Semua Karena Salad

Ruby sudah kelelahan karena sejak tadi berjalan kesana-kemari mempersiapkan serta membawa semua kebutuhan Gladis. Sekarang dia berada di kafetaria perusahaan untuk makan malam di jam istirahatnya. Tetapi sejak tadi Ruby tidak memakan makanannya, dia hanya memijat kakinya. Baginya tiga puluh menit lebih baik digunakan untuk mengurangi tegang otot pada kakinya daripada mengisi perut.

Percakapannya dengan Rinka tadi pagi membuat Ruby gelisah walau dia sangat sibuk. Ucapan manajer itu benar-benar menghantuinya. Ruby berharap jika si empunya salad itu menghubunginya, tapi hingga saat ini tidak ada tanda-tanda jika seseorang mencarinya.

Terlepas daripada itu, Ruby sangat puas dengan pekerjaannya hari ini. Dia bisa menyelesaikan semua tanggung jawab yang diberikan dengan tepat waktu. Ruby baru menyadari jika dirinya cukup cekatan dan dia sangat bangga dengan itu.

Dihari pertama ini, menghadapi Gladis tidak sulit. Tidak tahu mengapa gadis itu tidak melakukan apa-apa padanya. Ruby bukannya berharap ditindas, tetapi Gladis jelas mempunyai tujuan saat menjadikannya asisten.

“Apa gue terlalu overthinking?” gumamnya.

Ruby tadi sempat berpikir jika ia akan memiliki teman atau setidaknya kenalan, ternyata tidak ada waktu untuk itu. Bahkan perempuan yang menjadi make up artist Gladys itu belum Ruby ketahui namanya.

“lo nggak apa-apa?” tanya seseorang yang duduk di hadapan Ruby.

Ruby yang sejak tadi menunduk di balik meja karena memijat kakinya langsung mengalihkan pandangannya. “Eh, iya, Kak saya enggak apa-apa. Kakak juga udah waktunya istirahat?” Ruby memperbaiki duduknya.

Orang itu hanya mengangguk santai, lalu melirik makanan Ruby. “Kayaknya makanannya belum lo sentuh sejak tadi?”

“Ini, ini saya mau makan, kok,” jawab Ruby gugup.

“Walaupun lo lagi enggak berselera, tapi buang-buang makanan itu enggak baik.”

Ruby tersenyum canggung. “Ini makanannya bakal gue habisin, kok.” Ruby mulai melahap makanannya.

“Ah, kita belum berkenalan Kak, nama saya Ruby.” Mengulurkan tangannya.

“Gue kira lo nggak bakal ngajak gue berkenalan.” Kemudian menjabat tangan Ruby. “Nama gue Hanna,” ucapnya sambil tersenyum.

Mendapat perlakuan yang ramah membuat dada Ruby menghangat, sudah lama dia tidak mendapati seseorang yang menyambutnya dengan baik. Ruby pun membalas dengan senyuman juga.

“Lo harus makan yang banyak, ini baru permulaan. Ke depannya lo bakal menghadapi hari yang lebih sibuk lagi daripada ini. Apalagi yang kita layani adalah seorang Gladis,” nasehat Hanna.

Ruby kembali tersentuh karena perhatian Hanna. Seketika rasa lelahnya hilang dan selera makannya kembali. Dia pun makan dengan lahap.

Beberapa menit setelahnya alarm ponsel Ruby berbunyi, tanda jam istirahatnya sudah selesai. Cepat-cepat dia mengunyah makanannya lalu bangkit dari duduk sambil memegang piring nampannya.

“Saya tinggal ya, Kak. Soalnya jam istirahatnya udah selesai. Kakak makan yang banyak. Sampai jumpa nanti.”

“Semangat!” Hanna mengepalkan tangannya. Ruby hanya tersenyum hampir tertawa kemudian meninggalkan Hanna.

Di private studio milik Gladis ternyata sudah ada dua orang yang menunggu Ruby. Setelah memasuki studio, Ruby sedikit terkejut karena melihat seseorang yang tidak dikenalnya.

Sebenarnya orang itu tidak terlalu asing bagi Ruby. Dia adalah Damian Ryan, seorang penyanyi terkenal yang sudah berkarier sejak kecil dan Ruby juga mengaguminya, sebatas itu.

Suasana hening dan pandangan keduanya yang cukup serius membuat bulu kuduk Ruby meremang. Seolah-olah dia baru saja melakukan kesalahan besar.

