Bertahan Hidup

Juan Pablo menoleh. Dia menangkap beberapa bayangan tengah menuju ke arahnya. Anak itu mengalihkan perhatian ke sekitar, seakan mencari tempat bersembunyi. Namun, di koridor itu tak ada satu bagian pun yang menurutnya aman. Anak buah Ramos pasti akan menemukannya dengan mudah.

Seberapa kuat seorang Juan Pablo? Dia sadar bahwa dirinya hanya seorang anak berusia dua belas tahun. Tak mungkin melawan para pengawal Ramos yang berbadan tinggi besar, lagi bengis.

Tatapan Juan Pablo terkunci pada jendela kaca. Dia ingat dirinya ada di lantai dua. Namun, tak ada pilihan lain. Juan Pablo berlari ke jendela tadi, yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berada.

Bersamaan dengan itu, anak buah Ramos tiba di sana. “Hey!” Salah satu dari kelima pria yang baru tiba, berseru nyaring. Dia menunjuk ke arah Juan Pablo.

“Kejar anak itu!” Pria lain memberi perintah, sambil menggerakkan tangan sebagai isyarat. Dua dari kelima pria tadi bergegas mengejar Juan Pablo.

“Tembak saja dia!” seru pria lain.

Salah satu dari dua pria yang mengejar Juan Pablo, mengarahkan moncong pistol ke depan untuk membidik anak itu. Bersamaan dengan peluru yang dilesatkan dari sarangnya, Juan Pablo melompat. Dia menabrakkan tubuh pada jendela kaca, hingga pecah berhamburan. Juan Pablo menjatuhkan diri di atap genting, lalu berguling ke tanah.

Perjuangan Juan Pablo dalam melarikan diri belum selesai. Meskipun tubuhnya terasa sakit, tapi dia harus berusaha bangkit dan berlindung. Tembakan yang dilesatkan oleh anak buah Ramos dari jendela dengan kaca pecah tadi, terus menghujaninya. Salah satu timah panas itu, bahkan ada yang menggores lengan kecil Juan Pablo.

“Suruh penjaga pintu gerbang, agar menutup akses jalan keluar!” titah salah seorang anak buah Ramos, pada rekannya yang lain.

Dua dari kelima pria itu mengangguk. Mereka bergegas keluar.

Sementara itu, Juan Pablo terus berlari mencari jalan keluar sambil memegangi lengannya yang mengeluarkan darah. Juan Pablo harus mengendap-endap, menyembunyikan diri dari para penjaga yang sepertinya sudah mendapat instruksi untuk menangkapnya.

Juan Pablo bersembunyi di taman, di antara tumbuhan yang cukup rimbun. Anak itu bergerak sambil merunduk. Dia terus mengendap-endap, sampai dirinya tiba di halaman belakang. Anak itu mengedarkan pandangan. Namun, dirinya tak menemukan tempat untuk bersembunyi. Satu-satunya yang Juan Pablo lihat hanyalah pohon, yang menjadi tempat Juliana menggantung diri.

Sambil terus menahan sakit, Juan Pablo berlari cepat menuju pohon tadi. Dia begitu tangkas dan cekatan, saat bergerak naik hingga tiba di salah satu dahan. Anak itu duduk di sana, dengan posisi senyaman mungkin. Terlebih, rasa sakit di lengan membuatnya merasa tersiksa. Juan Pablo meringis, meski tak terlalu memedulikan darah yang keluar dari lukanya.

Dalam situasi seperti itu, datanglah seorang anak buah Ramos ke sana. Pria berpostur tinggi besar, yang bermaksud menyisir lokasi halaman belakang. Dia mengokang senjata ke segala arah sambil berusaha menajamkan penglihatan, karena suasana di tempat tersebut cukup gelap. Satu-satunya penerangan, hanya berasal dari lampu yang ada di taman. Itu juga berjarak cukup jauh, dari pohon tempat Juan Pablo bersembunyi.

“Aku tidak menemukan siapa pun di halaman belakang,” ucap pria tadi pada seseorang yang dia hubungi. “Aku akan kembali ke depan. Anak itu pasti tidak kemari,” ujarnya lagi, seraya mengakhiri panggilan. Setelah memasukkan ponsel ke saku, si pria yang berdiri di bawah pohon bermaksud hendak berlalu dari sana.

Akan tetapi, niat pria tadi terhenti, saat dirinya merasakan ada cairan yang jatuh ke kening. Pria itu mengusap, lalu mengendusnya. “Darah.” Dia langsung mendongak.

