Xiao Ming masih setia berlutut di depan ruang kerja Qin Mingze, tubuhnya saat ini terasa kaku dan dingin, seperti membeku. Pandangan mata Xiao Ming perlahan mulai kehilangan fokus, wanita itu berkali-kali mengepalkan tangannya kencang hingga telapak tangannya terluka akibat kukunya.
"Niangniang, maafkan saya tidak dapat membantu." Kepala pelayan yang baru saja keluar dari ruangan kerja Qin Mingze untuk mengantarkan makan siang pria itu membungkuk dengan penuh rasa bersalah ke arah Xiao Ming.
Xiao Ming berusaha tersenyum, kemudian mengangguk tipis. Dia tidak mengharapkan bantuan siapapun sekarang, berlutut adalah pilihannya sendiri demi Qin Yuxuan.
Penjaga gerbang kediaman Qin Mingze memperhatikan Xiao Ming, dia menyadari bahwa tubuh Xiao Ming mulai kehilangan keseimbangan. Xiao Ming sendiri pun menyadari hal ini, namun wanita itu berusaha mati-matian untuk tetap utuh dalam posisinya.
Tak!
Xiao Ming mendengar suara sumpit yang diletakkan kasar dari dalam ruang kerja Qin Mingze, namun Xiao Ming tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal sekecil itu. Wanita itu sibuk bertarung dengan kondisi tubuhnya sendiri.
Brak!
Begitu kedua mata Xiao Ming benar-benar kehilangan fokus dan tubuhnya pun kehilangan keseimbangan, indra pendengarannya mendengar pintu kerja Qin Mingze terbuka kasar. Xiao Ming tidak sempat melihat apa yang terjadi, kedua matanya semakin berat dan akhirnya tertutup, namun seluruh indranya yang lain masih aktif. Sebelum benar-benar jatuh ke samping, dia merasakan sebuah tangan besar menahan tubuhnya, mendekapnya erat. Perlahan, tubuh beku Xiao Ming terasa hangat.
Qin Mingze berdiri di tengah hujan salju sambil menggendong erat tubuh Xiao Ming, membuat tiga penjaga gerbang di belakangnya terkesiap. Mereka tidak menyangka bahwa Qin Mingze akan keluar dan menggendong Xiao Ming. Ini adalah pemandangan yang tidak pernah berani mereka bayangkan sejak pernikahan 'meriah namun mati' di Qin Wangfu itu terjadi.
"Panggilkan kepala pelayan dan pelayan pribadi Qin Wangfei, perintahkan mereka untuk kemari dan memanggil tabib." Kalimat perintah yang sulit ditolak terlontar dari bibir Qin Mingze, membuat salah satu di antara tiga penjaga itu berlari cepat untuk melaksanakan perintah Adipati besar tersebut.
Qin Mingze berjalan menuju kamar utamanya, tidak lagi ruang kerja. Pria itu sepanjang jalan menggendong Xiao Ming dengan raut wajah yang sangat keras dan berperang dengan batinnya sendiri. Pikirannya mendadak tidak dapat dimengerti oleh dirinya sendiri.
Begitu sampai di dalam, Qin Mingze meletakkan tubuh Xiao Ming sedikit kasar. Matanya menatap Xiao Ming dengan penuh siluet kebencian, mengapa dia harus berbaik hati dengan wanita itu?
Tak lama Xiangxi datang, wanita itu sepertinya berlari sangat kencang menuju kediaman Qin Mingze. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir, Qin Mingze memilih keluar dan kembali ke ruang kerjanya.
Xiangxi menatap punggung Qin Mingze kesal namun juga heran. Kesal karena Qin Mingze sangat kejam dan heran mengapa pria itu membantu majikannya padahal pria itu sendiri yang memberikan perintah untuk berlutut.
Membuang pikiran sulit tentang Qin Mingze, Xiangxi pun beralih untuk fokus mengurus Xiao Ming. Dengan cekatan Xiangxi mengganti pakaian Xiao Ming dengan yang baru dan lebih tebal karena salju telah benar-benar turun. Setelah selesai, Kepala pelayan mengetuk pintu dan datang bersama seorang tabib.
