Tak terasa waktu ujian satu minggu pun berakhir hari ini. Semua murid keluar dari dalam kelas dengan wajah kusut karena tak yakin dengan hasil ujian yang baru saja mereka kerjakan.
Namun tak sedikit juga yang memperlihatkan wajah lega karena pada akhirnya mereka terbebas dari buku pelajaran yang menyesakkan meski mereka tak yakin dengan hasil yang akan mereka dapat nanti tapi hal itu menjadi urusan belakangan yang penting masa ujian telah usai.
Raisa yang sedang menunggu Lili seperti biasa terlihat sedang memainkan ponselnya untuk melihat pasar saham dan perkembangan perekonomian terbaru dinegeri ini serta informasi apa saja yang bisa dia gunakan untuk dijadikan ladang uangnya dimasa depan.
Melihat Lili datang dengan wajah kusut, Raisa yang ingin menghibur sahabatnya itu bergegas meminta ijin ke ibunya untuk pulang terlambat.
Dan disinilah sekarang keduanya disebuah kafe buku yang berada tak jauh dari sekolahan demi menghibur sahabatnya yang sedang galau.
"Kamu enak Raisa, ibu dan kakakmu tak terlalu memberi tekanan besar sepertiku", ucap Lili mengeluh.
"Hey, mana sahabatku yang selalu optimis"
"Aku yakin kamu mendapatkan hasil sesuai harapan karena hasil tak akan mengkhianati usaha yang kita lakukan", ucap Raisa berusaha menangkan sahabatnya.
Raisa sangat tahu bagaimana tekunnya Lili dalam belajar selama ini.
Memiliki otak cerdas yang hampir sama dengannya sebelum mendapatkan tambahan kekuatan dari kalung berliontin biru membuat dirinya sangat yakin sahabatnya itu akan lulus bersamanya tahun ini, seperti yang terjadi pada kehidupannya terdahulu dimana keduanya mendapatkan beasiswa di SMU favorit sehingga bisa kembali sekolah bersama.
Karena asyik bercerita untuk bisa membuat sahabatnya kembali ceria Raisa tak sadar jika keduanya telah menghabiskan waktu yang cukup lama diluar.
Ketika sampai dirumah, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.
Raisa mendorong pintu pagar kayu rumahnya sambil mengkerutkan kening cukup dalam melihat banyak sandal ada didepan teras rumahnya.
“Siapa yang berkunjung malam–malam dihari kerja seperti ini ? ”, batin Raisa binggung.
Begitu hendak masuk, Raisa yang melihat ibunya duduk manis diatas sofa mengurungkan niatnya untuk menyapa sang ibu begitu dia melihat dua orang yang tak asing baginya duduk di kursi samping ibunya.
Ada seorang wanita tua dengan dandanan modis dan make up sedikit menor bersama dengan seorang lelaki bertubuh gemuk yang dia perkirakan usianya sekitar tiga puluh tahunan yang terlihat enggan untuk menatapnya.
Fani dan Doni memang sangat tak menyukai Raymond dan Raisa karena terlahir dari Reliana sebagai anak perempuan yang tak dianggap dimana sang nenek lebih menyayangi anak laki-lakinya dibandingkan anak perempuan semata wayangnya itu.
Ya, itu adalah paman dan neneknya dimana kedua orang tersebut dalam kehidupannya terdahulu telah membuat sengsara ibunya.
Bahkan karena merekalah penyakit ibunya semakin parah karena harus berpindah–pindah tempat yang harga sewanya lebih murah karena keuangan semakin menipis untuk pengobatan Reliana.
Dan puncak kebencian Raisa adalah pada saat kematian sang ibu tak ada satupun keluarga Reliana yang datang hingga hanya dia dan sang kakak yang mengantar jenazah sang ibu ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Sesuatu hal yang membuat Raisa membenci mereka sampai ketulang hingga tanpa sadar sekarang dia hanya menatap keduanya dengan tajam sambil mencengkeram tas selempang miliknya kuat–kuat.
