6. BTT (My Triplets)

Tatapan yang sejak tadi terarah ke layar laptop, seketika teralih ketika Angkasa menyapa Kejora. Bocah tampan itu memegang sesuatu.

“Momy.”

Kejora tersenyum seraya memutar kursi kerja. Meminta Angkasa mendekat seraya merentangkan kedua tangan. “Kemarilah.”

“Momy, kami dapat kartu undangan ulang tahun,” tutur Angkasa sesaat setelah duduk di pangkuan Kejora. Ia lalu memperlihatkan kartu itu.

Kejora meraih kartu itu. “Dari Cassie, ya, Sayang.”

“Hmm ... Momy, apa semua orang asing itu jahat?” Angkasa kemudian memeluk Kejora. Dekapan erat serta pertanyaan sang putra seketika membuat alis Kejora bertaut.

“Sayang, nggak semuanya orang asing itu jahat. Tapi, walau bagaimana pun kita harus tetap berhati-hati pada mereka.”

Tak ada jawaban dari Angkasa melainkan diam sambil memainkan rambut Kejora, sehingga balita itu tertidur dalam dekapan sang momy.

.

.

.

Kediaman Samudra ....

“Honey, apa-apaan ini!” sentak Ayumi sambil memperlihatkan lembaran foto itu pada Samudra. “Siapa dia?”

Samudra mendengus kesal lalu mengambil lembaran foto itu. Ia tersenyum sinis sambil geleng-geleng kepala.

“Dia hanya seorang fotografer, memangnya kenapa, apa ada yang salah?” kata Samudra dengan santai. “Apa sekarang kamu mulai memata-matai ku?”

“Fotografer? Lantas bagaimana dengan foto lima tahun yang lalu di club' malam itu? Aku curiga jika dia gadis yang sama!” cecar Ayumi dengan perasaan dongkol.

“No coment.” Samudra kemudian meninggalkan Ayumi. Meski benar ia pun tak ingin menjawab. Bungkam adalah jalan yang dipilih.

Ayumi mengepalkan tangan. Memandang foto itu sambil menyipitkan mata. “Jika benar kamu gadis yang sama di club' malam itu, maka aku nggak akan tinggal diam.”

Ayumi kemudian menyusul Samudra yang kini sudah berada di lantai satu.

“Honey, mau ke mana kamu?!”

Samudra menghentikan langkah kemudian memutar badan. “Apa aku wajib melapor dulu padamu?”

Ayumi bungkam sambil mengepalkan kedua tangan. Menatap nanar punggung sang suami hingga menghilang di balik pintu.

Baru saja Samudra duduk di kursi kemudi, ponselnya bergetar. Dengan cepat ia merogoh saku celana.

“Mario,” gumamnya lalu menjawab panggilan itu.

“Ada apa?"

“Aku ingin bertemu. Ada informasi menarik yang ingin aku sampaikan,” kata Mario dari seberang telefon. “Datanglah ke apartmen-ku.”

“Baiklah.” Samudra memutuskan panggilan telefon. Setelah itu, ia mulai melajukan kendaraannya ke tempat tujuan.

.

.

.

Di kamar sang anak, Kejora terus mengelus kepala serta wajah Angkasa, Satria juga Lintang. Merekalah yang membuat Kejora tetap bertahan hingga kini.

“Kejora,” tegur bu Hanifa.

“Mah.”

“Ada apa, Nak?”

“Nggak apa-apa, Mah. Hanya saja ada sedikit kekhawatiran jika ayah kandungnya tiba-tiba muncul lalu ingin merebut mereka dariku,” jelas Kejora sambil tertunduk.

“Apa kamu mengenal pria itu?” selidik bu Hanifa.

“Hmm, yang jelas hanya dia satu-satunya pria yang meniduriku.” Kejora menatap wajah bu Hanifa, menggenggam kedua tangannya sembari menghela nafas.

Ia pun menceritakan semuanya pada bu Hanifa. Awal mula bertemu dengan Samudra sehingga hubungan semalam itu terjadi.

Suatu kenyataan yang cukup membuat sang ibu terkejut. Tak menyangka jika Kejora sanggup berbuat nekad demi Kayana.

Bu Hanifa langsung memeluk Kejora sambil menangis. Merasa bersalah karena disaat putri sulungnya itu membutuhkan kekuatan serta perhatian, ia malah mengabaikan bahkan tak memperdulikan.

“Maafkan mama, Nak?” ucap bu Hanifa dengan lirih.