Hanya ada raut wajah kecemasan di dalam, ekspresi tabib pun buruk saat memeriksa kondisi Xiao Ming.
"Apa Wangye tidak mengetahui bahwa kondisi tubuh Wangfei lemah dengan suhu dingin? Jika dibiarkan lebih lama lagi ... mungkin saja Wangfei akan masuk ke kondisi kritis yang sangat mengkhawatirkan." Tabib itu mengerutkan keningnya sambil menuliskan resep obat herbal.
"Sepertinya Wangye tidak tahu, namun ... saya akan menyampaikannya kepada Wangye." Kepala pelayan menjawabnya sambil menerima resep obat yang telah dituliskan sang tabib.
Xiangxi menangis di tepi ranjang Qin Mingze yang kini terbaring majikannya di atas sana. Hati wanita itu sangat khawatir dan sedih, dia benar-benar tulus melayani Xiao Ming.
"Wangfei ... mengapa nasib Anda begitu malang?" ucap Xiangxi di sela tangisnya, membuat kepala pelayan semakin iba.
"Tetap di sini dan jaga Wangfei, aku akan menemui Wangye untuk menyampaikan laporan," ujar kepala pelayan sebelum akhirnya dia berlalu pergi bersama sang tabib.
Qin Mingze sendiri duduk di hadapan meja makannya, matanya memandangi seluruh hidangan. Selera makannya menghilang secara tiba-tiba, pikirannya dipenuhi oleh Xiao Ming yang tak sadarkan diri.
Sorot matanya kembali menajam kala pintu kerjanya diketuk lalu menampilkan sosok kepala pelayan dan tabib. Mereka berdua terlihat gugup dan takut, kepala keduanya benar-benar menunduk dalam.
Raut wajah Qin Mingze pun semakin memburuk kala tabib dan kepala pelayan usai memberikan laporan. Entah bagaimana Qin Mingze diam-diam merasa bersalah, namun di sisi lain dia masih angkuh dan enggan mengakui perasaan itu.
"Jadi maksud laporan kalian ini adalah salah benwang?" tanya Qin Mingze datar, tangan kanannya menopang kepalanya yang sedikit miring ke samping.
Kepala pelayan dan tabib itu dengan cepat berlutut dalam, keringat muncul di tubuh mereka meskipun cuaca sedang sangat dingin.
"Hamba tidak berani!" ucap mereka bersamaan.
"Lalu?" tanya Qin Mingze singkat, aura penekanan yang mengancam seolah hendak membunuh mereka benar-benar membuat kaki serta tangan keduanya gemetar.
"Yang mulia, hamba--"
"Cukup, sekarang keluar dan taruh catatan resepnya di atas meja kerja benwang." Qin Mingze menolak untuk mendengar ocehan dua orang di depannya, pria itu berusaha menghindari 'perasaan aneh' di hatinya untuk semakin bertumbuh.
Tanpa kalimat apa pun lagi, mereka pun akhirnya patuh dan pamit undur diri dari ruangan Qin Mingze. Sementara pria dengan sorot mata tajam dan aura angkuh itu kini kembali memijat keningnya pelan. Sepertinya dia lelah dengan pikirannya sendiri.
Qin Mingze berdiri dan beralih ke meja kerjanya, pria itu tidak memiliki selera untuk melanjutkan makan siang. Hari ini tidak ada urusan di Istana ataupun di luar, Qin Mingze tidak memiliki hal lain selain memeriksa laporan yang datang terkait pekerjaannya untuk mengalihkan pikiran.
Kembali ke Xiao Ming, setelah beberapa jam tidak sadarkan diri, kini wanita itu berhasil membuka matanya. Kepalanya masih terasa sangat pening, namun rasa dingin yang menusuk hingga tulang itu menghilang.
Xiao Ming memperhatikan seluruh sudut ruangan, desain dan kondisinya terlihat sangat asing, di mana dia sekarang?
"Niangniang! Anda telah sadar? Syukurlah ... saya menangis sambil berdoa sejak tadi." Suara Xiangxi mengejutkannya, membuat Xiao Ming reflek menutup kedua kupingnya. Ughh ... kepalanya masih sangat pusing.
