Pagi ini Ruby sudah berdiri di depan gedung yang cukup besar yang sangat mengesankan, yaitu Perusahaan Blossom Bloom Talent Agency. Perusahaan ini adalah salah satu agensi bergengsi yang memiliki aktris dan penyanyi yang bertalenta dan rata-rata memiliki ketenaran yang luas.
Ketika mengirimkan lamaran, Ruby tidak berharap banyak jika agensi ini akan menerima lamarannya. Nyatanya di sinilah dirinya sekarang, bersiap untuk wawancara.
Setelah Nancy pulang semalam, Ruby langsung menunjukkan isi pesannya, karena itu sepanjang malam mereka hanya bercerita sambil berangan-angan akan memiliki kenalan seorang aktris, dan pada akhirnya itu membuat Ruby sulit tidur. Semalaman itu Ruby juga sudah menguatkan hati jika seandainya dia gagal saat wawancara.
Ruby pun melangkah memasuki gedung, lalu menghampiri resepsionis yang berjaga.
“Pagi, Bu. Pagi ini saya ada wawancara sebagai asisten aktris. Kira-kira saya harus ke mana, ya?” tanya Ruby, sopan.
“Oh, silakan ke ruang tunggu yang ada di sebelah kanan, ya. Sudah ada beberapa orang juga di sana.” Resepsionis itu mempersilahkan.
“Baik, terima kasih, Bu,” balas Ruby, lalu tersenyum.
Ruby berjalan menuju tempat yang diberitahukan resepsionis itu. Saat menuju tempat itu, Ruby melihat banyak orang-orang berpenampilan rapi lalu lalang di gedung ini. Karena ini adalah pengalaman pertamanya, Ruby sangat terkesan. Berharap dia akan seperti mereka kelak.
Ketika memasuki ruang tunggu itu, Ruby sedikit terkejut karena sudah banyak yang menunggu. Tiba-tiba dia merasa gugup, karena harus bersaing dengan orang sebanyak itu, dan pasti rata-rata mereka memiliki pengalaman, sedangkan dirinya hanya modal nekad.
Ruby menghembuskan nafasnya kuat, untuk mengurangi rasa cemasnya. Ia pun mencari tempat duduk kosong yang berada di pojok ruangan itu, sengaja karena ingin menghindari tatapan orang-orang.
Setengah jam kemudian ruangan ini sudah penuh, ada tiga puluh lima orang yang akan wawancara. Ruby pasrah karena orang yang tidak berpengalaman sepertinya bagaimana bisa mengalahkan semua orang itu.
Seseorang wanita berkacamata, berambut sebahu, dibalut kemeja biru dengan celana kerja longgar menghampiri mereka dan berdiri di tengah-tengah.
“Ruby Arinsakti.” Ruby terkejut, hampir terjungkal.
“Kenapa gue yang dipanggil pertama,” batinnya.
“I, iya, saya, Bu.” Ruby mengangkat tangannya.
“Kamu ikut saya.” Wanita itu memasuki ruangan yang ada dihadapan mereka, ruangan yang pintunya bertuliskan 'Khusus Karyawan'.
Ketika memasuki ruangan itu, mata Ruby disuguhi pemandangan serba putih dengan beberapa lemari dan meja yang juga serba putih. Ruangan itu cukup kosong, sepertinya ruangan itu khusus tempat wawancara.
Wanita itu duduk disalah satu meja, lalu mempersilahkan Ruby duduk di kursi yang ada di hadapannya.
"Ruby Arinsakti, kamu tidak perlu melewati tahapan wawancara lagi karena sudah ada aktris yang ingin menjadikanmu asistennya.” Ruby membulatkan matanya, dia cukup terkejut karena mengetahui ada aktris yang ingin memperkerjakannya.
"Hah, beneran, Bu? Siapa?" tanya Ruby, penasaran.
"Kamu pasti langsung mengenali orang itu setelah bertemu dengannya." Ruby sedikit bingung, karena wanita ini tidak langsung memberitahukan siapa aktris itu.
“Saya sebenarnya tidak setuju jika kamu harus bekerja dengan orang itu karena perangainya cukup buruk dan kamu juga tidak memiliki pengalaman. Tapi saya gak bisa melakukan apa-apa karena dia yang memilih kamu langsung, dan saat ini dia juga tidak memiliki asisten. Jika bukan karena dia, lamaranmu jelas tidak akan di terima karena kurangnya pengalaman dan kamu terlalu muda," jelas wanita itu, lengkap.
