Killer X : Assassins Alliance
Tequila, Jalisco
“Ikut kami! Tuan Ramos ingin kau segera menemuinya!” Dua pria berbadan tinggi besar, tiba-tiba masuk ke kamar yang ditempati Juliana dan sang adik, Juan Pablo.
“Aku ingin makan malam dulu.” Juliana yang sudah duduk menghadapi menu sederhana bersama adiknya, langsung berdiri.
“Kau sudah tahu bagaimana watak Tuan Ramos! Jika dia ingin sekarang maka artinya sekarang!” tegas salah seorang dari dua pria tinggi besar tadi.
“I-iya, ta-tapi ….” Juliana menoleh kepada Juan Pablo, adik satu-satunya yang masih berusia dua belas tahun. Anak itu duduk bersila, sambil menatap kedua pria yang memaksa sang kakak agar ikut. “Biarkan aku menemani Juan makan terlebih dulu. Hanya sepuluh menit, Tuan,” pinta Juliana setengah mengiba.
Namun, kedua pria tadi tak menggubris permohonan Juliana. Salah satu dari mereka mencekal lengan wanita muda berusia dua puluh satu tahun itu, lalu menyeretnya keluar dari kamar.
“Lepaskan kakakku!” Juan Pablo yang menyaksikan adegan tak elok tadi, segera berdiri gagah. Meski tubuhnya kecil dan kurus bagai tak pernah diberi makan, tapi anak itu menunjukkan sikap seakan hendak menantang kedua pria tinggi besar, yang berusaha membawa sang kakak. Juan Pablo bahkan maju dan berniat mencegah. “Jangan sentuh kakakku!” Dia hendak menggapai tangan Juliana.
Namun, dengan sekali empasan saja dari salah satu pria tinggi besar tadi, tubuh kurus Juan Pablo langsung terpental menabrak lemari kayu.
“Tidak! Jangan sakiti adikku!” pekik Juliana histeris, melihat Juan Pablo yang berusaha bangkit meski tampak sangat kesakitan.
Tak ingin menyerah dengan mudah, Juan Pablo kembali maju karena Juliana sudah berhasil dibawa paksa keluar kamar. Akan tetapi, belum sempat anak itu mencapai pintu, pria yang tadi mengempaskan tubuhnya segera mencegah. Kali ini, satu tendangan mendarat di perut Juan Pablo. Anak berusia dua belas tahun tersebut kembali terpental, dengan rasa sakit yang lebih hebat dibanding sebelumnya.
Sebelum Juan Pablo bangkit dan kembali maju, pria tadi langsung beranjak meninggalkan kamar itu. “Anak ingusan! Cuih! Diam di tempatmu atau kuhabisi kau!” gertak si pria seraya membanting pintu.
Sepeninggal mereka, Juan Pablo berusaha bangkit. Dia mengabaikan rasa sakit di tubuhnya. Anak itu tak tahu ke mana mereka membawa Juliana. Juan Pablo kecil hanya bisa duduk sambil memeluk kedua lutut, hingga tanpa sadar dirinya tertidur di lantai tanpa makan malam terlebih dulu.
Malam terasa cepat berlalu. Juan Pablo membuka mata, saat mendengar seseorang menggedor pintu kamar yang ditempatinya bersama sang kakak. Dia yang tidur meringkuk di lantai, segera terjaga. Anak kecil berambut gelap tadi bergegas menuju pintu. Juan Pablo mengira, bahwa Juliana telah kembali. Namun, dia harus menelan kekecewaan karena yang datang bukanlah sang kakak.
“Ayo, Juan. Kau harus ikut denganku!” ajak seorang anak seusia Juan Pablo. Tanpa menunggu jawaban, anak kecil tadi langsung menarik tangan Juan Pablo agar mengikutinya.
Mereka berjalan dengan setengah berlari, hingga tiba di halaman belakang bangunan megah milik Ramos Guajardo, sang pemilik perkebunan tequila tempat biasa Juan Pablo bekerja membersihkan kandang kuda.
Seketika, napas Juan Pablo kecil seperti tercekat di tenggorokan. Ada beberapa orang yang berkerumun di sana. Mereka tengah melihat sesosok tubuh yang tergantung di dahan pohon, dengan tali menjerat leher. Sosok yang tak lain adalah Juliana. Gadis itu diperkirakan sudah tewas beberapa jam lalu.
“Julia!” seru Juan Pablo. Tanpa banyak bicara, dia naik ke pohon tadi. Tangkas dan sangat cekatan, Juan Pablo bagai seekor kera. Dia begitu lincah meniti dahan, lalu melepaskan tali yang menjerat leher sang kakak. Namun, di bawah tak ada satu pun yang berani membantu menangkap jasad Juliana. Alhasil, tubuh yang sudah kaku tadi terjatuh ke tanah.
Juan Pablo tak memedulikan hal itu. Dia segera turun, kemudian melepas tali yang melingkar di leher sang kakak. Sepasang mata hazelnya memeriksa setiap inci dari mayat wanita muda tersebut, hingga dia melihat darah yang sudah mengering di kaki. Darah kering itu mengalir dari paha ke betis.
Diam. Juan Pablo mencoba mencerna apa yang terjadi pada Juliana. Dia terlalu kecil untuk memahami semua itu.
......................
Sore yang mendung telah berganti gerimis cukup lebat. Juan Pablo berdiri di hadapan pusara sang kakak, yang basah tersiram air hujan.
“Ayo pulang, Juan,” ajak seorang wanita, dari belakang anak itu. “Kakakmu sudah tenang di alam sana.”
Juan Pablo tidak menoleh. Dia tetap bergeming, meskipun gerimis turun semakin lebat. “Apa kau tahu kenapa kakakku sampai mati bunuh diri?” tanya Juan Pablo datar.
Wanita tadi maju beberapa langkah, lalu berdiri di sebelah Juan Pablo. “Aku tidak tahu pasti kejadiannya. Namun, kakakmu tak sekuat gadis lain yang ada di sini. Mengapa dia harus mengakhiri hidup karena ….”
“Kenapa ada darah di paha dan kaki Juliana? Apa yang mereka lakukan?” tanya Juan Pablo lagi, menyela ucapan si wanita paruh baya.
“Kau terlalu kecil untuk menerima penjelasan seperti itu, Juan. Sebaiknya kau diam dan berpura-pura tidak tahu. Sama seperti yang orang lain lakukan. Buatlah dirimu tetap aman ….”
“Juliana adalah kakakku! Dia satu-satunya keluargaku yang tersisa! Sebagai seorang pria, aku bertanggung jawab untuk menjaganya!” sergah Juan Pablo tiba-tiba. Anak itu tak mampu lagi mengontrol emosi.
“Kau hanya anak kecil, Juan.” Wanita paruh baya tadi mencoba mengingatkan.
“Kita lihat, apa yang bisa anak kecil ini lakukan!” Juan Pablo membalikkan badan, meninggalkan wanita paruh baya tadi.
Hingga malam tiba, Juan Pablo tak keluar dari kamar. Ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh tepat, anak itu menyelinap masuk ke bangunan utama. Tubuhnya yang kecil, memudahkan dia bersembunyi dari penglihatan para penjaga. Juan Pablo bergerak sangat lincah, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, hingga dirinya tiba di sebuah koridor.
Di ujung koridor berpencahayaan temaram tadi, ada sebuah pintu yang merupakan kamar milik Ramos Guajardo. Juan Pablo mengingat dengan baik, berhubung dia pernah masuk ke rumah megah milik sang tuan tanah.
Jam dinding berdentang sebanyak sebelas kali. Juan Pablo bersembunyi di dekat salah satu pot bunga besar. Dia seperti seekor macan, yang tengah mengintai mangsa.
Tak berselang lama, samar-samar muncul bayangan seorang pria berpostur sedang. Pria itu berjalan menuju pintu kamar tadi. Dia adalah Ramos Guajardo. Ramos tak tahu bahwa ada seseorang, yang tengah mengintai dan siap menerkamnya.
Dari arah belakang, Juan Pablo mengikuti dengan langkah penuh waspada. Di tangan anak berusia dua belas tahun itu, tergenggam tali yang diambilnya dari kandang kuda. Cekatan dan begitu lihai, Juan Pablo melempar tali yang sudah diberi semacam pemberat. Tepat sasaran, tali tadi menjerat leher Ramos.
Juan Pablo yang terbiasa bekerja berat, tak kesulitan saat menarik tubuh Ramos hingga terjengkang ke belakang. Dalam suasana temaram, dia bergerak cepat. Anak itu mengeluarkan pisau lipat yang dibawanya. Dia menusuk leher Ramos dari samping, hingga pria itu memekik kencang.
“Matilah kau, Tua bangka!” Juan Pablo menggorok leher Ramos yang masih dijerat tali. Darah segar menyembur dari pria yang sepertinya dalam kondisi mabuk, sehingga dapat dilumpuhkan dengan mudah.
Pada saat bersamaan, terdengar suara ribut anak buah Ramos yang tengah menuju ke sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
gak asing namanya, apa ini yang jadi pembunuh bayaran yang itu ya, aku ingat ingat lupa 😁
2023-12-14
1
🌹Rose❤️❤️
Mak, balik lagi ke sini ya?
masih awal sudah menegangkan begini, Mak.
2023-12-09
1