"Di mana aku?" tanya Xiao Ming, kesadarannya perlahan terkumpul.
"Kamar Wangye, karena anda sempat ping--"
"Ulangi! Di mana aku?!" tanya Xiao Ming lagi dengan nada bicara yang sedikit naik, kedua matanya benar-benar terbuka sekarang.
"Ka--kamar Wangye, Niangniang ..." jawab Xiangxi, mengurungkan niatnya untuk berbicara panjang lebar.
"Bagaimana bisa? Bukankah aku tadi--" Xiao Ming berhenti dari bicaranya sendiri karena teringat tentang memori singkat bahwa ia pingsan di tengah-tengah berlutut. "Sial," umpatnya.
Xiangxi yang bingung karena sikap majikannya yang tidak dapat ia mengerti pun memilih diam, dia takut akan salah bicara. Setelah teringat bahwa ia sempat memesan bubur merah hangat untuk Xiao Ming dan berpesan akan mengambilnya sendiri ke dapur pun segera berdiri.
"Niangniang, saya izin pamit undur diri untuk mengambil bubur merah Anda! Tetap di sini dan beristirahat, di luar cuacanya sedang sangat buruk!" ucap Xiangxi, kemudian membungkuk singkat dan berlari keluar dari kamar Qin Mingze seperti kamar majikannya sendiri.
Xiao Ming tidak menanggapi kalimat Xiangxi, wanita itu sibuk dengan perasaan campur aduk di hatinya. Di tengah kebingungannya, Xiao Ming tiba-tiba dikejutkan oleh suara ringan yang muncul dari balik bilik papan.
Tuk!
Jika suara itu hanya muncul sekali, mungkin Xiao Ming tidak akan mempedulikannya. Tetapi, tak lama kemudian suara itu berbunyi lagi sebanyak tiga kali.
Tuk!
Tuk!
Tuk!
Xiao Ming mengerutkan keningnya heran, suara apa itu? Melirik ke arah pintu, sepertinya tidak ada orang yang berjaga secara khusus di luar dan sosok Qin Mingze tidak terlihat.
Xiao Ming perlahan turun dari ranjang Qin Mingze, lalu tertatih bejalan menuju bilik papan tersebut. Kedua matanya menyipit kala melihat sebuah selang bambu yang telah diatur secara khusus untuk menjadi jalan sebuah botol kecil berbentuk kubus yang terbuat dari kayu. Ada hal aneh seperti ini di kamar Qin Mingze? Sebenarnya rahasia apa saja yang disembunyikan pria itu? Xiao Ming merasa ada sesuatu yang sangat besar di balik ketidaktahuannya.
Penasaran, tangan kanan Xiao Ming mulai menyentuh salah satu botol kayu berbentuk kubus tersebut. Ukurannya tidak terlalu besar, seperti botol obat tradisional yang dapat digenggam ke mana-mana.
Belum sempat membuka botol tersebut, tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram lengan kanannya dari belakang. Xiao Ming membelalakkan kedua matanya terkejut, wanita itu diam-diam melirik ke belakang menggunakan ekor matanya.
Qin Mingze berdiri tepat di belakang Xiao Ming, jarak mereka sangat dekat. Dengan suara yang berat dan rendah, pria itu berbisik di telinga kanan Xiao Ming.
"Letakkan kembali botol itu, atau tangan rapuh ini benar-benar aku patahkan."
Xiao Ming membatu di posisinya, spontan dia melepas botol itu, namun Qin Mingze masih mencengkeram erat pergelangan tangannya.
"Apa saja yang telah kamu ketahui?" bisik Qin Mingze lagi, posisi mereka masih sama. Xiao Ming tidak berani bergerak, rasanya Qin Mingze benar-benar akan mematahkan tangan kanannya jika dia melawan. Nada bisikan Qin Mingze terdengar teduh, namun isinya mematikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
ay
a a a.......... aku udh ga thn nunggu bsok
pensarn Mak
2023-12-14
2
Yunita Widiastuti
opo iku...
2023-12-14
1