Kandang Tuan Fletcher

“Kau tinggal di sini?” tanya Juan Pablo. Dia menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan, depan rumah bergaya Amerika yang dihiasi beberapa jenis bunga.

“Um … iya,” jawab Alma singkat.

“Baiklah. Selamat sore.” Juan Pablo tak banyak bicara lagi.

“Selamat sore,” balas Alma. “Terima kasih untuk hari ini,” ucap gadis cantik itu.

Kedua sejoli tadi saling beradu pandang selama beberapa saat, sehingga menghadirkan suasana syahdu seperti tadi.

Perlahan, Juan Pablo menyentuh lembut pipi Alma. Dia mendekatkan wajah. Dua insan yang baru berbicara beberapa jam lalu itu, kembali berciuman.

“Apa kau menyukainya?” tanya Alma, tanpa membuka mata. Gadis itu menikmati embusan hangat napas Juan Pablo di paras cantiknya.

“Ya,” jawab Juan Pablo singkat. Dia menjauhkan wajahnya dari Alma. Juan Pablo belum lupa, bahwa dirinya memiliki misi khusus terhadap Jonathan Fletcher. Dia harus segera menyelesaikan misi tersebut, agar Jacob memberikan bayaran yang menjadi haknya. “Aku harus segera pulang. Pamanku sedang sakit,” ucap Juan Pablo beralasan.

Alma memainkan bibir bawah, yang tadi sempat digigit pelan oleh Juan Pablo. Sesuatu yang terasa begitu menyenangkan dan teramat sensual, bagi dirinya yang belum pernah berciuman. Pembatasan dari sang ayah, membuat Alma menjadi perawan berbeda di antara yang lainnya.

“Selamat tinggal,” ucap Alma seraya membuka pintu mobil. Dia tersenyum manis sebelum keluar. Gadis itu melambaikan tangan, sambil berdiri di trotoar. Sepertinya, dia menunggu terlebih dulu, hingga Juan Pablo membawa pergi Mustang klasik-nya dari sana.

Sesaat kemudian, Juan Pablo melajukan mobil hitam tadi. Sesekali, dia menoleh ke spion, di mana dirinya dapat menangkap bayangan Alma yang berjalan ke arah lain. Sudah Juan Pablo duga, bahwa rumah tempat mereka berhenti tadi bukanlah kediaman milik Jonathan Fletcher.

Setelah berada dalam jarak cukup jauh, pria tampan berkulit cokelat itu segera menghentikan kendaraan. Juan Pablo menepi, lalu keluar dari sana. Dia berjalan kembali ke tempat dirinya meninggalkan Alma. Juan Pablo masih ingat, ke mana gadis itu pergi. Langkah cepat Juan Pablo, membuatnya dapat menyusul serta mengikuti putri Jonathan Fletcher, melewati beberapa blok yang jaraknya cukup jauh dari tempat dia menurunkan gadis itu.

Sesaat kemudian, Alma berhenti di depan rumah berlantai dua, dengan dominasi warna putih. Sebelum masuk, gadis cantik bermata abu-abu tersebut sempat mengedarkan pandangan. Dia mungkin takut, jika ada seseorang yang mengikutinya. Setelah merasa aman, barulah Alma melanjutkan langkah melewati halaman berumput, lalu menekan bel.

Tak berselang lama, seorang wanita berpakaian pelayan membukakan pintu. Dia mempersilakan gadis itu masuk.

“Hm.” Juan Pablo menggumam pelan. Sepasang mata elangnya mengarah tajam dan begitu fokus, pada rumah yang baru dimasuki Alma. “Rupanya di sini kandangmu, Tuan Fletcher?” seringai Juan Pablo, sambil menyandarkan lengannya pada sebatang pohon oak rindang yang tumbuh di seberang rumah. Dia merogoh bungkus rokok dari dalam saku jaket, lalu mengambil sebatang. Setelah menyulutnya, Juan Pablo kembali mengawasi kediaman Jonathan. Selain itu, sang eksekutor berjuluk Elang Rimba juga mengamati keadaan sekitar perumahan tadi.

Juan Pablo harus menguasai medan, sebelum melancarkan aksinya. Ada banyak hal yang wajib dia perhitungkan, agar pekerjaan yang dilakukan tidak gagal dan justru membuat dirinya berada dalam bahaya.

Asap tipis mengepul, dari rokok yang Juan Pablo isap. Hingga beberapa saat lamanya, pria itu berdiri di sana sambil terus mengawasi. Tak berselang lama, sebuah SUV hitam berhenti di depan rumah itu. Seorang pria yang tak lain adalah Jonathan Fletcher, keluar dari sana. Dia membukakan pintu penumpang untuk sang istri, Juliana.

Melihat kehadiran pria itu, Juan Pablo sedikit menyembunyikan diri agar tidak terlihat jelas. Namun, pria berdarah Meksiko tersebut tetap mengawasi.

Jonathan melangkah gagah ke dalam rumah. Pria itu berjalan agak terburu-buru. Sepertinya, ada sesuatu yang harus segera dia selesaikan. “Alma!” panggil pria yang berprofesi sebagai agen federal tersebut. “Alma!” serunya sekali lagi.

“Tenangkan dirimu, Sayang,” tegur Juliana.

“Bagaimana aku bisa tenang, saat melihat putrimu ….”

“Ayah? Kau memanggilku?” Alma sudah berdiri di undakan anak tangga.

Mendengar suara Alma, Jonathan langsung menoleh. Pria itu manggut-manggut, lalu berjalan menghampiri sang putri yang tak tahu bahwa dirinya sedang dalam masalah besar. “Kapan kau pulang?” tanya Jonathan serius.

Melihat ekspresi sang ayah, membuat Alma merasa was-was. Gadis itu menegakkan tubuh, tanpa turun dari undakan anak tangga. “Aku baru tiba beberapa saat yang lalu,” jawab Alma. Raut wajahnya menyiratkan keraguan. Sekilas, dia melirik sang ibu. Alma seakan meminta penjelasan, pada wanita dengan penampilan rapi tersebut.

“Dengan siapa kau pulang?” tanya Jonathan lagi penuh selidik

“Sendiri,” jawab Alma yakin, karena memang itulah yang sebenarnya. “Periksa saja kamera pengawas di depan. Kau tidak akan menemukan siapa pun selain aku, Ayah,” tegas gadis itu percaya diri.

“Baiklah.” Jonathan kembali manggut-manggut. Sesaat kemudian, pria itu mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. “Lalu, siapa pria ini?” tanyanya, sambil menunjukkan foto yang memperlihatkan adegan ciuman Alma dengan Juan Pablo.

Seketika, Alma terbelalak tak percaya. Gadis itu terkejut luar biasa. “Um … dari mana kau mendapatkan foto itu?” tanyanya. Alma lalu mengarahkan perhatian kepada Juliana. “Kalian berpura-pura pergi, padahal memata-mataiku?” tukasnya.

“Tentu saja tidak, Sayang,” bantah Juliana. “Kami memang pergi ke acara masing-masing. Ayahmu mendapatkan foto itu dari salah seorang rekannya, yang kebetulan menangkap penampakan … astaga. Kau berciuman di pinggir jalan raya, di mana ada banyak orang berlalu lalang.” Juliana mengembuskan napas panjang.

“Katakan, siapa pria itu?” tanya Jonathan lagi setengah mendesak.

“Bukan siapa-siapa,” jawab Alma seraya membalikkan badan. Dia memilih kembali ke lantai atas.

“Kita belum selesai, Nona!” seru Jonathan, yang membuat Alma seketika menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh, dari undakan anak tangga teratas. “Katakan siapa pria itu, atau aku akan mencari tahu sendiri dengan caraku,” gertak Jonathan.

Alma menggeleng samar. “Katakan pada suamimu, Bu. Aku sudah dewasa. Aku berhak untuk bersenang-senang!” protes gadis itu kepada Juliana.

“Aku yakin ayahmu mendengarnya,” sahut Juliana tenang.

“Dia mendengar, tapi tidak pernah mencoba untuk memahami! Tuan Fletcher adalah pria paling menyebalkan yang pernah kukenal!” Kesal, Alma bergegas melanjutkan langkah menuju kamarnya. Dia tak peduli, meski sang ayah terus memanggil, bahkan menyusulnya. Alma langsung masuk kamar, menutup rapat pintu ruang favoritnya tadi.

“Buka pintunya, Alma!” Jonathan menggedor tidak terlalu kencang. “Kau yang memilih, Nona. Itu artinya, dirimu setuju dengan opsi kedua. Baiklah. Aku akan segera menemukan pria itu. Secepatnya!” tegas Jonathan. Dia sudah berhenti menggedor pintu kamar Alma.

Alma sangat mengetahui karakter sang ayah. Jonathan pasti akan membuktikan kata-katanya. Pria itu akan memburu Juan Pablo hingga ditemukan.

“Oh, tidak!” Alma membalikkan badan. Gadis itu segera membuka pintu. Dia mendapati ayahnya masih berdiri di depan kamar.

Seulas senyuman tersungging di bibir Jonathan. Bagaimanapun juga, dia sangat mengenal karakter putrinya. “Bagaimana?” Pria itu menaikkan sebelah alis.

Alma tak langsung menjawab. Ini adalah situasi yang sangat menyebalkan. Namun, dia tak ingin jika sang ayah memperlakukan Juan Pablo seperti para penjahat, yang pernah pria itu buru. “Namanya Juan,” ucap Alma terpaksa.

“Juan?” ulang Jonathan.

“Ya. Juan. Kami bertemu beberapa jam yang lalu.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!