Taktik Melarikan Diri

“Gue memang harus kabur,” tekad Ruby. Ruby melihat jam dinding menunjukkan pukul dua belas siang. Kedua polisi itu mungkin sedang mengisi perut sebentar, dan kemungkinan Ruby pun akan mendapat makan siang sebentar lagi.

“Duh, gue nunggu makan siang datang dulu atau langsung kabur aja? Kalau nunggu, keburu polisi siap makan. Kalau langsung kabur, mereka bakal sadar kalau gue gak ada di kamar.” Ruby menggigit-gigit pelan telunjuknya. Itu adalah kebiasaannya jika sedang panik ketika berpikir.

Ruby menyadari tangannya yang masih diinfus. “Ini juga, gimana gue lepasin-nya.” Tiba-tiba pintu terbuka, membuat Ruby terkejut dan hampir melompat.

“Dia gak denger gue ngomong apa, kan?” batinnya.

Perawat itu tersenyum melihat reaksi kagetnya Ruby. “Maaf, ya kalau saya ngagetin.”

“Gak apa-apa Ners. Saya memang orangnya kagetan.” Ruby mencoba tersenyum, tapi terasa dipaksakan.

“Ini makan siangnya, ya.” Ners itu meletakkan kotak makan di hadapan Ruby. Makanan sederhana bubur dan serta lauk tanpa minyak.

“Terima kasih, Ners.” Perawat itu pun tersenyum kemudian meninggalkan Ruby.

“Gila, jantung gue hampir copot.” Ruby melirik makanan yang ada di hadapannya. Sebenarnya gadis itu sangat lapar, tetapi jika dia makan terlebih dahulu, ia tidak akan sempat kabur.

Ruby menurunkan kacamatanya sedikit dan melihat kedua polisi itu masih belum kembali. Ia pun memperbaiki kembali posisi kacamatanya.

Sebelum melepas jarum infus di tangannya, Ruby menahan nafas agar tidak teriak jika terasa sakit.

“Gak sakit ... ternyata gak susah ngelepasin jarumnya.” Ruby melihat bekas ikatan di tangannya, dan meremas tangannya kuat, berharap bekas itu hilang.

“Ah, gue lupa, kalo gue pake baju pasien.” Ruby menepuk jidatnya, tidak ada baju lain yang bisa dia gunakan. Pihak rumah sakit pasti curiga jika dia keluar memakai baju yang dia gunakan sekarang.

“Terserahlah, pokoknya gue kabur dulu.” Ruby membawa selimutnya dan membungkus tubuhnya. Melihatnya Ruby yang keluar dari kamarnya dengan tertutup selimut, menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar, tapi mereka semua mengabaikannya.

Ruby berjalan menuju tangga darurat yang kebetulan ada di ujung lorong dekat kamarnya. Ruby bernafas lega setelah dia berada di tangga darurat. Ruby membuka kacamatanya berada di lantai berapa dia sekarang. Setelah menghitung ternyata ada di lantai tiga. Ruby pun menuruni tangga dengan cepat. Dia pun sampai di lantai dasar. Sebelum keluar, Ruby melihat sekitar. Untungnya tidak terlalu ramai, tapi jika dia keluar pasti ada saja yang curiga.

Ruby berjongkok di tangga itu berharap ruang administrasi itu sepi. Ruby masih memperhatikan tanpa kacamatanya seolah-olah dia sudah terbiasa dengan kemampuan matanya. Tiba-tiba semua orang berlari menuju IGD. Sekitarnya sudah sepi, kesempatan untuk Ruby kabur. Ia pun menggunakan kacamatanya.

Ruby dengan kecepatan penuh berlari melewati ruang administrasi itu. Dia bernafas lega setelah berhasil keluar dan tidak ada orang-orang rumah sakit yang menyadarinya, tapi orang-orang yang berlalu lalang di halaman rumah sakit itu melihat heran dirinya. Sekarang dia harus menghadapi satu masalah lagi. Bagaimana cara melewati pos satpam? Ruby masih menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

“Ah, ada abang ojol!” Ruby menghampiri driver ojek online itu yang baru saja selesai mengantar makanan.

“Bang, bisa antar gue gak? Gue lagi gak pegang HP sama duit tapi nanti sampai rumah langsung gue bayar, dua kali lipat,” desak Ruby, menunjukkan dua jarinya. Driver ojol itu menatap heran Ruby dari atas ke bawah.

