Keliru

“Kenapa? Apa yang akan kau lakukan?” tanya Juan Pablo penuh selidik.

“Tidak ada,” jawab Alma enteng. “Ibuku selalu mengatakan, ‘jika kau ingin mengetahui karakter seorang pria, lihatlah apa yang ada di kamar pria itu.’ Bagaimana menurutmu?” Gadis cantik bermata abu-abu tersebut menatap Juan Pablo, dengan sorot tak dapat diartikan.

“Aku tidak pernah mengajak gadis manapun masuk ke kamarku. Kau yang pertama.” Juan Pablo mengulurkan tangan.

Tak ada penolakan sama sekali, Alma langsung menyambut serta menggenggam tangan Juan Pablo. Dia mengikuti langkah tegap pria berkulit cokelat itu menuju satu ruangan, yang merupakan kamar sang eksekutor.

“Aku tidak menyembunyikan barang-barang aneh di sini,” ujar Juan Pablo datar.

“Barang-barang aneh? Seperti apa, Juan?” Alma mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, yang tidak terlalu luas itu.

“Alien?” Juan Pablo menaikkan sebelah alis, setelah memberikan jawaban yang dirasa konyol kepada Alma. “Silakan kau nilai seperti apa karakterku. Beritahu aku nanti. Aku harus memasukkan mobil ke garasi.”

Alma yang tengah melihat-lihat isi kamar Juan Pablo, langsung menoleh. “Kau tidak akan mengantarku pulang?” tanyanya.

“Kurasa, kau tidak akan pulang terburu-buru.” Juan Pablo membalas tatapan Alma sesaat, sebelum memutuskan keluar kamar.

Alma yang tinggal sendirian di dalam kamar, kembali mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Rasa penasarannya akan sosok Juan Pablo, membuat gadis itu berbuat nekat. Padahal, seumur hidup baru kali ini dia memasuki kamar seorang pria.

Sebelum Juan Pablo kembali, Alma bergerak cepat. Dia mencari apa pun, yang bisa meyakinkan dirinya tentang sosok misterius tersebut. Alma membuka beberapa laci yang kebetulan tidak terkunci. Namun, tak ada sesuatu yang dirasa bisa menguatkan kecurigaan, bahwa Juan Pablo merupakan pria aneh atau mungkin seorang psikopat.

“Siapa kau sebenarnya, Juan?” gumam Alma berhenti sesaat, sambil kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sesaat kemudian, pandangan gadis itu tertuju ke langit-langit kamar. Alma melihat ada titik kecil yang mencurigakan.

Sebelum Juan Pablo kembali, gadis itu bergerak cepat mengambil kursi dari meja kerja minimalis di sudut ruangan. Alma berdiri di atas kursi sambil berjinjit. Dia berusaha meraih titik kecil tadi. “Aduh! Sulit sekali,” keluhnya.

Tak kehabisan ide, Alma mengambil tongkat baseball dari dekat lemari. Dengan tongkat tadi, dia berusaha menyentuh titik hitam di sudut langit-langit.

“Kau sedang apa?”

Terkejut, Alma yang tengah berjinjit jadi hilang keseimbangan. Dia terpelanting dan hampir jatuh ke lantai, andai Juan Pablo tak segera menangkap tubuhnya. “Ya, Tuhan!” Wajah gadis itu terlihat tegang. Selain karena hampir jatuh, dia juga tak menyangka bahwa Juan Pablo akan memergoki aksinya.

“Kau nakal sekali.” Juan Pablo menatap lekat Alma, yang masih berada dalam dekapannya.

Alma yang terkejut, segera menguasai diri. Gadis itu tersenyum lebar, demi menepiskan rasa canggung akibat ulahnya yang ketahuan. “Aku … aku sedang melakukan pengintaian,” ujar gadis itu asal.

Juan Pablo menautkan alis. “Pengintaian?”

“Ya. Siapa tahu kau menyembunyikan sesuatu di balik plafon itu.”

“Sesuatu? Seperti apa?” Juan Pablo terlihat sangat serius menanggapi ucapan Alma.

Alma menggerakkan mata ke kanan dan kiri secara beraturan. “Seorang gadis," ujarnya seraya mengernyitkan kening.

“Seorang gadis?” Juan Pablo mendongak sesaat, sebelum kembali mengarahkan perhatian kepada Alma yang tampak sangat menggemaskan. Pria tampan bermata hazel itu menggeleng pelan. Tiba-tiba, dia membopong si gadis, lalu membawa dan membaringkannya di tempat tidur.

Alma tertawa manja. Putri Jonathan Fletcher itu mulai nakal. Dia menarik tubuh tegap Juan Pablo, hingga makin mendekat padanya. Tak ada jarak lagi antara mereka berdua. Alma begitu menikmati, ketika dirinya dapat melihat paras tampan si pemilik rambut gelap tadi begitu dekat. Disentuhnya rahang kokoh Juan Pablo penuh perasaan.

