Di Persimpangan

Alma tersentak mendengar ucapan Juan Pablo. Gadis itu sadar, bahwa dirinya berada di tempat yang salah. Dia juga telah berurusan dengan seseorang, yang tak patut untuk dirinya dekati.

“Itukah dirimu, Juan? Kau memang pembunuh yang ayahku cari,” gumam Alma teramat pelan, sambil berdiri di balik dinding yang menyembunyikan tubuh rampingnya. Meski begitu, Alma tidak boleh memperlihatkan rasa terkejut di depan Juan Pablo ataupun Pedro. Dia harus berpura-pura.

Alma sengaja berdehem pelan, sebagai pertanda bahwa dirinya akan menghampiri kedua pria yang tengah berbincang serius tadi. Gadis itu memperlihatkan senyum hangat nan manis kepada Juan Pablo dan Pedro, yang langusng menoleh ke arahnya. “Aku sudah selesai,” ucap Alma berusaha terlihat biasa saja.

“Mari kuantar.” Juan Pablo mengulurkan tangan kepada gadis itu.

Tak ingin membuat Juan Pablo dan Pedro curiga, Alma menyambut uluran tangannya sambil tersenyum manis. “Aku pulang dulu, Paman. Semoga kau cepat sembuh,” pamit Alma, sebelum berlalu dari hadapan Pedro yang membalasnya dengan anggukan pelan.

Tak berselang lama, Mustang hitam klasik milik Juan Pablo melaju tenang meninggalkan kediaman Pedro.

Sepanjang perjalanan, Alma terdiam. Dia memikirkan Juan Pablo. Seseorang yang akan menghabisi nyawa sang ayah. Sementara, dirinya justru tertarik pada pria dengan sorot serta ekspresi datar tersebut.

“Kenapa kau membeli mobil seperti ini, Juan?” tanya Alma, memecah kebisuan antara dirinya dengan Juan Pablo.

“Karena aku suka,” jawab Juan Pablo asal, seakan tak dipikir terlebih dulu.

“Apa kau selalu melakukan apa yang dirimu sukai?” tanya Alma lagi. Sebenarnya, gadis itu mulai tak nyaman.

“Tidak selalu,” jawab Juan Pablo, seraya menoleh sekilas kepada Alma. “Tak jarang, aku harus melakukan banyak hal karena terpaksa.”

“Kenapa harus kau lakukan jika terpaksa?” Alma seakan tengah menginterogasi pria tampan di balik kemudi tadi.

Juan Pablo tak segera menjawab. Tatapan pria itu tertuju ke depan. Entah bagaimana caranya, dia bisa benar-benar fokus. Padahal, di sebelahnya ada seorang gadis yang telah berhasil membuat pikiran serta perhatian si pemilik mata hazel tersebut, jadi sedikit buyar.

Hembusan napas berat dan dalam, meluncur dari bibir berkumis tipis Juan Pablo. Dia mengarahkan kemudi ke jalur perumahan tempat tinggal Alma. Namun, pria itu tak mengantarnya hingga ke depan rumah asli gadis itu.

“Terkadang, kau hidup dalam situasi yang tak menguntungkan. Tak ada pilihan bagimu, selain kata terpaksa. Lakukan, atau kau akan menjadi pecundang menyedihkan.” Juan Pablo menghentikan laju kendaraan, di tempat dirinya menurunkan Alma beberapa hari yang lalu. “Turunlah. Jangan sampai ibumu cemas karena kau tak kunjung pulang.”

Tatapan sepasang mata hazel Juan Pablo, terasa begitu lain bagi Alma. Gadis itu menjadi bimbang. Dia ingin menolak semua rasa takut, akibat perkataan Juan Pablo yang tadi dirinya dengar. Namun, itulah jawaban dari semua pertanyaan selama ini.

“Juan.” Suara Alma terdengar begitu lirih dan lembut.

Juan Pablo tak menyahut. Namun, tatapan pria asal Meksiko tersebut menjadi isyarat mendalam bagi Alma. Untuk kesekian kalinya, kedua sejoli itu kembali berciuman mesra.

“Terima kasih,” ucap Alma pelan, setelah melepaskan pertautan mereka. “Selamat tinggal.” Alma membuka pintu, lalu bergegas keluar dari kendaraan. Dia berdiri beberapa saat, hingga Mustang hitam milik Juan Pablo berlalu dari hadapannya.

Tanpa terasa, air mata menetes membasahi pipi mulus Alma. Ada perasaan sakit yang begitu menyesakkan dada. Alma telah jatuh cinta pada sosok Juan Pablo. Namun, dia tak akan terima, jika pria itu menghabisi nyawa sang ayah. Bagaimanapun juga, Jonathan Fletcher adalah cinta sejati seumur hidupnya.