“Loh, Adek mau ke mana? Kenapa pakai selimut-selimut gitu?” tanya driver ojol itu.

“Aduh Bang, nanyanya nanti aja. Keburu gue—“

“Kamu pasien, ya?” Driver itu mulai curiga.

“Bukan, Bang. Ini gue lagi tembus banyak banget. Lagi datang bulan, makanya pinjam selimut rumah sakit.” Berharap driver ojek itu tidak menyadari bajunya.

“Abang mau lihat?”

“Enggak, gak perlu,” potong driver itu langsung. Siapa juga yang mau melihat sesuatu yang menjijikkan itu.

“Ikut saya, motornya saya parkir di sana.” Ruby sangat senang, akhirnya dia bisa keluar rumah sakit.

...****************...

Ruby berhasil sampai ke rumah. Dia senang karena berhasil kabur dengan baik. Ruby membayar driver itu tiga kali lipat dari harga normal. Driver itu pergi dengan senyuman.

“Ada gunanya juga gue ngubur lo.” Ruby tersenyum melihat kuncinya, yang menggantung di pintu. Ruby pernah iseng mengubur satu kunci rumahnya, jaga-jaga jika dia kehilangan kunci rumah. Dan itu sangat membantu kondisinya sekarang.

Cepat-cepat Ruby kembali ke dalam rumah dan langsung berganti pakaian. Kemudian mengambil koper yang ada di bawah tempat tidurnya, serta ransel yang dia sembunyikan di dalam lemari pakaiannya. Ruby juga mencari tas selempang kecil yang juga sudah dia persiapkan di dalam laci mejanya. Untungnya dia meninggalkan dompet yang berisi data dirinya hari itu, sehingga dia tidak kesulitan sekarang. Ruby pun keluar membawa barang-barangnya.

Gadis itu sudah tidak peduli dengan apa pun yang terjadi ke depannya, yang penting hari ini dia harus pergi. Ruby berjalan menuju halte yang tidak jauh dari perumahan tempat tinggalnya. Beruntungnya bus tiba tepat setelah dia sampai di halte. Ruby pun menaiki bus memilih duduk paling belakang dan jauh dari jendela, karena dirinya khawatir jika polisi sudah mencarinya. Dia akan terlihat jika duduk dekat jendela.

Bepergian dengan kereta bukanlah hal baru untuk Ruby, karena dia juga pernah bepergian menggunakan kereta bersama orang tuanya saat SMP, jadi dia sedikit tahu. Sekarang yang menjadi masalah adalah, Ruby tidak memiliki HP. Bagaimana caranya menghubungi Nancy agar bisa menjemputnya hari ini? Ruby sudah bilang jika dia akan berangkat seminggu lagi. Mau tidak mau dia harus menggunakan uangnya untuk membeli ponsel baru. Untungnya ada toko ponsel di seberang stasiun kereta. Ruby pun akhirnya membeli ponsel yang murah serta sim card baru yang setidaknya bisa dia gunakan untuk mengakses internet.

Ruby pun membeli tiket menuju ibukota. Kereta baru saja tiba tadi perjalanan sebaliknya, jadi Ruby mendapat kereta dengan waktu yang tepat. Ruby pun masuk ke kereta dan mencari tempat duduknya, setelah memasukkan barang-barangnya ke rak bagasi akhirnya Ruby duduk dengan lega. Entah mengapa hari ini Ruby mendapat keberuntungan berturut-turut, seolah mendukungnya untuk kabur.

Di tempat lain, tepatnya di rumah sakit. Seorang pemimpin polisi marah-marah pada dua orang polisi yang menjaga ruangan Ruby.

“Bagaimana bisa kalian kehilangan anak itu!” Dua polisi di depannya hanya menunduk, diam. Apa pun alasan mereka tetap akan disalahkan.

Tidak adanya Ruby di kamarnya diketahui setelah dua jam dari jam makan siang. itu diketahui karena dokter yang ingin memeriksa Ruby, dan melihat infus yang sudah dilepas.

“Pak, kami sudah menemukan rekaman gadis itu. Ternyata dia kabur sendiri dari rumah sakit.” Pemimpin polisi itu mendatangi ruang kontrol CCTV bersama anggotanya tadi.

Melihat Ruby yang kabur sendiri, membuatnya sedikit lega karena sejak awal dia khawatir jika Ruby diculik.

“Sepertinya dia kembali ke rumah. Dia belum pulih total, seharusnya tidak pergi jauh. Bersiap menuju rumah korban!”

“Siap, Pak!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!