kegemparan-2

Setelah jasad Yudi dibawa pihak kepolisian untuk dilakukan autopsi. Setelah mobil polisi meninggalkan lokasi kejadian, warga mulai berkasak-kusuk membahas kematian yang menimpa Yudi dengan cara yang sangat tragis.

Pak Kades pulang dengan mata sembab dan perasaan yang hancur. Ia tidak dapat membayangkan jika malam ini harus kehilangan puternya dengan cara yang tak wajar.

Malam semakin beranjak dan dingin. Para warga mulai membubarkan diri, meskipun beribu pertanyaan bersemayam didalam benak mereka dan berbagai dugaan mulai tersebar.

Berita kematian Yudi dari anak kepala desa menyebar dengan cepat, bahkan media sosial menjadi sarana yang begitu singkat dalam menyampaikan berita tersebut.

Darmadi memasuki kamarnya dan membaringkan tubuhnya diatas ranjang dengan perasaan penuh penasaran. Ia melihat ibunya datang untuk menanyakan tentang apa yang terjadi.

"Mayatnya sudah dibawah ke kantor polisi, Di?" tanya ibunya yang melangkah masuk ke dalam kamarnya, lalu duduk ditepian ranjang.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya dengan lemah, tatapannya nanar memandang dengan sangat nyalang.

"Emang kamu nggak lihat siapa yang bawa kepala Yudi?" cecar sang ibu yang juga penasaran.

Darmadi hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Adi gak lihat, Bu. Hanya sekelebatan saja, tidak jelas siapa?" jawab Pemuda itu lirih, mencoba mengingat peristiwa barusan.

Laras mendenguskan nafasnya dengan halus, ia tidak ingin memaksa puteranya untuk bercerita malam ini, dan ia percaya dengan apa yang dikatakan oleh anaknya tersebut.

"Tidurlah, sebab esok pagi pastinya pihak kepolisian akan menjemputmu untuk dimintai keterangan," ujar Laras dengan lembut, lalu beranjak pergi dari kamar puteranya.

Setelah ibunya keluar dari kamar, ia bergegas menutup pintu dan menguncinya. Pemuda itu kembali ke ranjangnya, namun langkahnya terhenti sejenak saat melihat kelebatan bayangan hitam melintas dari jendela kaca kamarnya yang lupa ia tutup tirainya.

Dengan langkah cepat, Darmadi menuju jendela kaca dan menutup tirainya, ia tidak ingin melihat apapun malam ini, sebab wajah Yudi yang tampak mengenaskan itu sudah membuatnya sangat meremang.

Wuuuusssh...

Hembusan angin berdesir menyapa tengkuknya dan seketika membuat bulu kuduknya meremang. Bersamaan dengan itu, aroma kembang kantil menyeruak dari ventilasi udara dan ini membuatnya semakin meremang.

"Dasar syeetaaan, gak punya kerjaan apa gimana, sih? Gangguin orang mulu," umpatnya dengan kesal, lalu ia naik ke atas ranjangnya dan menarik selimut, lalu menutupi seluruh tubuhnya hingga tak terlihat.

Darmadi memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur dan melupakan sejenak bayangan sosok hitam yang bersembunyi dibalik rumpun bambu tersebut.

Bersamaan dengan hal itu, selimut yang dikenakannya ditarik seseorang dengan sangat kasar dan terlempar dilantai kamarnya.

"Heeei, Syetaaan! Awas saja kalau Lo gangguin lagi, gua getok pala, Lo!" ancam Darmadi dengan kesal, lalu memungut kembali selimutnya dan mengenakannya, lalu berusaha untuk tertidur.

******

Sreeeeng... Sreeeeng... Sreeeng...

Seorang pria berusia sekitar 50 tahun dengan menggunakan blankon berwarna hitam serta pakaiannya juga berwarna hitam sedang mengasah sebilah golok.

Sesekali ia menyentuh mata golok tersebut untuk menguji ketajamannya menggunakan ujung jemari telunjuk tangannya.

Wajahnya tampak dingin, sorot matanya tajam penuh dendam. Tubuhnya gempal alias tambun membuatnya semakin terlihat sangar dengan kumis tebal menghias wajahnya.

Seorang wanita paruh baya yang juga bertubuh tambun menggunakan kain jarik sebagai pakaian bawahnya dan kemben sebagai atasannya berjalan dengan perlahan. Ia terlihat kesusahan dalam melangkah, sebab kakinya terkena reumatik dan ditangannya ia membawa nampan berisi kopi hitam panas kesukaan suaminya.

"Pak, ini kopinya," ucapnya dengan sangat pelan sembari meletakkan secangkir kopi untuk pria tersebut.

Wanita itu tak langsung pergi. Ia duduk disebuah bongkahan kayu yang siap untuk dikapak dan dijadikan kayu bakar untuk memasak, sebab rumah mereka berada terpencil dipinggir hutan dan jauh dari rumah warga lainnya.