“Apa jangan-jangan gue memang melakukan kesalahan besar?” pikir Ruby, jantungnya pun berdegup kencang.

“Maaf, apa saya buat salah?” tanya Ruby takut -takut. Melihat Damian dan Rinka bergantian.

“Ini dari lo, kan?” ujar Damian.

Ruby memandang serius kertas itu. “Mampus, ini pasti urusan salad tadi pagi.” Mata Ruby membulat, sadar.

“I,iya, itu dari saya. Saya minta maaf karena udah ngambil salad itu tadi pagi tanpa izin. Saya tidak akan beralasan apa pun, Karena pada dasarnya itu tetap salah saya. Saya akan mengganti berapapun kerugiannya. Saya akan bertanggung jawab. Sekali lagi saya minta maaf.” Ruby menunduk dalam. Dia kehilangan keberanian untuk menatap keduanya.

“Sebenarnya itu tidak masalah buat gue. Masalahnya salad itu pemberian pacar gue. Tadi pagi dia marah karena mengetahui gue gak makan salad itu dan menemukan kertas ini.”

Ruby berubah panik. Dia pernah mendengar jika pacar Damian bukanlah orang dari kalangan biasa. Pacarnya Damian itu mungkin akan mempermalukannya lebih parah dari Gladis.

“Gue nggak percaya gara-gara salad gue akan mengalami masalah sesulit ini.”

“Lo harus minta maaf secara langsung besok pagi sama dia. Gue gak bisa bantu apa-apa, kalau gue ngebela lo, gue khawatir dia akan salah paham.”

“lya, saya pasti akan minta maaf secara langsung besok. Sekali lagi saya minta maaf.” Damian merasa kesal bercampur simpati karena apa yang dilakukan Ruby adalah terpaksa. Dia sudah mendengarkan ceritanya dari Rinka dan Hanna. Tapi itu tidak bisa dijadikan dalih, dan pacarnya tidak akan mau mengerti.

Damian pun pergi begitu saja. Saat melewati pintu ternyata Gladis juga ingin memasuki studionya, mereka hampir bertabrakan. Damian hanya melirik sebentar lalu melanjutkan langkahnya.

Melihat laki-laki yang dia sukai keluar dari studionya membuat wajah Gladis memerah. dia langsung mengejar Damian, berharap laki-laki itu memang mencarinya.

“Lo nyariin gue?” tanya Gladys yang sudah berdiri tepat di hadapan Damian.

“Enggak, gue cuman ada urusan sama manager lo sebentar. Urusan gue sudah selesai jadi gue harus pergi sekarang.” Mendapat respons yang tidak bersahabat dari Damian, membuat perasaan Gladis buruk.

Damian pun berlalu begitu saja melewati Gladis.

Gladys yang diabaikan kembali ke ruangannya dengan wajah kesal. “Gue capek, gue mau pulang sekarang,” keluh Gladis, lalu bersandar di pintu.

“Enggak bisa, lo masih ada pemotretan satu lagi,” tolak Rinka, tegas. Ruby bernafas lega karena akhirnya wanita itu berbicara. Sejak tadi dia hanya diam dengan wajah dingin dan itu membuat Ruby merinding.

“Gak, gue gak mau. Gue males, lo tunda aja kayak biasa.” Melirik Ruby yang berdiri di sebelahnya. “Ambilin tas gue,” perintahnya.

Dengan cepat Ruby mengambil tas Gladis yang ada di atas meja, dan langsung menyerahkannya. Setelahnya gadis itu pun meninggalkan ruangan begitu saja. Rinka langsung memijat kepalanya yang tiba-tiba pusing.

Sejak awal Rinka sudah tidak setuju jika Damian datang ke private studio Gladis. Tetapi laki-laki itu memaksa karena ingin bertemu dengan Ruby. Tidak ada tempat lain yang bisa mereka jadikan untuk tempat bertemu karena bisa menimbulkan gosip.

“Lo udah dengarkan kalau Gladis membatalkan pemotretannya. Jadi lo hubungi fotografer dan pihak iklan. Katakan kalau malam ini Gladis tidak bisa melakukan pemotretan. Terserah kamu mau melakukan alasan apa.” Rinka keluar begitu saja meninggalkan Ruby.

Ruby rasanya ingin berteriak di wajah Gladis. Bagaimana bisa dia membatalkan pekerjaannya begitu saja?

“Gue harus pakai alasan apa? Kenapa hal yang kayak gini juga harus tanggung jawab gue?” Ruby merosot kelantai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!