Melihat wajah Caterine yang pias, senyum jahat terlihat jelas diwajah Raisa yang sekarang sudah berjalan mendekat kearah gadis tersebut.
“Caterine, tahukan kamu jika aku bisa menuntutmu melakukan pembunuhan berencana karena melihat bagaimana tenangnya kamu dalam melakukan aksimu”, ucap Raisa penuh intimidasi.
“Tidak !!!"
"Tidak, aku tidak membunuhmu !!!”
“Bukankah kamu masih hidup sekarang !!!”, teriaknya ketakutan.
“Jika tidak ada yang menolongku tempo hari, apa kamu bisa melihatku hidup seperti sekarang”, ucap Raisa penuh emosi.
Semua orang yang melihat video tersebut juga merasa jika Raisa sungguh beruntung.
Seandainya tidak ada kakak kelas yang lewat, mungkin nyawanya tak akan bisa tertolong dan mereka tak akan tahu jika diantara para murid SSI ada seorang pembunuh berdarah dingin.
Nyonya Wu terdiam ketakutan, meski begitu dia meyakini jika anak dibawah umur tak bisa dihukum sehingga diapun berusaha menyuarakan aspirasinya.
“Pak, putriku masih kecil dan tak tahu jika apa yang dibuatnya melanggar hukum”
“Apakah hal ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan”
“Lagipula jika ini tetap diteruskan, putriku juga tidak bisa dihukum karena dia masih dibawah umur”, ucapnya mengiba.
Mendengar apa yang diucapkan oleh nyonya Wu, hati Raisa merasa tercubit.
Bagaimana bisa dia menganggap enteng perbuatan putrinya yang hampir menghilangkan nyawa orang lain.
Padahal tadi dia sangat berapi–api hanya karena putrinya terluka dan ingin pelakunya ditindak dengan keras.
“Sekarang, anak usia 14 tahun hingga 18 tahun bisa dipenjara jika dia memang terbukti melakukan tindak pidana dan akan mendekam dipenjara yang diperuntukkan khusus anak-anak”
“Apalagi bukti yang ada sangat jelas sehingga hukuman tersebut terealisasi sangat besar”,ucap Raisa tenang.
Mendengar jika putrinya akan dikirim ketempat tahanan remaja hati nyonya Wu sangat sakit karena Caterine adalah satu–satunya putri yang dia miliki sehingga sangat disayang.
“Pak, dia hanya anak–anak dan masih belum matang pemikirannya”, ucap nyonya Wu mengiba.
“Kasus yang menjerat anak ibu termasuk kasus pidana, bukan kekerasan dalam sekolah seperti yang biasa terjadi sehingga saya harap ibu dan putri ibu bisa mengikuti kami kekantor polisi”, ucap salah satu petugas secara tegas.
Para guru dan kepala sekolah saling berpandangan karena mereka sama sekali tak mengira jika apa yang terjadi kemarin akan berkembang seperti ini.
Namun, mereka juga tak bisa bersimpati kepada Caterine.
Meskipun masih muda, tapi dia sudah sangat kejam dan berhati dingin.
Ketika gadis itu tumbuh dewasa mungkin dia akan membahayakan masyarakat jika tidak disiplinkan sejak kecil mulai sekarang.
Pada akhirnya, Caterine dan mamanya juga Raisa bersama wali kelasnya sebagai perwakilan dari pihak sekolah ikut kekantor polisi untuk menyelesaikan semuanya.
Reliana yang mendapat telepon dari bu Lina jika Raisa berada dikantor polisi tentu saja langsung menutup warungnya dan bergegas pergi bersama Raymond untuk melihat kondisi anak bungsunya itu.
Meskipun Raisa bisa membereskan masalah ini dengan mudah, tapi karena usianya yang masih belia maka dia perlu didampingi oleh orang tuanya sehingga mengiinkan bu Lina untuk menghubungi ibunya.
Begitu Reliana dan Raymond tiba dan mendengar cerita dari wali kelas anaknya, kedua wajah mereka langsung panik.
“Apakah kamu terluka ?”
“Kenapa kamu tidak memberitahu ibu dan kakak tentang masalah ini ?”, ucap Reliana sedih.
“Aku sebenarnya ingin melepaskan masalah ini. Tapi melihat Caterine terus mencari masalah denganku, maka akupun menindaklanjutinya karena kebetulan tadi mamanya memanggil polisi ke sekolah”, ucap Raisa menjelaskan.
“Percobaan pembunuhan itu masalah serius. Kamu seharusnya tak menyimpan masalah sebesar itu seorang diri”, ucap Raymond berapi–api.
