A Cup of Coffee

“Kopi?” Juan Pablo menautkan alis.

Alma tersenyum. “Jangan katakan jika Anda tidak minum kopi,” ujar gadis itu seraya mengernyitkan kening.

“Aku suka kopi, tetapi tidak dengan tempat minuman itu dijual,” balas Juan Pablo datar.

Seketika, Alma menatapnya heran. Gadis cantik bermata abu-abu itu menautkan alis. Beberapa saat kemudian, putri Jonathan Fletcher tersebut manggut-manggut. Sepertinya, dia mulai memahami sesuatu. “Baiklah, Tuan. Aku punya ide bagus,” ucap Alma diiringi senyum lebar. “Bagaimanapun juga, aku harus memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih,” ujarnya.

“Keripik kentang yang kau berikan tadi belum kubuka.” Juan Pablo menaikkan sebelah alisnya.

“Sudahlah. Lupakan keripik kentang itu.” Alma memberi isyarat, agar Juan Pablo mengikutinya. Gadis itu berjalan sedikit tergesa-gesa menuju sebuah cafe. “Tunggulah di sini. Aku akan membelikanmu kopi. Dengan begitu, Anda tidak perlu masuk ke sana.” Tanpa menunggu jawaban dari Juan Pablo, Alma langsung masuk sedangkan Juan Pablo berdiri menunggu. Entah mengapa, dia harus menuruti gadis itu.

Beberapa saat kemudian, Alma kembali dengan dua cup kopi berlabel nama cafe tempat minuman berkafein tadi dijual. Dia memberikan satu kepada Juan Pablo. “Mari,” ajak gadis cantik itu, kemudian melangkah tenang di trotoar sambil meneguk kopinya. “Aku baru beberapa bulan tinggal di kota ini,” ucap Alma tanpa ditanya.

“Kau tinggal di mana sebelumnya?” Juan Pablo menoleh sekilas, lalu meneguk kopi yang Alma belikan tadi.

“Di mana-mana,” jawab Alma enteng. “Maksudku, kami pernah tinggal di Meksiko. Setelah itu pindah ke New York, lalu sekarang berada di sini. Pekerjaan ayahku membuat putrinya jadi kesulitan memiliki teman. Sejujurnya, aku benci itu.” Alma kembali meneguk kopinya.

“Apa pekerjaan ayahmu?” tanya Juan Pablo lagi. Ini akan menjadi kesempatan emas baginya, di saat dia kesulitan mendapat informasi mendalam tentang Jonathan Fletcher.

“Ayahku?” Alma tertegun, lalu mengalihkan perhatian pada pria berpostur tinggi tegap di sebelahnya. Gadis cantik itu tersenyum manis. Begitu manis, sampai-sampai Juan Pablo tak dapat menikmati rasa asli dari kopi yang diteguknya barusan.

“Ayahku adalah seorang pahlawan super. Meskipun dia tidak memiliki kekuatan khusus, tetapi aku yakin ada banyak orang yang terbantu dan bahkan merasa terlindungi olehnya. Ya. Dia seorang pelindung. Walaupun, terkadang dirinya membuatku merasa seperti berada dalam kotak kaca. Namun, aku tahu semua itu demi kebaikanku.”

“Kau merasa terkekang?” Tak biasanya, Juan Pablo berbicara banyak pada seorang wanita.

“Apakah menurutmu itu merupakan suatu kekangan?” Alma tertawa pelan. Gadis cantik tadi terdiam sejenak. Sesaat kemudian, barulah dia kembali mengatakan sesuatu. “Terkadang, aku ingin sekali membuat banyak kenakalan seperti yang gadis-gadis seusiaku lakukan. Namun, aku tidak pernah mendapat kesempatan.”

Alma menoleh kepada Juan Pablo. Dia menatap lekat pria tampan berkulit eksotis tersebut. “Biar kuberitahukan sesuatu padamu, Tuan,” ucapnya setengah berbisik.

Juan Pablo tidak menanggapi. Namun, ekor matanya mengarah kepada gadis bermata abu-abu tadi.

“Aku pernah mencicipi minuman beralkohol. Aku juga tahu rasanya mengisap rokok. Keduanya ternyata tidak enak.” Alma meringis kecil.

“Hanya itu?” pancing Juan Pablo. Dia menghadapkan tubuh kepada Alma yang tengah memandang ke arahnya. Juan Pablo menatap lekat gadis cantik tadi. Alma memang terlihat sangat luar biasa. Muda, ranum, begitu manis dengan senyumnya yang tak terlupakan. Pancaran dari sepasang mata abu-abunya pun seakan menerangi isi hati sang eksekutor berjuluk Elang Rimba tersebut. “Kau tidak pernah melakukan sesuatu yang jauh lebih menantang dari itu?” tanya Juan Pablo datar, tanpa mengalihkan perhatiannya dari Alma.