“Nggak ada yang perlu dimaafkan, Mah. Semuanya sudah berlalu. Yang penting saat ini kita sudah tinggal bersama,” balas Kejora. “Oh ya, Mah, aku titip anak-anak sebentar.”

“Mau ke mana, Nak?”

“Aku ingin membeli kado untuk anak-anak, Mah. Mereka dapat undangan ultah dari temannya. Lagian aku juga ingin membeli baterai cadangan dan hard disk eksternal untuk kameraku,” jelas Kejora.

“Sebaiknya kamu tunggu Kayana pulang dulu, Nak. Soalnya ini sudah malam.”

“Kelamaan jika menunggu Kayana. Aku pake motor saja.” Kejora terkekeh kemudian meninggalkan bu Hanifa.

.

.

.

Di apartemen Mario, sembari menunggu pria itu, Samudra menatap langit-langit lalu memejamkan mata.

Mengusap dada membayangkan wajah Angkasa. Pelukan bocah tampan itu tadi seolah masih ia rasakan.

“Samudra!” tegur Mario. Ia meletakkan sebuah map di atas meja. “Ini, bacalah.”

Tanpa banyak kata Samudra meraih map itu lalu membaca dengan seksama lembar demi lembar informasi tentang Kejora dan anaknya.

Selang beberapa menit kemudian, senyum penuh arti terbit di sudut bibir Samudra. Tak menyangka jika gadis itu sudah dua tahun bekerja di kantornya.

“TK Noah,” gumam Samudra. “Bukankah Cassie sekolah di tempat itu?”

“Yes. Aku baru menyadari jika anak-anak itu biasa dibawa ke kantor,” timpal Mario.

“Naluriku mengatakan jika anak-anak ini adalah anakku. Jika dihitung tanggal lahir serta tahunnya, aku rasa Kejora ... ah, apa saat aku mengalami sakit aneh itu ada hubungannya dengan kehamilan Kejora?”

Mario menggedikkan bahu lalu menyesap rokok. “Cara paling ampuh dengan tes DNA. Lantas ... Ayumi?”

“Sudah lama aku ingin berpisah darinya sejak Kejora masuk dalam kehidupanku. Akan tetapi dia selalu mengancam ingin bunuh diri.”

Mario menghela nafas kasar. Bingung dengan permasalahan rumah tangga sang sahabat yang begitu rumit baginya.

“Mario, aku pamit, makasih karena kamu sudah membantu.” Samudra beranjak dari sofa kemudian meninggalkan Mario.

Samudra kembali tersenyum sambil memikirkan cara untuk mendekati Satria, Angkasa dan Lintang.

Pria itu memilih melanjutkan perjalanan menuju apartemennya ketimbang pulang ke kediamannya.

Ketika dalam perjalanan pulang, Samudra tak sengaja melihat Kejora baru saja keluar dari salah satu toko. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia mengurangi laju kendaraan kemudian menepi di bahu jalan.

Ia langsung mendekat lalu menyapa Kejora. Sontak saja kehadiran Samudra yang tiba-tiba itu membuat Kejora terkejut.

“Maaf, apa Bapak memanggil saya?” Kejora menunjuk dirinya sendiri.

“Hanya ada satu Kejora di sini, yaitu kamu. Apa kita bisa bicara sebentar?”

“Mungkin Anda salah orang,” elak Kejora.

“Kejora, jangan pura-pura amnesia. Aku tahu kamu lagi menghindar. Apa salahnya jika kita mengobrol sebentar!” balas Samudra sedikit kesal.

Samudra memegang pergelangan tangan gadis itu lalu berbisik, “Bukankah kala itu kamu dengan percaya diri ingin menjadi sugar baby-ku?”

Kejora tersenyum sembari melepas genggaman tangan Samudra. Merapikan jaket pria itu kemudian balik berbisik, “Sayangnya, gadis itu bukan aku.”

Samudra mengangguk pelan, mungkin saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menjebak momy dari Satria, Angkasa dan Lintang, karena ia menyadari ada seseorang yang sedang mengawasi mereka berdua.

Dengan berat hati, ia terpaksa melepas Kejora begitu saja. Menatap nanar gadis yang begitu ia rindukan selama ini, hingga menghilang dari pandangan matanya.

Setelah itu, Samudra kembali menghampiri mobil. Sebelum meninggalkan tempat itu, ia menghubungi seseorang untuk membereskan orang yang sedang memata-matai-nya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Bunda HB

Bunda HB

Iku mata2 dari istrimu samudra,,,Semangat biar dpt ibu dan ank nya.😀

2023-12-18

2

Dlaaa FM

Dlaaa FM

Lanjutannnnnnn

2023-12-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!