Dengan langkah gontai, Alma menyusuri trotoar perumahan. Beberapa saat kemudian, gadis itu tiba di depan kediamannya. Sebelum masuk, dia menghapus air mata hingga tak tersisa. Alma menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. “Tenangkan aku Tuhan.” Selesai berkata demikian, si pemilik mata abu-abu itu menekan bel.

“Ah! Akhirnya kau pulang juga, Sayang.” Juliana menyambut hangat sang putri, lalu mengajaknya masuk. “Ayahmu baru tiba beberapa saat yang lalu,” bisik wanita berdarah Meksiko tersebut, sambil menggandeng lengan Alma ke ruang makan. Di sana, sudah ada Jonathan yang telah siap bersantap siang.

“Dari mana, Nona Fletcher?” tanya Jonathan, saat melihat Alma duduk di salah satu kursi.

“Pergi bersenang-senang, selagi Ayah tidak di rumah,” jawab Alma seenaknya.

“Sayang!” tegur Juliana, dengan tatapan penuh isyarat. Dia tak suka sang putri memberi jawaban demikian kepada Jonathan. “Katakan pada ayahmu, bahwa kau habis menjenguk Stacy di rumah sakit.”

“Siapa itu Stacy?” tanya Jonathan kepada sang istri.

“Bukan siapa-siapa, Ayah. Dia hanya seorang teman menyebalkan, yang kemarin mengalami kecelakaan lalu lintas. Jujur saja, aku senang mendengar kakinya patah. Dengan begitu, dia tak akan menyombongkan diri lagi.” Entah apa yang terjadi pada Alma. Gadis itu terlihat sangat aneh di mata Juliana dan Jonathan.

“Ada apa denganmu, Sayang?” tanya Juliana heran bercampur penasaran.

“Aku hanya ingin tidur siang, Bu. Itu saja.” Alma tak bisa menyembunyikan rasa gelisahnya. Namun, dia juga tidak dapat mengatakan apa-apa tentang Juan Pablo. Jauh di lubuk hati gadis itu, dirinya tak ingin terjadi sesuatu yang buruk terhadap pria asal Meksiko tersebut. Meskipun, Juan Pablo akan menghabisi sang ayah.

Jonathan menatap lekat putri semata wayangnya. Dia seperti tengah menganalisis gadis itu secara detail. Sang agen sadar, bahwa ada sesuatu yang Alma sembunyikan. “Pergilah ke kamarmu, Alma. Kita akan bicara lagi nanti,” ucap pria berambut cokelat tersebut.

Alma tidak menyahut. Dia langsung berdiri, lalu meraih ransel kecil yang selalu dibawa ke manapun dirinya pergi. Tanpa banyak bicara, gadis cantik bermata abu-abu itu beranjak dari meja makan. Alma melangkah lesu menuju tangga.

“Ada apa dengan gadis itu?” Juliana menggeleng tak mengerti.

“Sudahlah. Biarkan saja. Mungkin dia sedang PMS,” celetuk Jonathan sambil menikmati santap siangnya.

“Hey! Kau mengerti hal seperti itu.” Juliana menautkan alis.

“Jangan lupa, aku menghadapimu setiap bulan saat sedang PMS,” ujar Jonathan enteng.

Sementara itu, Alma langsung mengempaskan tubuh ke tempat tidur. Dia menumpahkan air mata di bantal. Alma menangis sepuasnya di sana, hingga gadis itu tertidur. Alma baru terbangun, ketika jam digital sudah menunjukkan pukul 20.45.

Alma bangkit, lalu terduduk sebentar sambil memijat kening. Kepalanya terasa pusing, sebab dia tidur siang terlalu lama.

Hembusan napas berat meluncur dari bibir Alma. Gadis itu menyentuh perutnya yang lapar. Dia belum makan sejak siang. Setelah kesadarannya terkumpul sempurna, barulah Alma memutuskan turun dari tempat tidur.

Alma melawan rasa malas, saat keluar dari kamar. Si pemilik mata abu-abu itu melangkah lesu menyusuri koridor menuju tangga. Dia hendak ke lantai satu, untuk mengambil makanan. Namun, saat tiba di ruang makan, Alma hanya mengambil buah-buahan dalam satu wadah. Rencananya, dia akan menyantap semua yang dibawa tadi di dalam kamar.

Setelah selesai mengisi botol minuman dengan air putih, Alma memutuskan kembali ke kamar. Namun, sebelum menaiki undakan tangga, dia mendengar percakapan sang ayah dengan seseorang di telepon.

“Aku sudah melacak nama Pedro Alcarez. Namun, pria itu tercatat sudah lama meninggalkan Meksiko. Ini akan lebih mudah, sebab dia ada di Amerika,” ucap Jonathan diiringi senyum puas.

Terpopuler

Comments

Aurizra Rabani

Aurizra Rabani

apa karena masalah ini hingga juan terdampar di itali

2023-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!