Alma terdiam beberapa saat, seakan tengah memikirkan jawaban yang akan dia berikan. Gadis itu juga harus berjibaku dengan debaran dalam dada yang tiba-tiba menggila. Begitu kuat. Menghentak penuh energi sehingga membuat Alma tak kuasa mengendalikan diri. Harus dia akui bahwa pria di hadapannya itu teramat seksi dan memesona. Walaupun Juan Pablo terkesan dingin dalam bersikap.

“Aku ingin sekali melakukan sesuatu yang gila,” ucap Alma, setelah beberapa saat terdiam. Dia memegangi cup kopi dengan tangan kiri, saat melihat Juan Pablo melakukan hal yang sama. Gadis itu bergerak semakin mendekat. “Bolehkah?” tanya Alma pelan.

Akan tetapi, bukan jawaban yang Alma dapatkan. Gadis itu memejamkan mata, ketika Juan Pablo meraih tengkuknya, lalu menahan beberapa saat. Tentu saja, Alma tak akan pergi. Dia justru menikmati perlakuan tak terduga dari pria yang baru dirinya temui beberapa saat lalu.

Alma membalas dengan menyentuh lembut rahang kokoh Juan Pablo, saat pria tampan berambut gelap tersebut mere•mas pelan rambut panjang yang menutupi lehernya. Sementara itu, tangan kiri masing-masing masih memegang cup kopi.

Hingga beberapa saat, adegan itu terus berlangsung. Keduanya tak peduli, meskipun ada banyak orang yang berlalu lalang di dekat mereka. Dua sejoli itu saling menautkan bibir, meresapi nikmatnya pertautan yang baru pertama kali dilakukan.

Beberapa saat kemudian, Juan Pablo mengakhiri lu•matannya dengan gigitan kecil di bibir bawah Alma. Pria tampan berdarah Meksiko tersebut mengembuskan napas berat.

Alma tersenyum manis. Dia tak pernah menyangka bahwa dirinya berani melakukan kegilaan seperti tadi. Kegilaan? Ya, tentu saja. Alma berciuman dengan pria yang tidak dirinya kenal, di pinggir jalan dengan orang ramai berlalu-lalang. “Astaga,” ucap gadis cantik itu pelan.

Tanpa diduga, Juan Pablo pun menyunggingkan senyuman kecil. “Mari kuantar pulang,” ucapnya.

Alma tidak menolak. Gadis itu mengangguk setuju. Mereka kembali berjalan di trotoar sambil menikmati sisa kopi yang menjadi saksi bisu adegan manis tadi.

“Siapa namamu?” tanya Juan Pablo seraya terus berjalan menuju mobilnya terparkir.

“Alma.” Gadis cantik itu menoleh, lalu tersenyum. “Alma Riley Fletcher. Lalu, siapa namamu?” Dia balik bertanya.

Juan Pablo menggumam pelan, sebelum memberikan jawaban. “Juan,” jawabnya singkat.

“Hanya Juan?” Alma menautkan alisnya.

“Ya. Hanya Juan.” Pria tampan bermata hazel itu menegaskan.

“Kau seperti pria latin. Apakah itu benar?” tanya Alma lagi.

“Tebak saja sendiri.” Juan Pablo menoleh sekilas, lalu tersenyum samar. Lengkungan yang segera menghilang, saat mereka tiba di dekat Mustang hitam klasik miliknya. “Kau yakin ingin kuantar pulang?” tanya Juan Pablo, sebelum membukakan pintu untuk Alma.

Alma tersenyum. Gadis itu mengangguk yakin.

“Baiklah.” Juan Pablo mempersilakan Alma masuk ke mobilnya. Setelah gadis itu duduk dan memasang sabuk pengaman, dia berjalan ke pintu sopir. “Katakan, di mana alamat rumahmu?” tanyanya sambil menyalakan mesin mobil.

Tanpa ragu, Alma menyebutkan alamat yang terletak tak jauh dari tempat mereka berada saat ini.

Juan Pablo langsung menginjak pedal gas. Mustang hitam klasik milik pria tampan yang merupakan sniper andal itu, melaju cepat membelah jalanan. Tatapan Juan Pablo terfokus ke depan. Begitu tajam dan terarah, seakan tak teralihkan. Dalam hati pria asal Meksiko tersebut merasa lega, karena pekerjaannya kali ini teramat mudah dan menyenangkan.

Namun, Juan Pablo dan Alma terlalu larut dalam nuansa indah. Mereka tidak menyadari, bahwa sejak tadi ada seseorang yang mengawasi apa yang keduanya lakukan. Seorang pria tersenyum sambil menggeleng tak percaya, saat melihat foto yang diambilnya secara diam-diam. “Kau akan terkejut saat melihat ini, sahabatku,” ucap si pria. Dia mengirimkan gambar berisi adegan ciuman antara Alma dengan Juan Pablo, ke nomor kontak bernama Jonathan Fletcher.

Terpopuler

Comments

Aurizra Rabani

Aurizra Rabani

hmm manis

2023-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!