Alma, Si Gadis Cantik

Juan Pablo berdiri sejenak, lalu menurunkan tubuh. Dia membantu memungut beberapa snack kentang yang jatuh, kemudian menatanya kembali di rak.

“Terima kasih,” ucap gadis berambut cokelat itu. Suaranya terdengar sangat lembut dan menenangkan.

Juan Pablo yang sudah selesai merapikan beberapa bungkus snack tadi, menoleh pada si gadis. Entah mengapa, dia menjadi agak gugup. Terlebih, setelah melihat sepasang iris mata abu-abu si pemilik rambut cokelat itu. Juan Pablo hanya dapat menelan ludah. Dia tak tahu apa yang harus dirinya katakan. Menghilangkan nyawa target jauh lebih mudah, dibanding saat berhadapan dengan seorang gadis.

Si gadis tersenyum manis. Begitu indah dan memesona. Seketika, Juan Pablo merasa dirinya tersiram puluhan ton salju. Dia membeku, dan membiarkan gadis cantik bermata abu-abu tadi berlalu begitu saja.

“Astaga,” gumam Juan Pablo teramat pelan. Dia segera berbalik menuju kasir. Sambil menunggu petugas kasir memberikan uang kembalian, Juan Pablo sempat mengedarkan pandangan ke sekeliling mini market yang dalam keadaan sepi pengunjung. Si gadis sudah tak terlihat lagi di sana. Juan Pablo mengembuskan napas pelan.

Setelah proses transaksi selesai, Juan Pablo bergegas keluar. Dia melangkah gagah ke dekat mobilnya terparkir. Namun, baru saja pria itu hendak membuka pintu kendaraan, terdengar suara sapaan lembut dari belakang. Juan Pablo terpaku sejenak, lalu menoleh.

“Terima kasih atas bantuan Anda tadi,” ucap gadis berambut cokelat, seraya tersenyum manis. “Ini. Camilan untuk Anda. Anggap saja sebagai hadiah kecil dariku,” ucapnya. Si pemilik mata abu-abu itu menyodorkan sebungkus keripik kentang kepada Juan Pablo, yang lagi-lagi hanya terpaku. “Ambilah, Tuan.”

“Um … terima kasih.” Juan Pablo berusaha mengendalikan diri. Dia terus menghalau rasa gugup yang kian menyerang. Pria itu memperhatikan bungkus keripik kentang tadi, lalu mengarahkan pandangan kepada si gadis. Saat Juan Pablo akan mengucapkan sesuatu, terdengar suara seorang pria memanggil si gadis.

“Alma!”

Juan Pablo dan gadis cantik yang ternyata bernama Alma itu serempak menoleh. Dari jarak beberapa meter di belakang, tampak Jonathan Fletcher tengah melangkah ke arah mereka.

Tanpa pikir panjang, Juan Pablo segera mengenakan kacamata hitam. “Permisi, Nona,” pamitnya, seraya masuk ke mobil. Dia tak menunggu tanggapan dari Alma terlebih dulu. Juan Pablo langsung melajukan kendaraan.

“Siapa pria itu?” tanya Jonathan, sambil memperhatikan Mustang hitam milik Juan Pablo, yang sudah melaju tenang dari hadapannya dan Alma. Jonathan memicingkan mata. Dia mengingat sesuatu. Dirinya pernah melihat mobil yang sama, setelah insiden penembakan Abraham Moore. Namun, ayahanda Alma tersebut menganggap bahwa itu hanya kebetulan.

“Pria tadi membantuku saat di dalam. Aku hanya mengucapkan terima kasih padanya,” jawab Alma. Dia melihat sang ibu melambaikan tangan dari dalam kendaraan. “Apa kalian akan pergi?”

“Aku akan menghadiri pertemuan penting. Namun, sebelum ke kantor aku harus mengantar ibumu terlebih dulu. Hari ini, dia ada acara penggalangan dana dengan salah satu badan amal. Ayo. Kuantar kau pulang sekarang juga.” Jonathan terlihat sangat perhatian dan melindungi putrinya.

“Tapi, Ayah ....” Alma tak langsung mengikuti Jonathan, yang mengajaknya ke dekat mobil. “Aku harus ke perpustakaan lebih dulu,” ujar gadis cantik bermata abu-abu itu.

“Astaga. Kalau begitu, akan kupanggilkan orang untuk menjemputmu kemari.” Jonathan sudah bersiap menghubungi sopir pribadi, yang bekerja di kediamannya.

“Tidak usah, Ayah,” cegah Alma. Membuat Jonathan mengernyitkan kening. “Aku akan naik taksi saja.”

Jonathan memicingkan mata, mendengar ucapan sang putri. Dia tersenyum aneh, diiringi gelengan tak percaya. “Taksi? Kau tahu seberapa aman dirimu jika bepergian menggunakan taksi?” Kata-kata Jonathan menyiratkan rasa keberatan, akan maksud putrinya.

