kegemparan-3

Malam semakin larut. Sebuah kesunyian dan nyanyian serangga malam yang terdengar riuh mengantar tidur insan yang terlelap diperaduannya.

Dalam kesunyian itu, Geo mengendarai jalanan yang masih belum tersentuh aspal. Para pejabat desa sudah beberapa kali mengajukan pembangunan kalan desa, namun belum juga terealisasi dengan apa yang diharapkan.

Pemuda itu memacu motor miliknya dengan kecepatan yang lamban. Sebab saat ini lagi musing penghujan, membuat jalanan menjadi becek dan berlumpur, sehingga memperlambat laju kendaraannya.

Pemuda itu tau jika malam ini adalah malam tahlilan untuk rekan satu genk-nya dalam konkow bersama, tetapi ia ada keperluan mendadak yang membuatnya harus keluar dari desa menuju kota.

Ia sebenarnya bergidik melihat kematian tragis sahabatnya, namun semua itu tak menyurutkan langkahnya untuk ke luar.

Malam ini ia pulang dengan ditemani rintikan hujan yang semakin memperlambat laju kendaraannya.

Hampir beberapa kali ia harus terpeleset dan bersusah payah menegakkan motornya yang gede.

Tampak sebuah kilatan cahaya dilangit yang menandakan jika petir akan menyambar.

Benar saja dugaannya.

Duuuuaaaarrr....

Suara petir terdengar menyambar sebatang pohon kelapa yang tumbuh dipinggir jalan desa dan menghanguskan pucuknya.

Geo menggigil kedingin, sebab ia merasakan jika perjalanannya terasa melambat dan sangat jauh, meski sebenarnya jika dalam kondisi jalanan kering, ia dapat menempuhnya dalam waktu 30 menit saja.

Pemuda itu menggerutu dalam hatinya, dan sialnya, lampu sorot motornya mati tiba-tiba dan membuatnya tak mampu menerangi jalanan.

"Siaaaal," makinya dengan kesal. Dalam kekalutannya. Ia merasakan hembusan angin yang sangat berbeda, dan ia merasakan jika itu bukan angin biasa, sebab angin tersebut disertai aroma kembang kantil yang menyeruak disekitarnya.

Geo menyapu tengkuknya yang meremang, ia merasakan punggungnya ada sesuatu yang mengikutinya dibelakang.

Pemuda itu mencoba mero-goh tas selempangnya, ia ingin mengambil phonsel pintarnya dan menyalakan senter sebagai penerangan.

Tetapi lagi-lagi ia mengalami nasib sial, sebab phonselnya tidak mau menyala karena kehabisan daya. Ia kembali menyimpannya.

Geo mencoba menghidupkan mesin motornya mungkin ia akan menerobos jalanan tanpa lampu motor. Ia menghidupkan tombol startnya, dan kini nasib sial kembali menimpanya, berulang kali ia mencoba menghidupkannya, tetapi mesin motornya masih juga tetap mogok.

Pemuda itu mendengus kesal. Ia mendorong motornya dan terasa sangat berat sekali, mungkin jalanan yang becek membuat beban motornya terasa bertambah.

Sesaat Geo merasakan aroma kembang kantil semakin jelas tercium dirongga hidungnya. Ia merasakan jaraknya sangat begitu dekat.

Perlahan ia melihat kilatan cahaya yang menandakan petir akan menyambar. Saat bersamaan, kilatan cahaya halilintar memperlihatkan seseorang yang sedang duduk diboncengan motornya melalui kaca spion.

Sontak hal itu membuat Geo terkejut dan panik. Ia tidak berani menoleh ke arah belakang. Ia menjatuhkan motornya dan berlari melewati jalanan berlumpur.

Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh, keringat dingin mengalir deras dari pelipis matanya.

Sesekali ia terjatuh dan berusaha bangun dengan pakaiannya yang berkubang lumpur.

Ia melihat sosok yang mengikutinya dari arah belakang tampak semakin dekat, membuat nyali pemuda itu semakin menipis.

Ia kembali terjatuh dan kakinya terasa berat untuk sekedar ia gerakkan. Ia diambang ketakutan yang luar biasa.

"Ampun..., ampuni saya," ucapnya dengan nada memohon sembari mengatupkan kedua tangannya didepan wajahnya. Ia mengenali sosok itu, dan ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"T--tooolong... Tooolong," teriaknya ditengah guyuran hujan yang semakin deras, dan tidak ada sesiapapun yang melintasi jalanan.

Tetapi sosok itu tak mengindahkan permohonan dari sang pemuda. Ia tampak memandang dengan dingin dan kulit pucatnya yang semakin seputih kapas. Lalu sesuatu yang sangat tajam ia ayunkan, dan...

Craaaaaass...

Sebuah tebasan yang sangat kuat memisahkan kepala sang pemuda dari tubuhnya.

Darah menggenang dengan sekejab bersama rintik hujan yang semakin deras.

******

Pagi harinya, juragan Jali memeriksa kandang ternaknya, sebab terdengar sangat berisik sekali. Ia berjalan dengan menggunakan kain sarung yang dililitkan dipinggangnya.

Ia menghampiri kandang ternak yang terdengar sangat berisik sekali. Hingga akhirnya ia dikejutkan oleh sebuah penampakan yang membuat lututnya terasa lemas.

"Astaghfirullah halladzhim...," ucapnya dengan mata melebar dan mulut ternganga. nafasnya memburu dan membuatnya seperti membatu.