Entah hubungan seperti apa yang terjalin antara dua sejoli itu. Tak ada kata-kata cinta atau ikrar penyatuan perasaan. Namun, mereka terlihat sangat menikmati kebersamaan, dari perkenalan singkat yang terjadi. Semua tergambar dari pertautan penuh gelora antara keduanya.

“Aku menyukai caramu menciumku, Juan,” ucap Alma pelan, setelah Juan Pablo menghentikan adegan ciuman antara mereka.

Juan Pablo tidak menyahut. Dia menatap Alma beberapa saat, sebelum kembali melu•mat mesra bibir gadis itu.

Namun, adegan manis tadi tak berlanjut lama, ketika terdengar dering panggilan di ponsel milik Alma. “Maaf,” ucap Alma pelan.

Tanpa berkata apa-apa, Juan Pablo menggulingkan tubuh ke sebelah Alma. Pria tampan dua puluh tujuh tahun tersebut menatap langit-langit, sambil mendengarkan Alma yang sedang berbicara dengan ibunya. Tak berselang lama, Juan Pablo memilih bangkit.

“Aku harus pulang, Juan,” ucap Alma penuh sesal. Sepertinya, dia masih ingin di sana.

Juan Pablo menoleh. Namun, pria itu tak mengatakan apa pun.

“Ayahku akan segera pulang dari Meksiko. Ibu tidak mau jika aku tak di rumah saat ayah datang,” jelas Alma, seraya beranjak turun dari tempat tidur. Dia merapikan penampilannya.

“Meksiko?” ulang Juan Pablo. Pria itu ikut berdiri.

Alma mengangguk. “Ada pekerjaan penting yang harus ayahku urus di sana ….” Alma tak melanjutkan kata-katanya. Dia menatap lekat Juan Pablo. Tiba-tiba, gadis cantik itu menghambur ke pelukan pria itu. Alma membenamkan wajah di dada sang eksekutor, yang bertugas menghabisi ayahnya.

“Kenapa?” tanya Juan Pablo bingung. Ragu, dirinya hendak membelai rambut panjang Alma yang tergerai menutupi punggung.

“Aku hanya ingin kau baik-baik saja, Juan,” jawab Alma, tetap membenamkan wajah di dada Juan Pablo.

Juan Pablo tak menyahut. Dia mencoba mencerna kata-kata gadis itu. “Memangnya kenapa?”

Belum sempat Alma memberikan jawaban, terdengar suara ketukan di pintu. Pedro berseru dari luar. “Apa kalian akan tetap di kamar?”

Juan Pablo mengembuskan napas panjang. Dia melepaskan dekapannya. Sebelum membuka pintu, pria itu sempat membelai pipi Alma, lalu kembali menciumnya. “Ayo.” Juan Pablo menuntun gadis cantik bermata abu-abu tersebut menuju pintu. “Maaf, Paman,” ucap Juan Pablo, saat mendapati Pedro sudah berdiri di depan kamar.

“Makan siang sudah siap sejak tadi. Apa kalian tidak lapar?” Pedro menatap Juan Pablo dan Alma secara bergantian.

“Alma harus segera pulang. Aku akan mengantarnya.” Juan Pablo menoleh sekilas pada gadis itu.

“Maafkan aku, Paman. Bagaimana jika lain kali kita makan siang bersama?” tawar Alma tak enak.

“Tentu, Nak. Datanglah kemari kapan pun kau mau,” balas Pedro, diiringi senyum hangat. Dia berbalik, meninggalkan kamar itu dengan diikuti Juan Pablo dan Alma yang saling berpegangan tangan.

Setibanya di ruang tamu, Alma berbisik kepada Juan Pablo. Rupanya, dia ingin ke kamar kecil. Juan Pablo segera mengantar gadis itu, lalu kembali ke ruang tamu di mana Pedro menunggu mereka.

“Kau menyukai gadis itu, Juan?” tanya Pedro pelan.

“Aku tidak tahu, Paman,” sahut Juan Pablo datar.

“Sepertinya, gadis itu menyukaimu,” ucap Pedro lagi.

Juan Pablo menggeleng pelan, lalu mengembuskan napas berat.

“Tak ada salahnya, meskipun terlalu berisiko,” ucap Pedro, seakan dapat mengartikan ekspresi anak asuhnya.

Juan Pablo kembali menggeleng. “Ini tidak benar, Paman. Alma adalah putri Jonathan Fletcher. Kau tahu bahwa aku harus menghabisi pria itu,” pelan tapi penuh penekanan, ucapan yang Juan Pablo tujukan kepada Pedro.

Namun, meski begitu, nyatanya Alma bisa mendengar perbincangan mereka.

Terpopuler

Comments

Aurizra Rabani

Aurizra Rabani

Rumit, antara perasaan dan pekerjaan

2023-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!