Raisa membuka kedua matanya waktu merasakan sebuah cahaya masuk dan menerpa wajahnya dengan hangat.
Direnggangkannya kedua tangan keatas hingga detik berikutnya terdengar suara tulang dipatahkan beberapa kali.
Setelah merasa nyawanya telah terkumpul, Raisa segera berjalan keluar kamar menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan senyum lebar.
Bagaimana tidak, hanya dalam waktu satu malam dia bisa bisa mendapatkan uang seratus lima puluh juta dan satu motor sport yang dia perkirakan seharga satu milliar hanya dengan memenangkan balapan.
Suatu hal yang belum pernah Raisa perkirakan sebelumnya jika dia bisa dengan mudah mengumpulkan uang seperti ini.
Setelah selesai, seperti biasa Raisa akan mampir kewarung ibunya dan membantu sebentar sebelum berangkat sekolah bersama Lili sahabatnya.
Begitu memasuki gerbang sekolah Raisa dan Lili merasakan jika suasa sekolah pagi ini terasa aneh.
Ketika semua orang melihat keduanya, bisik–bisik pun langsung terdengar oleh indera pendengaran Raisa yang tajam.
Insiden perkelahiannya dengan Caterine dan keempat temannya kemarin sore tak mungkin bisa lepas begitu saja mengingat jika mereka bertengkar dihalte bis depan gerbang sekolah.
Meski begitu Raisa sama sekali tak merasa takut karena disini bukan dirinya pihak yang salah jadi diapun melangkah dengan penuh percaya diri menuju kelas.
Ketika Raisa memasuki kelas, teman–temannya menatapnya takut seolah dia adalah malaikat pencabut nyawa.
Raisa acuh dan terus berjalan menuju tempat duduknya dengan santai seolah tak pernah ada hal besar terjadi sebelumnya.
Bel pagi berbunyi, suara berisik langsung hilang dan suasa kelas menjadi tenang menunggu guru tiba didalam kelas.
Tiba–tiba wali kelas mereka datang dan langsung mengajak Raisa keluar, sontak saja hal itu memicu kelas kembali ribut.
Raisa pergi bersama wali kelasnya dibawah tatapan teman–teman sekelasnya dengan tenang dan penuh percaya diri.
“Apakah kamu kemarin sore bertengkar dengan Caterine ?”, tanya bu Lina wali kelasnya dengan tatapan penuh selidik
“Ya”, jawab Raisa singkat.
Ada kamera pengawas digerbang sekolah dan ada banyak saksi yang melihat kejadian kemarin sore sehingga Raisa tak mungkin untuk berbohong saat ini sehingga menjawab dengan jujur.
Bu Lina tak bisa untuk menahan diri dan tidak menarik nafas dalam beberapa kali melihat anak didiknya yang biasanya sangat patuh kini mulai berulah.
Pada awalnya bu Lina merasa jika apa yang dia dengar pagi ini hanyalah rumor karena tak mengira jika Raisa akan bisa bersikap seburuk itu.
Namun, ketika murid yang begitu dikaguminya itu mengakuinya dengan santai membuat bu Lina tercengang sesaat dan ada rasa kecewa dalam hatinya.
Tak ingin bu Lina salah paham terhadapnya, Raisa yang sedari tadi melihat perubahan ekpresi diwajah wali kelasnya buru–buru menjelaskan kejadian kemarin sore secara garis besar.
“Kemarin Caterine dan teman–temannya yang memulai perkelahian terlebih dahulu. Aku memukulnya hanya sebagai bentuk pertahanan diri bu”, ucap Raisa menjelaskan.
Bu Lina mengangguk dengan lembut ketika dia mendengar ucapan Raisa sambil berkata “Tentu saja, aku percaya kepadamu. Tak mungkin kamu akan berkelahi jika tak memiliki alasan”
“Tapi, otot paha Caterine terluka cukup parah sehingga dia tak akan bisa pulih dalam waktu dekat. Kurasa orang tuanya pasti akan mempersulitmu akan masalah ini”, ucap Bu Lina sedih.
Semua orang disekolah sangat tahu bagaimana arogannya Caterine beserta keluarganya, melihat bagaimana parahnya luka sang anak bu Lina sangat yakin jika kedua orang tua Caterine tak akan membiarkan masalah ini berlalu begitu saja.
“Bu, Caterine tidak terluka olehku. Aku bahkan sama sekali tidak menyentuhnya. Kalau keempat temannya, memang aku yang memukul mereka aku akui itu”, ucap Raisa menjelaskan.
