Super Hero

Alma langsung menoleh. “Kau?” Gadis cantik berambut cokelat itu berusaha melepaskan tangannya, dari genggaman pria muda berambut pirang. “Lepaskan aku, Bradley!” Nada bicara putri Jonathan Fletcher tadi pelan, tetapi penuh penekanan.

“Aku berusaha menghubungimu sejak semalam. Kenapa kau tidak menjawab telepon atau sekadar membalas pesanku?” protes pria bernama Bradley tadi, tanpa melepaskan genggamannya. Padahal, Alma terus memberontak.

“Aku tidak punya kewajiban untuk membalas pesan atau menjawab panggilan telepon darimu!”

Mendengar ucapan bernada penolakan dari gadis itu, Bradley terlihat benar–benar tidak suka. Dia memaksa Alma agar ikut dengannya. “Jangan membantahku, Sayang. Aku akan mengadukan pada ibumu, apa yang kau lakukan kemarin bersama Whitney dan Jeanice,” ancam pria muda tadi.

Seketika, Alma tertegun. Dia menatap tajam pria muda, yang hendak mencari kesempatan darinya. “Apa yang kau lihat? Ibuku tidak akan memercayai siapa pun selain putrinya,” tantang Alma.

“Begitukah?” Bradley tersenyum menyeringai. Si pemilik rambut pirang itu merogoh ponsel, dari saku jaket baseball yang dia kenakan. Penuh percaya diri, Bradley memperlihatkan rekaman video dari telepon genggamnya.

Di layar, tampak Alma bersama kedua gadis yang Bradley sebutkan tadi. Mereka tengah asyik bersulang. Adegan lain memperlihatkan, saat Alma mencoba mengisap rokok yang disodorkan oleh salah seorang temannya.

“Astaga! Kau ini!” Alma memukul lengan Bradley menggunakan tangan kiri. “Jangan macam-macam denganku!” Gadis itu berusaha tak terlihat takut, meski dalam hati merasa khawatir. Dia tak mau jika Jonathan dan Juliana, sampai mengetahui kenakalan yang dirinya lakukan. Alma berusaha merebut telepon genggam milik Bradley. Namun, usahanya gagal.

“Percuma, Sayang. Aku sudah membuat salinan video ini. Jadi, meskipun kau berhasil merampas dan menghancurkan ponselku, itu tak akan berarti apa-apa. Sebaiknya, kau bekerja sama.” Bradley tersenyum puas, melihat Alma terdiam. Dia yakin, bahwa gadis itu akan langsung tunduk dan menurut padanya.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Alma, setelah terdiam beberapa saat. Raut wajahnya menyiratkan rasa tak suka, atas apa yang Bradley lakukan.

“Kau tahu apa yang aku inginkan darimu,” jawab Bradley diiringi seringai aneh.

“Kau benar-benar kurang ajar!” maki Alma kesal. Namun, dia tak dapat menolak, ketika Bradley menuntunnya agar ikut. Alma menuruti pria berambut pirang itu. Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar, hingga tiba di taman. Suasana di sana terbilang sepi.

“Hai, kalian!” seru Bradley, sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi pada sekelompok pria dan wanita seusianya. Setelah itu, pria muda berjaket baseball tadi kembali menuntun Alma, menuju ke arah teman-temannya. “Maaf terlambat. Aku harus membujuk kekasihku dulu agar mau ikut kemari,” ujarnya percaya diri.

Sementara, Alma hanya mendelik, saat mendengar ucapan pria yang sejak tadi tak melepaskan tangannya.

“Oh, baguslah jika kau membawa kekasihmu. Itu artinya, kita bisa berpesta ramai-ramai,” ujar salah seorang pria, diiringi tawa cukup lebar.

“Ayo ke apartemenku,” ajak seorang gadis berambut merah. “Aku sudah tidak sabar untuk bersenang-senang.” Si gadis bergelayut di lengan pria yang berdiri di sebelahnya. Entah mereka merupakan pasangan kekasih atau bukan.

“Kalau begitu, jangan buang-buang waktu lagi. Ayo,” ajak Bradley, tanpa melepaskan genggamannya dari pergelangan Alma.

Namun, Alma bergeming. Dia merasa bahwa dirinya sedang tidak aman. Gadis itu tak ingin bergabung dengan Bradley dan teman-temannya.

“Kenapa, Sayang?” tanya Bradley setengah berbisik.

Alma mendelik. Sorot kebencian tampak jelas dari sepasang mata abu-abu gadis cantik tersebut. “Aku tidak akan ikut denganmu atau orang-orang yang tidak kukenal itu!” tolaknya tegas.

Teman-teman Bradley yang sudah bersiap pergi, sontak menatap Alma dengan tatapan aneh.

Sedangkan, Bradley sendiri terlihat tak menyukai sikap yang gadis itu tunjukkan. “Kau tahu apa akibatnya, Alma!” bisik pria berambut pirang itu penuh penekanan. Dia kembali memberikan ancaman, kepada gadis yang dirinya incar sejak lama.

“Aku tidak peduli!” tegas Alma, seraya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Bradley. Namun, ternyata cengkraman pria itu terlalu kencang. Alma kesulitan. Tak habis akal, dia menggigit tangan Bradley, hingga si pria memekik kencang.

“Alma sialan!” sentak Bradley. Membuat teman-temannya yang lain tersentak. Apalagi, ketika pria dengan jaket baseball itu sudah mengangkat tangan, berniat hendak memukul Alma.

Akan tetapi, Bradley tak dapat melanjutkan aksi sok jagonya. Pria berambut pirang itu justru kembali memekik kencang, ketika dari arah belakang ada seseorang yang mencekal, lalu memelintir tangannya.

“Lepaskan!” teriak Bradley seperti anak kecil. Postur tinggi besarnya menjadi tak berguna. Dia tak dapat bertahan, dari serangan kecil seperti tadi. Terlebih, saat orang di belakangnya menekuk dan meletakkan tangan si rambut pirang itu ke balik punggung. “Siapa kau brengsek?” maki Bradley.

Namun, bukan jawaban yang dia dapatkan.

Seseorang yang tak lain adalah Juan Pablo, semakin kuat menekan tangan Bradley yang tertekuk di punggung. “Aku bisa mematahkan lehermu saat ini juga. Apa kau ingin semakin terlihat bodoh di depan yang lain?” bisik Juan Pablo dingin.

“Aku akan membuat perhitungan denganmu!” gertak Bradley.

“Kita selesaikan sekarang,” balas Juan Pablo. Dia melingkarkan lengan di leher Bradley, lalu menekannya kuat. Pria berambut pirang itu jadi kesulitan bernapas.

“Hey, Bung! Lepaskan teman kami!” seru salah seorang kawan Bradley, tanpa berani mendekat.

“Tentu,” balas Juan Pablo. Dia menyingkirkan lengannya dari leher Bradley, kemudian sedikit mendorong pria itu. Setelah ada sedikit jarak, sang eksekutor berjuluk Elang Rimba tersebut menendang bagian belakang Bradley, hingga pria itu tersungkur tepat di hadapan teman-temannya.

Tanpa banyak bicara, Juan Pablo meraih tangan Alma. Dituntunnya gadis itu menjauh dari sana. Dia tak memedulikan tatapan terkejut serta tak percaya, yang Alma layangkan terhadap dirinya. Juan Pablo terus membawa gadis itu pergi. Pria tampan tersebut baru berhenti, saat Alma memaksa menghentikan langkah.

“Anda ….” Alma tak tahu harus berkata apa.

“Aku kebetulan lewat,” ujar Juan Pablo datar.

“Ta-tapi ….” Alma terdengar ragu. Begitu juga dengan ekspresi wajahnya yang terlihat aneh. “Ini terlalu kebetulan,” gumam gadis itu.

“Aku akan mencarikanmu taksi,” ucap Juan Pablo, tanpa memedulikan apa yang gadis itu katakan. Dia memfokuskan perhatian ke jalan raya, pada kendaraan yang berlalu-lalang tanpa henti.

Alma langsung menarik tangannya dari genggaman Juan Pablo. “Dari mana Anda tahu bahwa aku pergi menggunakan taksi?” tanyanya curiga.

Juan Pablo tak langsung menjawab. Dia berpikir beberapa saat. “Kalau begitu, di mana mobilmu?” Juan Pablo balik bertanya, tanpa menoleh pada Alma. Itu semua dirinya lakukan, karena pria itu sengaja menghindari kontak mata dengan si gadis.

Kali ini, giliran Alma yang terdiam. Gadis cantik berambut cokelat tersebut berdecak pelan.

“Apakah pria tadi kekasihmu? Jika iya, maaf karena aku harus memberinya pelajaran.” Juan Pablo tetap mengarahkan pandangan ke jalan raya.

“Bukan,” sahut Alma. “Dia hanya pengganggu.”

Juan Pablo menggumam pelan.

“Terima kasih atas bantuanmu tadi, Tuan,” ucap Alma diiringi senyum manis, meski Juan Pablo tak menoleh ke arahnya. “Aku suka saat melihatmu menghajar Bradley. Kupikir, Anda akan melakukan yang lebih dari itu,” ujarnya.

Merasa lucu mendengar ucapan Alma, Juan Pablo langsung mengalihkan perhatian pada gadis itu. “Seperti apa?” tanyanya, dengan nada bicara serta ekspresi yang tidak berubah.

“Bagaimana jika kutraktir minum kopi?” tawar Alma hangat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!