KI Roso

Darmadi berhenti sejenak memandangi rumah tua diujung sana. Pandangannya nyalang mengingat gadis cantik yang te-was dengan cara mengenaskan tersebut. Keringat mengalir dari pori-pori kulitnya putih kemerahan.

Pemuda itu melangkahkan kakinya menuju rumah reot yang akan menjadi tempat pertama untuk ia interogasi.

Dada pemuda itu memburu tak kala melihat seorang wanita paruh baya keluar dari pintu rumah dengan wajah kusut dan mata sembab.

"Itu mbok Darsih, tetapi mengapa ia seperti baru saja menangis?" gaumam Darmadi, ia merasa tak enak hati untuk bertamu, sebab tuan rumah sepertinya sedang bertengkar.

Tetapi ia sudah kepalang tanggung, dan tetap melangkahkn kakinya untuk menemui Ki Roso.

Sesampainya didepan rumah yang tampak sangat tua tersebut, Darmadi berhenti didepan teras saja. Ia memperkirakan harus merunduk jika harus melewati pintu masuk, karena ukurannya yang terlalu rendah untuk dirinya yang memiliki tinggi 179 cm.

"Assallammualaikum," ucap Darmadi dengan debaran yang memburu.

Wuuuussss....

Desiran angin menyapa tengkuknya. "Hah," pemuda itu merasakan bulu kuduknya meremang. "Masih siang jangan ganggu dulu napa, sih," gumam Darmadi lirih, yang menyadari ke hadiran sosok makhluk halus, namun masih terlihat malu-malu untuk memperlihatkan wujudnya.

"Assallammualikum," Darmadi mengulangi kembali salamnya karena tidak ada sahutan dari sang pemilik rumah.

Aroma dupa dan kemenyan yang baru saja dibakar menyeruak melalui lubang-lubang dari rumah tua berdinding anyaman bambu tersebut.

Seketika Darmadi merasakan sebuah keganjilan yang nyata. Dimana ia melihat sosok bayangan perempuan melintas dari arah kamar depan yang diyakini kamar itu milik Almarhumah Naeswari.

Sosok berambut panjang itu menatapnya marah dan tidak bersahabat. Sosok itu terlihat membolakan matanya yang mana manik terlihat memutih dan giginya keluar taring dengan wajah penuh luka.

Sosok itu seolah ingin menyerang pemuda dihadapannya dan ia menyeringai lalu berusaha melayang untuk menghampiri Darmadi. Tetapi aksinya terhenti saat melihat Ki Roso keluar dari pintu kamar yang hanya ditutupi oleh kain persegi panjang saja.

Pria itu menatap dingin pada tamunya. Rasa tak suka membias jelas diwajahnya.

"Ada apa kamu bertamu ke rumah saya?" jawabnya dengan tatatpan tidak bersahabat.

Belum sempat Darmadi menjawab. Mbok Darsih melintas dari arah belakang dengan membawa seikat kangkung yang sepertinya ia petik dari halaman belakang rumahnya.

Entahlah, apakah bangunan ini layak disebut rumah atau hanya gubuk tua saja, sebab terlalu memperihatinkan.

"Eh, nak Darmadi. Sudah lama datangnya?" sapa mbok Darsih ramah dengan senyum yang dipaksakan. Sebab, Darmadi melihat jika air mata masih tampak menggenang dipelupuk matanya.

"Baru saja, Mbok... Maaf mengangganggu, Jika saya bertamu diwaktu yang tidak tepat," ucap Darmadi setenang mungkin.

"Tidak apa, tapi ada keperluan apa, ya?" Mbok Darsih mengambil tempat duduk diteras rumah yang terbuat dari bilah bambu juga. Tampaknya itu dirancang untuk menerima tamu yang datang, sebab ruang tamu mereka terlihat sumpek dengan kain-kain pakaian yang tidak sempat terlipat dan berbau apek. Lantai tanah gubuk tersebut tampak lembab, dan udara didalam rumah tersebut juga terasa pengap.

"Masuk, nak Darmadi," ucap Mbok Darsi mempersilahkan tamunya duduk diteras, sebab Pemuda itu masih terlihat berdiri didepan teras.

Darmadi menganggukkan kepalanya, lalu masuk dengan cara merundukkan kepala dan sedikit membungkukkan tubuhnya.

Ia menghampiri mbok Darsih dan mengambil tempat duduk di sisi kanan.

"Ada keperluan apa ya, Nak? Gak biasanya bertamu?"

Wuuuusssh....

Darmadi merasakan hawa yang sangat panas keluar dari bilik bambu yang kini tak jauh darinya. Pemuda itu melirik ke arah jendela yang tertutup dan memiliki celah yang sedikit renggang. Sepertinya hawa panas itu keluar dari celah tersebut.

