Cinta terus memikirkan nasib anak-anaknya setelah ia mendapatkan peringatan keras dari Syam. Ia kesulitan mengendalikan dirinya untuk kembali bisa bersikap tenang.
Ini mengenai Syam yang berdalih tidak pernah bisa mencintai Cinta. Syam meminta Cinta untuk tidak pernah berharap kepada Syam. Kenyataan tersebut membuat Cinta makin takut, dirinya akan bernasib sama layaknya alm. mamanya yang dibu-nuh oleh suaminya sendiri. Dengan kata lain, Hasna dan Hasan juga akan kehilangan sosok ibu kandung sejak bayi, seperti yang Cinta alami.
“Kalau kayak gini caranya dan aku sibuk khawatir, yang ada aku beneran bisa gil-a,” pikir Cinta berangsur meraih pompa asi dari nakas dan memang sudah ia bersihkan sebelumnya.
Belum sempat memompa asi, Syam datang dengan gaya yang masih bengis. Pintu ruang rawat kembali pria itu terobos hingga lagi-lagi kembali berakhir terbant-ing.
“Kebetulan kamu datang,” ucap Cinta dan langsung membuat Syam menatapnya heran. Lebih tepatnya, Syam terlihat sangat penasaran.
“Tolong, jangan tinggalkan shalat lima waktu. Bila perlu yang sunah juga dijalani. Puasa Senin Kamis, juga bagus. Siapa tahu, dengan begitu, anak-anak makin cepat sehat.” Setelah berkata begitu, Cinta berkata, “Aku kan memang lagi enggak bisa, jadi anak-anak beneran ngandelin kamu. Yang namanya ikhtiar kan wajib tetap disertai doa. Doa orang tua buat anak, begitu juga sebaliknya, bismillah bisa tembus langit!” Cinta jadi tak bisa berkata-kata lantaran Syam malah mendadak mirip orang linglung.
“Si Syam kenapa? Aku nasehati gitu kok, dia malah kayak bingung. Dia bisa shalat, kan? Ah, masa iya, enggak? Pas ijab kabul saja selancar itu. Doa selepas ijab kabul, dia juga fasih banget,” pikir Cinta diam-diam mengawasi Syam melalui lirikan.
“Shalat lima waktu, yang sunah, apalagi puasa ... aku bahkan sudah lupa. Terakhir kali aku mengerjakannya, saat masih di pesantren dan itu sekitar dua puluh tahun lalu,” batin Syam kebingungan. “S-siapkan asinya!” ucapnya dengan suara berat. Sebab ucapan Cinta yang mengingatkannya untuk ibadah, justru membuatnya merasa nelangsa. Hati Syam mendadak melow.
“Maaf, bukan bermaksud ... Namun, aku percaya karma memang ada. Dan yang paling aku takutkan, ... karmaku justru menimpa anak-anak, selaku sosok yang paling aku sayang.” Cinta benar-benar sedih. “Jadi, alasanku awalnya tidak mau menikah, ... juga karena aku enggak mau, karmaku sampai dirasakan anak-anak. Kamu sendiri kan yang bilang kalau aku wanita pendosa?”
“Namun karena aku sudah telanjur hamil, ... aku enggak mungkin menying-kirkan mereka. Karena andai itu yang terjadi, yang ada aku makin dosa. Iya kalau langsung gugur, kalau yang ada bikin mereka cac-at?” lanjut Cinta.
“Aku tidak pernah menyesali keputusanku mempertahankan Hasna dan Hasan. Namun aku tidak membenarkan cara kamu membuat mereka ada.” Kali ini Cinta menatap kedua mata Syam penuh ketegasan. “Cukup aku yang kamu korba-nkan dengan tabiat agar kamu bisa melindungi rumah tangga orang-orang di masa laluku. Rumah tangga Helios maupun rumah tangga Akala. Jangan dengan Hasna dan Hasan. Hasna dan Hasan tidak bersalah, selain mereka yang hanya punya kita. Karena jika kita sebagai orang tua saja tega, mereka bisa apa? Mereka sungguh tidak punya apa-apa!” Meski masih berucap lirih, Cinta sadar kata-katanya sangat menu-suk. Lihatlah, di hadapannya, Syam tampak jelas tidak bisa membalas. Syam bahkan menunduk dan perlahan akan balik badan. Tentu Cinta tahu apa maksud dari semua itu.