Mendengar penjelasan Raisa wajah Bu Lina terlihat sedikit lega, setidaknya apa yang menimpa Caterine bukanlah karenanya sehingga gadis itu bisa menghindari diri untuk dikeluarkan dari sekolah.
“Kalau begitu, jelaskan semuanya nanti didepan kepala sekolah”, ucap Bu Lina tulus.
Begitu keduanya berada diluar ruangan kepala sekolah, dapat Raisa dengar bagaimana marahnya mama Caterine yang saat ini sedang memaki–maki kepala sekolah dengan kalimat kasar.
Suara mama Caterine sangat keras sehingga bisa terdengar hingga koridor luar yang berada tak jauh dari ruang kepala sekolah.
Untung saja posisi ruang kepala sekolah berada disudut yang sepi yang sangat jarang dilalui oleh para siswa dan guru sehingga tak ada yang mendengar teriakan tersebut.
Begitu bu Lina mengetuk pintu dan kepala sekolah membukakannya, dapat Raisa lihat saat ini Caterine duduk diatas kursi roda dengan keadaan mengenaskan.
“Itu gadis yang mencelakai putriku bukan ?”, teriaknya penuh amarah.
Ketika mama Caterine hendak melangkah maju untuk menghajar Raisa, bu Lina buru–buru memasang badan untuk melindungi muridnya.
“Nyonya Wu, tenanglah. Kita belum mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya”, ucap bu Lina tenang.
“Apa yang harus dicari tahu !!!”
“Tidakkah kamu lihat sekarang !!!”
“Putriku tak bisa berjalan dan itu semua karena ulahnya !!!”, teriak nyonya Wu dengan lantang.
“Jika kalian tidak becus mengurus satu murid busuk ini maka aku akan menyeret pihak sekolah kemeja hijau !!!”, tambahnya penuh ancaman.
Suara nyaring nyonya Wu membuat telinga semua orang berdengung hebat.
Meski Caterine sebagai korban, dengan sikap dan sifat mamanya yang tak sopan seperti itu maka tak akan bisa membangkitkan simpati bagi siapapun yang melihatnya.
“Nyonya Wu, karena Raisa sudah berada disini maka itu sudah cukup membuktikan jika pihak sekolah sedang menyelidiki masalah ini secara menyeluruh”
“Kami semua tahu bahwa anda merasa sangat kasihan kepada putri anda, tapi karena ini melibatkan beberapa orang jadi kami akan mengklarifikasi masalah tersebut ke semua pihak yang bersangkutan sebelum memutuskan dan memberi hukuman kepada murid yang memang jelas–jelas bersalah”, ucap kepala sekolah bijaksana.
Mendengar penjelasan kepala sekolah, nyonya Wu hanya bisa menarik nafas dalam–dalam sambil melirik kearah Raisa dengan sengit.
“ Baiklah, saya ingin mendengar penjelasan dari semua pihak”, ucapnya sewot.
Raisa yang menjadi tersangka maju pertama untuk menjelaskan semua kejadian yang dialaminya sore tersebut bersama sahabatnya Lili.
Dia juga menjelaskan jika penyebab cidera yang dialami oleh Caterine adalah ulahnya sendiri dan tak ada campur tangannya dimana hal tersebut juga dibenarkan oleh Lili yang sekarang juga dipanggil bersamanya ke ruang kepala sekolah berasa empat sahabat Caterine yang lainnya.
“Omong kosong !!!”, teriak nyonya Wu penuh amarah.
Diapun segera memaki–maki Raisa dengan kasar dan tetap menyalahkan semuanya kepada gadis itu tanpa mau tahu kebenaran yang ada karena menganggap jika yang diucapkan putrinya semuanya benar adanya.
Karena merasa pihak sekolah tak mendukungnya maka nyonya Wu pun menghubungi pihak berwajib untuk mendapatkan keadilan.
Melihat mamanya memanggil polisi tentu saja Caterine merasa panik karena jika sampai polisi turun tangan maka kebohongannya akan segera terekpos dengan cepat.
“Polisi sebentar lagi akan datang. Mari kita lihat siapa sebenarnya disini yang salah”, ucap nyonya Wu angkuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Siti Shiro
orang pintar aja percuma kalo gak punya adab apalagi orang bodoh... haduhhhhh🤦
2025-03-30
0
Siti Shiro
orang pintar aja percuma kalo gak punya adab apalagi orang bodoh... haduhhhhh🤦
2025-03-30
0
Ezar Faruq
horang kaya memang gitu selalu saja bersikap angkuh dan mau menang sendiri.semoga polisinya netral dan menbela yang benar bukan membela karna uang.
2023-12-25
2