“ Kendalikan dirimu Raisa agar bisa membalas semua perbuatan mereka terhadap ibumu”, batin Raisa menenangkan.
Reliana yang melihat tatapan tak suka dilayangkan putri bungsunya pun mulai bersuara untuk memecah kesunyian yang ada.
“Raisa, beri salam kepada nenek dan pamanmu”, ucap Reliana lembut.
Tak ingin mempermalukan ibunya dan dianggap sebagai gadis yang tak memiliki tata krama, Raisa pun segera mencium punggung tangan nenek dan pamannya yang langsung ditarik dengan cepat oleh keduanya dengan tatapan jijik.
Raisa yang melihat hal tersebut semakin menatap penuh permusuhan kepada keduanya, seolah dia juga merasa tak suka keduanya menginjakkan kaki dirumah mungilnya ini.
Reliana yang melihat aura permusuhan antara putrinya kepada ibu dan adiknya pun segera menyuruh Raisa untuk berganti pakaian dan makan malam.
BRAKKK
Raisa menutup kasar pintu kamarnya tak perduli jika nenek dan pamannya semakin tak suka kepadanya.
Melihat apa yang dilakukan oleh putrinya, Reliana pun hanya bisa menghela nafas dan kembali bersuara “Aku sudah mengatakan semuanya kepada ibu. Sekarang aku akan bersiap untuk pergi bekerja agar tak terlambat”
Fani yang melihat Reliana sudah bangkit dari tempat duduknya pun mulai meradang kembali dan menatapnya penuh amarah.
“Kamu berani mengusir ibumu !!!", hardik Fani dengan mata melotot.
“Adikmu sudah berusia tiga puluh tahun dan tak mudah untuk mendapatkan istri”
“Sekarang ada wanita yang mau menjadi istrinya, kamu sebagai kakak bukannya membantu malah sengaja ingin menghambatnya”
“Apa kamu ingin adikmu menjadi perjaka tua !!!”, cerocosnya tajam.
Reliana tak habis pikir bagaimana bisa ibunya dengan mudah membuatnya membayarkan rumah baru yang hendak dibeli oleh adiknya mengingat dia sendiri masih kesulitan keuangan.
“Ibu tahu dengan jelas bagaimana susah payahnya aku membesarkan kedua anakku seorang diri selama ini”
“Selama ini ibu tak pernah membantuku dan aku pun tak pernah mengeluh”
“Tapi, jika aku diharuskan untuk membeli rumah sesuai keinginan calon istri Doni, jujur saja aku tak sanggup”, ucap Reliana mendesah pelan.
Ibu dan adiknya menganggap jika Reliana hanya beralibi dan memang sengaja tak ingin membantunya sehingga mereka pun berkata dengan kasar “Jika kamu tak ingin membelikan adikmu rumah maka berikan saja rumahmu ini untuk adikmu sehingga dia bisa langsung menempatinya begitu menikah nanti”
Reliana melotot tak percaya dengan ucapan ibunya. Bagaimana bisa ibunya tega mengusirnya dari rumah yang susah payah dia beli dengan bekerja siang dan malam seperti orang gila meski hanya bisa membeli rumah kecil didaerah kumuh seperti sekarang.
“Kenapa ibu tak pergi ke tempat kak Adit saja. Bukankah sangat mudah baginya untuk membelikan adik rumah daripada harus meminta rumahku yang kumuh ini”, ucap Reliana mencoba bersabar.
“Tentu saja kami sudah kesana dan kakak lelakimu itu baru saja mengeluarkan dana yang sangat besar untuk proyek barunya sehingga tak ada dana lagi untuk bisa ibu minta buat adikmu”, ucapnya beralibi.
Reliana yang bisa tersenyum sinis, dia sangat tahu ibunya tak akan berani meminta uang kepada Adit, kakak lelakinya meski dia kaya.