Reliana memeluk Raisa dengan sedih. Dia sama sekali tak menyangka jika putrinya akan menghadapi perlakuan buruk seperti itu.
Apalagi ini dilakukan diwilayah sekolahan yang dia pikir anaknya akan aman dari gangguan orang jahat.
Melihat ibunya menangis, Raisa pun segera menenangkannya “ Ibu, aku tak apa–apa. Jangan sedih”
Raisa yang baru saja menyadari jika ibunya masih memakai celemek merasa sangat bersalah karena ibunya pasti buru–buru datang kemari bersama sang kakak begitu wali kelasnya menghubungi.
“Ibu, jangan khawatir. Pihak sekolah akan memberi keadilan kepadaku. Percayalah padaku”, ucap Raisa sambil mengenggam kedua tangan ibunya dengan lembut.
Reliana mengusap air mata yang jatuh ke pipinya sambil menghela nafas dalam sebelum pada akhirnya mengangguk sambil tersenyum.
“Ibu percaya padamu”, ucap Reliana sambil tersenyum.
Pada saat menunggu Caterine selesai di interogasi, muncul seorang pria mengenakan jas dan sepatu kulit berjalan dikoridor kantor polisi.
Jika dilihat sekilas, pria tersebut berusia kepala empat dan memiliki karir yang sukses jika dilihat dari penampilannya saat ini.
Raisa mendongak dan sedikit terkejut waktu melihat jika pria yang ada didepannya itu adalah papa Caterine.
Kilasan kehidupannya yang lalu kembali bergulir dan Raisa bisa melihat dengan jelas jika periode berikutnya papa Caterine ini akan mencalonkan diri menjadi salah satu wakil rakyat dipusat dan terpilih.
Mengetahui fakta tersebut tiba–tiba hati Raisa menjadi riang karena tampaknya pundi–pundi uang datang sendiri kepadanya tanpa perlu dia cari.
Melihat kehadiran papa Caterine secara naluriah bu Lina segera berdiri dan menunduk hormat sebagai sopan santun.
Bu Lina secara singkat menjelaskan situasi yang ada kepada pria tersebut yang hanya bisa mengkerutkan keningnya cukup dalam mendengar perilaku putrinya.
Karena sopan santun, keluarga Raisa pun berdiri yang langsung ditanggapi dengan ucapan permintaan maaf dari papanya Caterine.
“Saya pribadi sebagai papanya Caterine mengucapkan permintaan maaf sedalam–dalamnya atas perlakukan buruk putri saya kepada putri anda”
“Ini semua adalah kesalahan saya sebagai orang tua karena tak bisa mendidik putri saya dengan benar sehingga mencelakakan orang lain”, ucapnya dengan wajah tulus.
Raisa dengan tenang menatap pria yang membungkuk didepannya dan bisa melihat dengan jelas jika papa Caterine berniat meminta maaf kepadanya dengan tulus.
“Tuan Wu, saya pikir anda tahu dengan jelas semua hal yang terjadi dari cerita bu Lina. Saya menerima permintaan maaf anda, akan tetapi kerusakan yang disebabkan oleh Caterine tak bisa diselesaikan hanya dengan permintaan maaf”, ucap Raisa tegas.
Raisa bukanlah pahlawan super yang senantiasa membela keadilan tanpa mendapatkan pamrih apapun.
Jika kali ini dia mengalami kerugian, maka dia akan meminta kompensasi akan hal itu.
Sebagai seorang pengusaha dan politikus tentu saja pria itu mengerti maksud dari ucapan gadis tersebut kepadanya.
“Tentu saja, aku akan memberikanmu kompensasi atas kerusakan yang dibuat putriku. Mengingat jika Caterine masih muda dan dia adalah satu–satunya anak perempuanku aku harap kamu bisa memberinya kesempatan”, jawabnya lugas.
Setelah selesai berbicara, Wu Xiang segera menatap kearah Reliana dan berkata “Kamu pasti ibu dari Raisa, bisakah kita berbicara empat mata”
Ketika Reliana mendongak, dapat Raisa lihat jika Wu Xiang menggumankan sebuah kata “Alresta” hingga membuat tubuh ibunya membeku seketika.
“Apakah mereka saling mengenal ?”
“ Kapan ?”
“Kenapa aku tidak tahu ?”
“Mencurigakan ?”, batin Raisa penuh tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Helen Nirawan
di bawah umur dah kyk gt kelakuan kyk sampah ,mau jd apa ,percuma lu sekolah ,otak.lu gk ada ,sono msk penjara ,dpt makan gratis ,gk usah blajar, enak kan ,kucing garong dasar isshh
2024-04-07
0
Ezar Faruq
jangan jangan papanya caterine mantan ibunya raisa nih
2023-12-25
0