketiga anaknya.
“Sayang, dengarkan momy. Jangan terlalu dekat dengan orang asing, apalagi jika kalian nggak mengenalnya, kalian mengerti kan maksud momy,” pesan Kejora lalu memeluk Satria, Angkasa juga Lintang.
“Iya, Momy.”
“Ya sudah, hari ini kalian berangkat ke sekolah bareng tante Kay, ya. Nanti biar momy yang jemput.”
Sang buah hati mengangguk patuh. Setelah itu ketiganya masuk ke dalam mobil kemudian melambaikan tangan.
Begitu mobil sudah menjauh, Kejora masuk ke dalam rumah. Mendaratkan bokongnya di sofa sembari menatap langit-langit.
.
.
.
SMB Pictures ....
Sudah berjam-jam Samudra berada di ruang meeting bersama sutradara dan team kreator yang terlibat, membahas sebuah proyek film yang akan segera mereka kerjakan.
Setelah selesai meeting, Samudra baru bisa bernafas lega. Ketika melirik arloji di pergelangan tangan, ia mengerutkan kening.
“Ah, sudah siang rupanya, cepat banget,” gumamnya lalu memijat pangkal hidung.
“Samudra, mau bergabung nggak,” tanya Alvaro. “Kami ingin cari makan siang.”
“Sepertinya nggak, kepalaku sedikit pusing,” tolak Samudra.
“Ya sudah, kami duluan.” Alvaro membereskan lembaran kertas di depannya kemudian meninggalkan Samudra.
Sepeninggal Alvaro dan team kreator lainnya, Samudra memejamkan mata sambil menggoyangkan kursi.
‘Apa kamu sudah nggak mengingatku?’ batin Samudra. Sedetik kemudian ia tersenyum penuh arti. Memikirkan sesuatu yang menurutnya cukup konyol.
Tak ingin berlarut-larut, ia pun beranjak dari tempat duduk meninggalkan ruangan meeting. Tujuannya kini adalah ke salah satu pusat perbelanjaan.
.
.
.
Setibanya di tempat itu Samudra tersenyum tipis. Ia lanjut berjalan santai sembari memperhatikan sekeliling.
Langkahnya tiba-tiba terhenti tak kalah sebiji bola menggelinding tepat di depan kakinya. Keningnya berkerut tipis disertai senyum yang terukir di sudut bibir.
Samudra berjongkok mengambil benda itu. Pandangannya tertuju ke depan sekaligus merasa gemas saat sesosok mungil berlari kecil ke arahnya.
“Punya kamu, ya,” tanya Samudra sambil memegang bola. Bocah itu yang tak lain adalah Angkasa mengangguk pelan.
“Maaf Uncle,” ucap Angkasa.
Samudra mengulas senyum. Tangannya terangkat mengelus rambut serta pipi Angkasa.
“Mau bermain dengan Uncle nggak,” tawar Samudra seraya menyerahkan bola itu pada Angkasa.
Angkasa menggelengkan kepala lalu mengambil bolanya. “Momy bilang, nggak boleh bermain dengan orang asing, Uncle.”
“Uncle bukan orang jahat tapi baik kok,” balas Samudra merasa gemas.
“No Uncle,” tolak Angkasa.
Tak lama berselang Nabila muncul dari belakang sembari mengusap dada. “Angkasa, rupanya kamu di sini. Kamu membuat bunda takut.”
Samudra kembali mengelus kepala Angkasa. Entah mengapa hatinya tiba-tiba menghangat sekaligus ingin memeluk bocah tampan itu.
“Uncle boleh peluk kamu sebentar nggak?”
Angkasa mendongak menatap Nabila dan Samudra bergantian. Setelah Nabila mengangguk barulah Angkasa mendekat lalu masuk ke dalam pelukan Samudra.
Setelah puas memeluk Angkasa, Samudra melepas dekapannya. Ia tersenyum sembari berucap, “Terima kasih, ya.”
Angkasa mengangguk sebagai jawaban. Bocah itu kemudian mendekati Nabila seraya memegang tangan sang dokter. Keduanya kemudian meninggalkan Samudra.