Belum sempat pria tinggi besar tadi mengarahkan pistolnya ke atas, Juan Pablo sudah lebih melompat dengan pisau yang ditujukan langsung ke wajah si pria.

“Aw!” Pekikan kencang pria itu terdengar jelas, dalam suasana sepi di halaman belakang.

Juan Pablo tak menyia-nyiakan kesempatan. Dia menghujamkan pisaunya berkali-kali, ke wajah pria yang sudah terkapar di tanah. Tanpa membuang waktu, anak itu mengambil pistol milik si pria. Dia juga mencuri ponsel dari dalam saku korbannya.

Walaupun harus merasakan sakit luar biasa, Juan Pablo berusaha tetap bertahan. Dia berlari menuju jalan keluar dari halaman belakang tadi. Kebetulan, anak itu mengetahui jalan rahasia yang biasa dia lewati, saat hendak keluar-masuk tempat tersebut.

Juan Pablo harus bergerak cepat, karena mendengar suara beberapa orang di belakangnya. Dia segera menyembunyikan diri, di dekat rumput hias yang tumbuh di sekeliling halaman belakang tadi. Meski tidak terlalu aman, tapi itu bisa sedikit menyamarkan keberadaannya.

Dari balik rerumputan setinggi dirinya, Juan Pablo terus mengawasi. Walaupun dalam gelap, anehnya anak itu seolah bisa melihat jelas setiap pergerakan lawan. Juan Pablo menghitung orang yang ada di halaman belakang. Dia lalu memandangi pistol yang dirinya genggam. Juan Pablo memainkan pelatuk senjata api tersebut.

Seumur hidup, inilah pertama kalinya Juan Pablo memegang senjata secara langsung. Dalam satu malam, dia sudah menghabisi dua orang dewasa dengan cara yang begitu brutal. Kali ini, ada benda berisi beberapa butir peluru dalam genggamannya.

Juan Pablo menoleh pada ponsel milik pria yang tadi dirinya habisi. Dia tak pernah memiliki benda secanggih itu. Sejurus kemudian, Juan Pablo kembali mengarahkan perhatian ke depan. Tak jauh dari tempatnya berada, tampak dua pria yang tentu saja tengah mencari keberadaannya. Kedua pria tadi berjalan semakin mendekat, ke rerumputan yang menjadi tempat Juan Pablo bersembunyi.

Seperti ada dorongan aneh dari dalam diri Juan Pablo. Anak itu mengarahkan pistol yang dipegangnya. Entah memiliki bakat terpendam atau apa, tapi dia tak terlihat canggung dalam menggunakan senjata api tadi. Juan Pablo menarik pelatuk perlahan, setelah membidik satu dari dua pria itu.

Sebutir peluru melesat, mengarah kepada salah satu anak buah Ramos. Tak sampai satu detik, Juan Pablo kembali melesatkan sebutir lagi. Kedua pria tadi langsung tumbang, dengan luka tembak di kepala.

“Luar biasa,” ucap Juan Pablo pelan. Dia sendiri tak percaya, atas apa yang sudah dilakukannya.

Sebelum pengawal Ramos yang lain datang, Juan Pablo bergegas keluar dari tempat persembunyiannya.

Sambil menahan sakit di lengan, anak itu berlari menuju pintu keluar rahasia, yang biasa dia gunakan saat keluar-masuk halaman belakang kediaman megah sang tuan tanah. Juan Pablo terus berlari. Dia mengabaikan darah yang terus mengucur dari lukanya.

Sementara itu, malam akan segera berganti pagi. Entah ke mana tujuan Juan Pablo saat ini. Satu yang pasti, dia hanya ingin berlari sejauh mungkin dari area perkebunan milik Ramos. Namun, makin lama tubuhnya semakin lemah. Dia sudah kehilangan cukup banyak darah. Juan Pablo tak sanggup lagi melanjutkan langkah. Kepalanya terasa pusing, dengan pandangan berkunang-kunang.

Juan Pablo mencoba bertahan. Dia berjalan sambil merayap pada dinding. Akan tetapi, itu tak berhasil membantunya. “Ibu … Juliana ….” Kedua mata Juan Pablo mendelik ke atas, sebelum akhirnya roboh di trotoar jalan.

...----------------...

Entah berapa lama Juan Pablo tak sadarkan diri. Perlahan, anak itu membuka mata. Dia mendapati dirinya telah berada di tempat yang teramat asing.

“Kau sudah siuman?” Terdengar suara seorang pria yang berjalan mendekat, lalu duduk di tepian tempat tidur.

“Anda siapa” tanya Juan Pablo.

“Namaku Pedro Alcarez.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!