Sesaat kemudian ia tersadar dengan suara ternak yang kembali riuh.

"T--toooooolooong," teriak Juragan Jali dengan suara yang hampir tak terdengar.

Rusdah yang baru saja selesai membuat sarapan bergegas keluar dari pintu belakang dapur untuk melihat suaminya yang berteriak meminta tolong.

"Ada apa toh, Pak?" tanya wanita bertubuh ramping tersebut dengan penasaran.

Bibir Juragan Jali tampak bergetar dan tangannya terlihat tremor. Ia seperti kaku untuk mengatakan sesuatu.

Ia menoleh ke arah kandang ternak untuk menunjukkan apa yang bary saja dilihatnya.

Rusdah mengikuti pandangan suaminya dan....

"Aaaaaaa...." teriaknya dengan sangat kencang dan membuat beberapa warga merasa penasaran dan mencoba memeriksa apa yang yang sebenarnya terjadi.

Rusdah linglung dan tak sadarkan diri, lalu terjatuh di tanah yang masih lembab.

Warga datang memeriksa, dan Seketika kegemparan terjadi tak kala mereka melihat kepala Geo tergantung dileher seekor sapi dengan kondisi mengenaskan.

"Haaah, Apalagi ini? Mengapa harus terjadi lagi? Kasus Geo saja belum ditangkap pelakunya, dan kini sudah jatuh korban lagi," ucap salah seorang warga yang merasa sangat takut dengan teror yang sangat mengerikan didesa mereka.

Sebelumnya desa ini begitu damai dan tentram, namun kini berubah bagaikan mimpi buruk.

"Panggil polisi, ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, ini sudah merupakan tindakan kejahatan yang perlu ditindak siapa pelakunya," ucap warga yang merasakan ketakutan luar biasa.

Warga saling pandang. Sebagian menolong Rusdah dan membopongnya masuk ke dalam rumah, sedangkan yang lainnya memapah Juragan Jali yang terlihat sangat lemah seolah tak bertenaga.

Belum sempat hilang rasa ketakutan warga, tiba-tiba datang sebuah mobil pick up yang membawa potongan tubuh Geo bersama motornya yang tergeletak dijalanan. Mereka melihat kartu identitas milik pemuda yang berada didalam tas selempangnya. Seketika suasana menjadi riuh oleh isak tangis.

Darmadi yang mendengar kabar tersebut ikut melayat ke rumah duka. Saat ia memasuki rumah tersebut, ia melihat sekelebat bayangan yang melintas diantara para pelayat. Pemuda itu tercengang dan berusaha membuntutinya.

Saat tiba ditepi hutan, Darmadi kehilangan jejak dari sosok misterius tersebut, ia tak menemukannya dan hal itu membuatnya semakin sangat penasaran.

"Siapa sosok tersebut? Mengapa selalu muncul setiap kali ada korban pembantaian? Apakah ia terlibat didalamnya?" gumam Pemuda itu dengan lirih.

Ia berjalan menapaki jalanan setapak. Saat bersamaan, ia berpapasan dengan Ki Roso yang selalu membawa golok kemanapun pergi.

Saat mereka berpapasan, pemuda itu mencoba menyapanya.

"Pagi, Ki? Tidak melayat ke rumah Juragan Jali?" tanya Darmadi ramah. Namun, pria bertubuh tambun itu tampak diam tak menjawab sapaan dari sang pemuda. Ia berjalan dengan tatapan dingin dan ini tidak biasanya.

Darmadi merasa ada yang berubah dari sosok ki Roso. Ia mengetahui jika pria tambun itu adalah sosok yang baik dan juga ramah, namun akhir-akhir ini ia berubah menjadi sosok yang dingin dan juga pendiam, bahkan terkesan acuh.

Pemuda itu melanjutkan perjalanannya pulang dan akan kembali untuk melayat.

Sementara itu, Ki Roso masih dengan wajah datarnya berjalan menyusuri jalanan setapak yang kanan kirinya ditanami pohon karet yang merupakan salah satu kebun terluas milik Juragan jali.

Pria paruh baya itu tampak begitu dingin, tanpa keramahan diraut wajahnya.

Sesampainya dirumah, ia disambut oleh sang istri yang tampak lebih dingin darinya. Sang wanita sepertinya sudah siap menyambutnya dengan omelan yang sama.

"Pak, sudahi semuanya, sampai kapan bapak mau seperti ini?!" ucap wanita paruh baya itu dengan wajah memelas.

Ki Roso menoleh ke arah sang istri dengan tatapan tajam yang mampu meruntuhkan nyali seseorang. "Diamlah, dan jangan campuri urusanku!" jawabnya dengan nada penuh penekanan.

Terpopuler

Comments

Sri Suryani

Sri Suryani

mungkin anaknya diperkosa ya thor

2024-04-04

0

Matthias Von Herhardt

Matthias Von Herhardt

Gilaaaa.... parahh bngt yg bunuhnya terlalu sadis😱 sekali tebas kepala terpisah dgn badan....

2024-02-04

0

Nurlaela

Nurlaela

korbannya anak muda genk-genk,,,Yudi 16 tahun temannya GEO 25 tahun,,,pasti dendam apakah nih Genk berbuat Yan jahat, klo begitu jahat sama siapa, mungkin pada anaknya Ki ROSO atau...lari baru baca juga...bikin geger nih

2024-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!