"Maaf, Mbok. Kalau boleh bertanya, sebenarnya Naeswari pindah sekolah ke kota dimananya, ya?" tanya Darmadi hatu-hati.

Seketika wajah Mbok Darsih tampak begitu terkejut. Biasan ketakutan terlihat dari wajahnya yang perlahan memucat, sebuah rahasia yang tersembunyi tampak disimpan rapih dalam dirinya.

"Em.. Aanu, nak... Naeswari su..."

"Sudahlah, Bu. Ke dapur buatkan minum untuk tamu kita," sahut Ki Roso dari ambang pintu. Tubuh tambun dengan kumis tebal itu membolakan matanya kepada sang istri dengan isyarat agar tidak mengatakan apapun kepada tamunya.

Kedua orang yang sedang duduk diteras terkejut mendengar suara Ki Roso dan membuat keduanya menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Eh, iya.. Saya ke dapur dulu, ya nak. Mau buat teh," ucap Mbok Darsih dan bergegas bangkit dari duduknya sebelum sempat Darmadi mencegahnya.

"Tapi, Mbok..." Darmadi mencoba mencegah, namun wanita paruh baya itu sudah berjalan dengan langkah cepat menuju pintu rumah yang mana ki Roso masih berdiri disana dengan tatapan tak suka, sehingga mbok Darsih harus bersempitan saat akan memasuki gubuk reotnya.

Ki Roso berjalan menghampiri Darmadi dan mengambil duduk dibangku bambu tersebut.

Ia menyalakan rokok cerutunya. lalu menghi-sapnya dengan sangat dalam dan menghembuskan karbonmoniksida yang membuat udara tercemar dengan ulahnya.

"Ada keperluan apa kamu datang kemari?" tanyanya tanpa menoleh ke arah Darmadi. Sikapnya seolah begitu banyak menanggung beban, namun ia jelas tak suka dengan kehadiran Darmadi.

"Maaf menganggu, Ki. Saya hanya ingin mempertanyakan dimana keberadaan Naeswari? Jika ia dikota, dapatkah saya meminta alamatnya yang jelas?" tanya Darmadi.

Ki Roso menoleh ke arah pemuda disisi kirinya, ia memandang sembari tersenyum sinis.

"Jangan kamu kira aku tak tau apa tujuanmu. Pergilah, jangan campuri urusanku," ucap Ki Roso semakin tak suka.

Deeeeeeggh...

Jantung Darmadi seolah ingin copot mendengar ucapan dari pria tua itu.

Bibur sang pemuda bergetar. Ia merasakan jika dugaannya adalah benar, diamana Ki Roso menyimpan rahasia besar yang begitu rapih.

"Aku tidak berniat untuk mencampuri urusanmu, Ki. Tetapi tolong jawab, dimana sebenarnya Naeswari?" cecar Darmadi mencoba menginterogasi Ki Roso.

"Pergi dari rumahku! Atau aku akan mengusirmu dengan kasar!" Ki Roso tersulut emosi. Sepertinya pria tua itu akhir-akhir ini mudah emosian seperti orang yang berada ditanggal tua.

Darmadi tersentak kaget, ia merasa semakin yakin jika pri tua itu menyimpan sesuatu.

"Aku inginkan jawaban terlebih dahulu, dan setelahnya aku akan pergi!" jawab Darmadintak ingin kalah.

Ki Roso bangkit dari duduknya dan menatap pemuda keras kepala itu dengan tak suka.

Wuuuusssh...

Desiran angin yang terasa semakin panas keluar dari arah cela jendela dan Darmadi menangkap sosok asap hitam yang keluar dari sebuha keris melalui pandangan bathinnya yang menembus dinding kamar milik Naeswari.

"Haah!" Darmadi tersentak kaget, dan ingin segera melihat wujud asap hitam tersebut.

Saat bersamaan, Ki Roso bangkit dari duduknya, lalu mengeluarkan golok yang terselip dipinggangnya.

praaaaank...

Ki Roso menggebrak meja tamu dengan menggunakan golok ditangannya yang membuat Darmadi menyudahi perjalanan mata bathinnya.

"Pergilah, atau aku akan memenggal kepalamu?" ancam Ki Roso kepada pemuda itu karena lancang mengulik urusannya.

Terpopuler

Comments

༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

Bunyinya menggebrak meja seperti bunyi kaca pecah 😅

2023-12-28

0

V3

V3

aku kira yg pecah itu Piring atau gelas , eee ... mlh meja yg hancur 🤣🤣🤣🤣🤣
bisaan si othor mh bikin aku ketawa ja 🤣🤣🤣

2023-12-19

2

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

bunyi gebrakan meja nya seperti bunyi gelas pecah 😹😹

2023-12-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!