Entah apa yang membuat ibunya sangat menyayangi Adit meski dia hampir tak pernah memberi uang kepada wanita yang melahirkannya itu satu sen pun dan berbanding terbalik dengan dirinya yang masih memberi ibunya uang meski tak banyak jika ada kelebihan rejeki hanya karena Adit anak lelaki pertama dikeluarganya.
“Sudahlah kak, turuti saja permintaan ibu. Lagipula kamu bisa dengan mudah mendapatkan uang hanya dengan menemani tamumu tidur selama beberapa jam saja, kenapa dibuat sulit seperti ini”, ucapnya Doni sang adik dengan senyum mengejek.
Tubuh Reliana gemetar menahan amarah. Dia sangat tahu jika bekerja di club selalu membuatnya dipandang menjijikkan karena dianggap melakukan sesuatu yang melanggar moral, tapi selama ini Reliana mengabaikannya.
Tapi sekarang, keluarganya sendiri mengatainya seperti itu hanya karena dia tak mengikuti keinginan mereka membuat Reliana sangat sedih, kecewa dan marah.
Mendengar ibunya dihina, Raisa yang menguping pembicaraan ibu dan neneknya pada akhirnya sudah tak kuat lagi menahan diri dan langsung pergi ke ruang tamu untuk langsung menghadapi nenek dan pamannya yang tak tahu diri itu.
Melihat mata ibunya memerah menahan amarah dan kekecewaan yang dalam. Mata Raisa pun menjadi gelap.
“Kamu disini ingin meminta uang kepada ibuku jadi jaga mulut kotormu itu”
“Meskipun kami punya uang, kami tak akan memberikannya kepadamu karena kamu sama sekali tak layak”, ucap Raisa tajam.
Fani terbelalak melihat cucu perempuan yang biasanya pengecut menjadi seberani ini dan bermulut tajam.
Kata-kata Raisa yang menusuk telinga Fani membuat wanita tua itu merasa tak senang dan kemudian berkata dengan nada penuh sindiran “Anak yang memiliki tata karma dan sopan santun tak akan menyela dan memotong perkataan orang dewasa seperti ini”
“Aku sudah lama tidak bertemu dengan keponakanku, tak kusangka jika kelakuannya sangat buruk. Percuma saja kakak menyekolahkannya disekolah bagus jika perilakunya masih liar seperti ini”, ucap Doni dengan senyum mengejek.
Melihat putrinya diserang oleh ibu dan adiknya, Reliana yang ingin menjawab segera diinterupsi oleh Raisa yang sudah bergerak maju dan melindungi ibunya di belakang tubuhnya.
“Aku hanya memperlakukan orang bagaimana orang itu memperlakukanku. Meski orang tua jika dia tak bisa dihormati, kenapa aku harus menghormatinya”, jawab Raisa tajam.
Wajah Fani dan Doni langsung berubah menjadi hijau mendengar ucapan tajam Raisa dengan mulut sedikit terbuka.
Keduanya tampak sangat marah tapi tak bisa mengeluarkan kata–kata yang pas untuk memojokkan gadis kecil tersebut sehingga Fani pun mengangkat tangannya tinggi–tinggi sambil berdiri.
Namun sebelum tangannya berhasil mengenai wajah Raisa sebuah tangan kekar menghentikan pergerakannya.
“Hentikan, saya tak akan membiarkan tangan kotor anda menyentuh adik saya sedikitpun”, ucap Raymond penuh penekanan.
Raymond pun menghempaskan tangan neneknya dengan kasar membuat wanita tua tersebut langsung terduduk diatas kursi dengan kasar.
Reliana hanya bisa menatap kedua anaknya dengan sendu. Cukup dia saja yang dibenci oleh ibu dan keluarganya, jangan kedua anaknya karena mereka tak salah apa–apa.
Suasana dingin semakin mencekam ketika semua orang terdiam dan saling memberikan tatapan tajam yang menusuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Ririn Santi
doni...Foni... klu gak pny modal buat kawin ya gak usah menekan orang lain lah, hus....hus.....
2024-05-29
0
Ridho Widodo
bagus ....lanjutin tor
2023-12-31
0