“Apa salahnya, Ayah? Banyak orang di kota ini yang bepergian menggunakan taksi. Aku rasa, aku bisa mencobanya juga,” ujar Alma tetap pada pendiriannya. “Usiaku sudah dua puluh dua tahun. Orang lain bahkan telah diizinkan tinggal di apartemen sendiri. Tidak sepertiku yang bahkan harus selalu diantar sopir pribadi.”

Jonathan tak langsung menanggapi. Pria yang bekerja sebagai agen federal pemerintah itu hanya menatap putri semata wayangnya. Dia seperti tengah memikirkan kata-kata, yang akan diberikan sebagai pembenaran atas sikap posesif selama ini.

Akan tetapi, belum sempat Jonathan mengucapkan sesuatu, sang istri lebih dulu datang menghampiri. “Apa ada masalah?” tanya wanita cantik berkulit eksotis itu. “Aku harus segera tiba di acara, Sayang. Jangan sampai datang terlambat ke sana.”

“Aku sedang berusaha membujuk putrimu, Juliana.” balas Jonathan, seraya menoleh kepada sang istri. Setelah itu, dia kembali beralih kepada Alma. “Katakan di depan ibumu, apa yang kau ucapkan tadi padaku."

Juliana tersenyum lembut. Dia ikut mengarahkan perhatian kepada Alma. “Jangan membuang waktuku, Sayang,” ujarnya.

Alma mengembuskan napas pelan. “Aku hanya ingin pergi menggunakan taksi. Akan tetapi, ayah tidak menyukainya. Aku hanya ingin terlihat normal, Bu. Namun, ayah lebih suka jika aku menjadi boneka imut dalam kotak kaca.” Alma memalingkan wajah. Dia terlihat sangat manja, saat sedang merajuk seperti itu.

“Ya, Tuhan. Kupikir ada apa.” Juliana kembali tersenyum lembut. “Carikan dia taksi, Joe. Kau tak akan suka menghadapi kemarahan putrimu,” ujarnya.

“Juli ….” Jonathan hendak melayangkan protes.

“Aku sudah terlambat, Sayang. Selain itu, bukankah kau juga sedang terburu-buru?” bujuk Juliana, seraya menyentuh lembut pipi sang suami.

“Ck!” Jonathan memasukkan sebelah tangan ke saku jaket. “Aku tidak suka jika kau sudah ikut berkomentar. Kau tahu bahwa aku tidak bisa membantah kata-katamu,” ujar pria berambut cokelat tersebut. “Akan kucarikan Alma taksi,” putusnya.

Alma yang awalnya merengut, langsung menoleh dengan raut ceria. Dia tersenyum pada sang ibu. Gadis cantik itu mengedipkan sebelah mata, sebagai tanda terima kasih.

Juliana membalas dengan hal serupa. Tampak jelas seberapa besar, kekompakan antara ibu dan anak tersebut.

“Itu taksimu, Alma,” tunjuk Jonathan, pada sedan kuning yang berhenti di pinggir jalan.

“Ah! Terima kasih, Ayah. Kau adalah pahlawan super. Kau juga, Bu. Kalian berdua idolaku.” Alma memeluk dan mencium hangat pipi kedua orang tuanya, sebelum masuk ke kendaraan. Sesaat kemudian, alat transportasi umum itu melaju meninggalkan area mini market itu.

Tanpa diduga, ternyata Juan Pablo juga belum pergi dari sana. Sejak tadi, dia mengawasi Jonathan. Juan Pablo pikir, sang agen akan pergi bersama keluarganya. Ternyata, Alma memisahkan diri.

Bimbang, Juan Pablo harus mengikuti siapa. Rasa hati pria tampan bermata hazel tersebut begitu penasaran, terhadap si gadis.

“Hhh!” Juan Pablo mendengkus kesal. Dia memutar kemudi. Pria asal Meksiko tersebut memilih mengikuti taksi yang Alma tumpangi.

Taksi tadi berhenti di depan perpustakaan umum. Alma tampak keluar dari kendaraan, lalu berjalan masuk ke perpustakaan. Sesekali, gadis itu membetulkan tali ransel wanita yang tersampir di pundak sebelah kiri.

Entah kegilaan apa yang tengah melanda Juan Pablo. Sang eksekutor ikut masuk, mengikuti gadis cantik itu. Setelah tiba di dalam, Juan Pablo merasa bingung. Dia penyuka senjata api, bukanlah buku. Juan Pablo tak tahu harus berjalan ke rak yang mana. Akhirnya, dia hanya memperhatikan Alma dari jarak beberapa meter.

Hampir satu jam, Alma menghabiskan waktu di sana. Selama itu pula, Juan Pablo betah memandangnya. Beberapa saat kemudian, Alma keluar dari perpustakaan.

“Alma!” panggil seorang pria, yang langsung mencekal pergelangan gadis itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!