Sesekali Angkasa menoleh ke belakang sambil melambaikan tangan pada Samudra. Pertemuan tak terduga itu, memberi kesan yang sangat mendalam bagi Samudra.
Pria itu kembali melanjutkan langkah menelusuri pusat perbelanjaan dengan hati berbunga-bunga. Sehingga langkah kakinya kembali terhenti ketika tak sengaja menangkap sosok yang membuatnya penasaran.
Ya, Kejora yang saat ini sedang memotret Satria dan Lintang. Alisnya menukik tajam memandangi kedua bocah itu yang begitu mirip dengan Angkasa.
“Kejora! Kedua bocah itu mirip banget dengan bocah tadi, apa mereka kembar? Tapi, wanita tadi ....”
Samudra dibuat bingung namun tebakannya memang benar adanya. Tak lama berselang Nabila dan Angkasa muncul bersama Cakrawala.
“Gemes banget, ternyata mereka memang kembar,” gumam Samudra yang masih memandangi bocah itu.
Tak lama berselang, Kejora merangkul ketiga anaknya kemudian meninggalkan tempat itu bersama Nabila dan Cakrawala.
“Nabila, Cakra, maaf sudah merepotkan kalian,” ucap Kejora sesaat setelah duduk di kursi penumpang.
“Nggak apa-apa Kejora demi triplets. Mereka juga anak kami,” balas Nabila. “Oh ya, weekend nanti gimana jika kita ke Jakarta AQuarium Safari, anak-anak pasti senang.”
“Boleh deh.” Kejora melirik ketiga anaknya yang mulai memejamkan mata karena kelelahan bermain.
Sementara, Samudra yang masih berada di pusat perbelanjaan tampak berpikir sembari menatap layar ponsel.
Diam-diam ia sempat mengabadikan foto Satria, Angkasa dan Lintang. Entah mengapa hatinya mulai terusik.
.
.
.
Di kantor ....
Sejak pulang dari pusat perbelanjaan beberapa jam yang lalu, Samudra terus menatap lekat wajah Angkasa, Satria dan Lintang di layar ponsel.
“Samudra!” sapa Mario. “Ada apa kamu memanggilku?”
“Mario, aku punya tugas penting untukmu.”
“Apa?” sahut Mario.
Samudra memberikan ponselnya pada Mario. Sekaligus memperlihatkan foto yang ada di ponsel.
“Bocil?” Mario mengerutkan kening, menatap layar ponsel lalu kembali memperhatikan wajah Samudra. “Apa kamu nggak menyadari jika wajah bocah ini mirip denganmu?”
“Itulah yang sedang mengusik pikiranku,” timpal Samudra. “Mario, tolong cari tahu lagi informasi tentang Kejora dan juga anak-anak itu.”
“Baiklah. Lantas apa yang akan kamu lakukan jika mereka ini adalah anakmu?”
“Masih aku pikirkan. Entahlah, tadi aku sempat memeluk salah satu dari mereka. Aku merasa tak ingin melepas bocah itu,” aku Samudra seraya tersenyum.
“Jika benar mereka adalah anak kandungmu, aku nggak bisa membayangkan bagaimana perjuangan Kejora kala itu. Lima tahun merawat serta membesarkan bocah ini sendirian ... oh my God, Samudra, i'm speechless.”
Samudra menundukkan pandangan, berpikir keras bagaimana caranya memenangkan hati Kejora serta anaknya, jika terbukti Satria, Angkasa dan Lintang ternyata memang benar anak kandungnya.
Hening sejenak ....
Mario lalu tergelak kemudian berkata, “Sudah tahu duri beracun, main tancap saja tanpa pengaman.”
Samudra ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala. Baginya, setiap kalimat yang terlontar dari sang asisten tak pernah ditanggapi serius kecuali masalah pekerjaan.
‘Aku berharap, anak itu adalah anak kandungku,’ batin Samudra dengan senyum penuh arti.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
sur yati
ceraikan dulu Ayumi nya sam sam
2024-02-11
2
Bunda HB
Smga bisa bersatu sma kejora dan anknya.....💪👍👌
2023-12-16
2