Pria itu tak menyahuti ucapan istrinya, ia masih sibuk mengasah mata goloknya.

"Waktu si mbok ke warung pagi tadi, ramai warga yang membicarakan kematian anak Pak Kades," ucapnya lirih, dan melirik suaminya, "Hentikan semuanya, Pak. Jangan lakukan itu lagi," imbuhnya kembali dengan nada memohon.

Pria tambun itu menoleh ke arah sang istri yang mencoba mengajaknya berbicara dengan tatapan tajam yang mengalahkan tajamnya mata golok tersebut. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya, ia masih dengan mode diamnya.

Darsih merundukkan kepalanya saat tatapan suaminya seolah membungkamnya. Pria itu meyeruput kopi hitamnya, lalu tanpa bicara ia menyarungkan golok tersebut kedalam sarungnya dan mengikatnya dipinggang bagian kanannya.

Ia beranjak pergi untuk mencari nafkah dengan merumput pakan ternak dari beberapa warga yang memiliki hewan ternak dan membutuhkan tenaganya.

Ia menyusuri jalanan setapak yang hanya sering ia lalui dan keluarganya untuk mencapai rumah warga. Ia mulai merumput dan nantinya akan ia bawa ke rumah Pak Kades yang saat ini sedang berduka karena kehilangan puteranya.

Pria tambun itu memikul tumpukan rumput diatas kepalanya dan ia bawa ke rumah Pak Kades. Saat hampir sampai mencapai rumah tersebut, tampak pelayat datang dengan sangat ramainya untuk mengucapkan bela sungkawa.

Rumah Pak Kades sudah dipenuhi pelayat yang juga penasaran dengan kematian tragis puternya.

Ki Roso berjalan dengan gulungan rumput diatas kepalanya. Ia tidak memperdulikan saat orang-orang sedang ikut berduka dan menunggu kedatangan jenazah Yudi yang telah selesai diautopsi.

Hasil dari dokter forensik menyimpulkan jika remaja itu tewas dibu-nuh. Terdengar suara mobil ambulance meraung-raung mengantarkan jenazah remaja tersebut, dan isak tangis keluarga serta para pelayat terdengar pilu saat melihat jasad tersebut diturunkan dari mobil ambulance, dan fardhu kifayah disegerakan.

Ki Roso meletakkan gulungan rumput tersebut didepan kandang ternak sapi, lalu ia memilih pergi dan akan meminta upahnya nanti saja.

Saat berasamaan, Darmadi dijemput kepolisian untuk dimintai keterangan sebagai saksi yang pertama kali melihat kejadian tersebut. Pemuda itu harus direpotkan dengan berbagai pertanyaan yang dicecarkan untuknya.

"Apakah saudara melihat siapa yang melemparkan kepala tersebut?" tanya penyidik dengan nada penuh selidik.

"Benar, Pak. Saya sudah katakan berapa kali kalau saya tidak melihatnya, sebab saat itu suasana gelap dan saya berada diteras bukan dihalaman," jawab Darmadi dengan sedikit berbohong. Ia tidak ingin mengatakan jika ia melihat sekelebat bayangan yang menghilang dengan cepat, sebab jika ia mengatakannya, maka ia akan terus dicecar pertanyaan.

Karena jawaban Darmadi selalu sama saat ditanya berulang-ulang, maka ia dibebaskan dengan cepat.

Pemuda itu mendenguskan nafas leganya. Ia kembali pulang setelah memberikan kesaksian, lagian juga jelas tidak ada sidik jari miliknya pada tubuh korban.

Sementara itu, Ki Roso kembali merumput. Ia akan mengantarkan rumput ke juragan Jali untuk pakan ternak juragan Jali.

Ia membawa gulungan rumput tersebut ke sang juragan. Saat itu ia berpapasan dengan Geo-- anak sang juragan yang berusia 25 tahun dan mereka saling melintasi tanpa menyapa.

Pemuda itu tampaknya akan pergi bersama temannya dan kembali malam hari.

Ki Roso meletakkan gulungan rumputnya dan melirik pemuda tersebut dengan tatapan dingin dan masih dengan mode diam.

Pria tambun itu tidak melihat keberadaan Juragan Jali, dan ia memastikan jika sang juragan sedang melayat ke rumah duka dikediaman Pak Kades.

Terpopuler

Comments

Matthias Von Herhardt

Matthias Von Herhardt

Waduhhh.... jangan2 ada motif dendam kali yaaa... 😁😁😁😁 si Adi galak juga klo di ganggu syetan bjirrr

2024-02-04

1

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

cuma kepala doang mau di getok Adi🤭

2024-01-06

1

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

wewangian seperti itu yang menakutkan

2024-01-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!