Syam nyaris pergi dari hadapan Cinta tanpa perlawanan apalagi emosi. Namun, kedatangan dua orang suster yang memboyong Hasna, sukses membuat dada Syam berdebar-debar. Syam begitu antusias untuk segera mengambil alih putrinya itu dan ukurannya memang jauh dari normal bayi pada kebanyakan. Berat badan Hasna hanya sekitar dua kilo.
“Masyaalloh ...,” lembut Cinta tak kalah antusias.
Keadaan Hasna mulai membaik, tapi tidak dengan Hasan. Pernapasan Hasan masih bermasalah.
“Bun, coba kasih asi langsung buat dek Hasna ya. Soalnya kami lihat, kemajuan kesehatan Hasna sangat pesat. Apalagi tadi sehabis minum asi,” ucap suster yang memboyong Hasna.
Sementara suster yang membawa buku laporan berkata, “Taruh dada Bunda dulu, biar Hasna tetap merasa hangat tanpa harus terus di tabung. Terlebih keadaan Hasna memang sudah jauh lebih baik. Metode ini bisa jadi ajang terapi karena biar bagaimanapun, bayi bisa setres kalau terlalu lama dipisahkan dengan mamanya.”
Cinta sampai gemetaran menjalani proses Hasna ditaruh di dadanya. Ia pergoki, Syam yang langsung memalingkan wajah dan tampak sengaja menjaga pandangannya. Syam tak sampai melihat proses Hasna ditaruh dada Cinta.
Untuk pertama kalinya, akhirnya Cinta berinteraksi bahkan memberi Hasna asi secara langsung. “Sedeg-degan ini ... asli, anak ibarat imun, vitamin, pelipur lara, bahkan nyawa tambahan. Masyaallah ...,” batin Cinta tak hentinya bersyukur.
“Ya sudah Pa. Papa juga bantuin bundanya ya. Kalau begitu kami pamit dulu. Kalau memang ada apa-apa, cukup pencet bel ya,” ucap suster yang tadi mengemban Hasna.
Kepergian dua suster tadi membuat Syam dan Cinta hanya bertiga dengan Hasna. Dari yang Syam awasi, Hasna sangat anteng menempel, meringkuk atau malah tengkurap di dada Cinta.
Untuk pertama kalinya juga, sama-sama merawat Hasna membuat Syam dan Cinta terlibat interaksi terbilang manis. Namun, selain Syam yang serba kaku, Syam juga akan langsung buru-buru menjaga jarak dari Cinta, ketika Cinta menyadarinya. Dari Cinta yang akan diam ketika jemari tangan mereka bersentuhan. Atau malah, mereka yang akan sama-sama diam ketika tatapan mereka dan itu dengan jarak sangat dekat, bertemu. Kejadian yang bukannya buru-buru mereka akhiri, tapi justru membuat mereka hanyut.
“Coba tengokin Hasan dulu. Ini dari tadi udah mau dua jam, kamu di sini.” Kali ini Cinta sengaja menjaga membatasi tatapannya dari Syam.
“Enggak boleh sering-sering dikunjungin. Mereka bilang, takut ganggu yang lain,” ucap Syam yang tiba-tiba saja jadi merasa canggung, deg-degan, hanya karena kebersamaan sekarang.
Lalu, tanpa direncanakan, tatapan mereka sama-sama tertuju kepada Hasna.
“Itu beneran enggak akan masuk tabung lagi?” tanya Syam.
Untuk sejenak Cinta terdiam. Namun, ia tidak berani menatap Syam lagi. Hanya saja, alasan kali ini ia tidak berani menatap Syam, bukan lagi karena takut. Melainkan gugup.
“Harusnya ... cukup terapi sentuhan sendiri seperti ini ya. Soalnya otot-otot Hasna, aku perhatikan juga kuat. Tapi kalau memang ragu, bisa minta ditaruh di tabung lagi,” ucap Cinta langsung diam karena ulah Syam tiba-tiba menyibak penutup dadanya terlalu membuatnya terkejut.
Cinta tahu maksud Syam begitu karena Syam ingin memastikan keadaan Hasna. Walau pada akhirnya, bukan hanya dirinya yang jadi terlihat gugup. Karena Syam bahkan ia pergoki begitu. Wajah Syam ia pergoki jadi memerah khas orang gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dewi Retno purbasari Purbasari
suka novel karya kak. Semangat 💪💪🥰 buat berkarya kak
2024-01-07
1
Nancy Nurwezia
pelan2 menjalin hubungan nya
2023-12-14
1
Sugiharti Rusli
yah terkadang kehadiran seorang anak bisa melunakkan hati yang keras sekalipun yah
2023-12-14
0