"Begitu, ya." Ruby jelas bingung harus menjawab apa. Jika memang orang itu yang memilihnya jelas ini kesempatan besar. Selain itu, dia tidak perlu sudah-sudah mencari kerja lagi, dan berhemat. Tapi dirinya menjadi jadi ragu karena akan melayani aktris yang memiliki sifat buruk.
"Bagaimana? Apa kamu bersedia?" tanya wanita itu lagi.
"Apa yang harus gue takuti, separah-parahnya dia gak akan matahin kaki gue, kan." Ruby merenung.
"Saya mau, Bu. Saya mau bekerja menjadi asisten," tegas Ruby, percaya diri.
"Oke ... oh, saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Rinka, manajer aktris yang menjadikan kamu asistennya.” Rinka memberikan tangannya untuk berjabat, dengan sigap Ruby menerima uluran tangan itu.
"Kamu akan bekerja selama tiga bulan terlebih dulu, sebagai masa pelatihan. Apakah aktris tetap mau bekerja denganmu dan cocok dengan pelayananmu atau tidak. Tapi selama kontrak itu gajimu akan tetap di bayar tiap bulannya." Rinka memberikan kertas yang berisi beberapa peraturan perusahaan dan hal-hal apa saja yang akan dikerjakan oleh Ruby. "Silahkan dibaca, lalu tanda tangan jika kamu bersedia."
Ruby dengan teliti membaca isi kertas itu, dan menurutnya tidak ada yang aneh, semuanya dapat dia kerjakan sebagai asisten. Lalu Ruby menandatangani kertas itu, kemudian menyerahkannya lagi pada Rinka.
"Sekarang kamu ikut saya," ajak Rinka kemudian dan berjalan keluar ruangan itu. Ruby dalam diam mengikut dari belakang.
Setelah beberapa waktu berinteraksi dengan Rinka, menurut Ruby wanita itu cukup baik, pembawaannya tenang, dan sangat elegan. Jika dia mendapatkan perlakuan buruk, mungkin wanita itu akan menolongnya. Ruby berharap begitu.
Mereka menaiki lift, menuju lantai tiga. Tidak ada percakapan antara keduanya. Ruby sebenarnya merasa canggung ingin memulai percakapan, tapi dia tidak tahu harus membicarakan apa. Setelah sampai di lantai tiga, mereka memasuki salah satu ruangan.
Bagai tersambar petir, Ruby terkejut setengah mati melihat orang yang sangat dihindarinya kini ada di depan matanya.
“Gla, Gladis,” ucap Ruby, terbata.
“Gue udah bawa asisten yang lo rekomendasikan. Gue harap lo memperlakukannya dengan baik.” Rinka memberikan kartu kredit perusahaan pada Ruby. "Gunakan ini untuk kebutuhan aktris." Rinka pun pergi meninggalkan ruangan itu.
“Selamat pagi Ruby! Lo pasti kaget setengah mati karena ketemu gue." ucap Gladis dengan liciknya.
Ruby hanya mematung di tempatnya. Dia pergi jauh hanya ingin melupakan kehidupannya yang lama, tapi kenapa harus bertemu dengan orang yang membuat mimpi buruk untuknya.
“Harusnya gue cek dulu siapa aktris yang ada di agensi ini. Gak bisa, gue gak bisa kerja di sini. Kenapa gue gak curiga dari awal.” Ruby berbalik ingin membuka pintu.
“Lo mau kabur lagi? Lo udah tanda tangan kontrak untuk pekerjaan ini. Ternyata lo orang yang tidak bertanggung jawab, ya." Gladis tersenyum meremehkan.
Ruby mematung di tempatnya. Dia sadar jika dia tidak bisa lari karena sudah terikat kontrak, dan dia juga butuh pekerjaan agar bisa berkuliah tahun depan. Tapi bagaimana bisa dia bekerja dengan orang licik seperti Gladis?
“Gue gak bisa lari terus. Gue pasti bisa menghadapi cewek gila ini.” Ruby berbalik menghadap Gladis yang bersandar santai di kursinya dengan senyuman licik.
“Wah, apa ucapan gue melukai harga diri lo? Lo langsung berubah pikiran ya, luar biasa.” Gladis tertawa merendahkan.
“Gue bakal tetap jadi asisten lo.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments