Kesedihan Yusuf

Pas baget tuh orangnya nongol. Eh kok Elin sama cowok, siapa itu?" Kata Viona sambil menunjuk Elin.

"Itu Ifan." Kata Nahda.

"Ifan itu siapa?" Tanya Viona.

"Teman SMAku sekaligus om ku." Jawab Nahda.

"Hah." Kata Viona bingung.

"Ifan itu adiknya tante Syifa." Jelas Nahda.

"Oo, begitu. Ayo kita kesana!" Ajak Viona.

"Ehem, dapat gebetan baru ya, Lin." Kata Viona sambil berdiri di samping Elin.

"Apaan sih." Kata Elin kesal.

"Om Ifan, ngapain sama sahabatku. Pdkt ya." Kata Nahda menggoda Ifan.

"Apaan sih kamu ini, sudahku bilang jangan panggil aku om!." Kata Ifan kesal.

"Kenapa, kamukan memang omku?" Tanya Nahda.

"Karena kita ini seumuran, Nahda." Jawab Ifan kesal.

"Iya-iya, jangan marah-marah terus nanti cepet tua lo kaya om-om, hihihi." Kata Nahda sambil tertawa kecil.

"Kamu tuh yang suka ngajakin ribut." Kata Ifan kesal.

Sedangkan Elin dan Viona hanya tertawa kecil mendengar perdebatan Ifan dan Nahda.

"Eh, ngomong-ngomong. Aku dengar ada yang ngebet mau nikah muda nih." Kata Ifan menggoda Nahda.

"Hah, siapa yang mau nikah?" Tanya Nahda heran.

"Pake nanya lagi, bukannya kamu yang mau nikah sama Iqbal Adi Irawan." Jawab Ifan.

"Ciee, nikah sama anaknya CEO." Kata Ifan menggoda Nahda.

"Apaan sih, sok tahu deh." Kata Nahda kesal.

"Bukan sok tahu, tapi hampir satu kampus tahu tentang itu." Kata Ifan.

"Hah, benarkah?" Tanya Nahda terkejut.

"Iya, Na. Apa itu benar, kalian akan segera menikah?" Tanya Elin.

"Tidak, belum." Jawab Nahda.

"Jadi beritanya sudah menyebar, mungkin saja Monica juga sudah tahu." Kata Viona.

"Jadi bagaimana sekarang?" Tanya Nahda.

"Begini saja, ayo kita cari Iqbal sekarang!" Jawab Viona.

"Ya, baiklah kalau begitu." Kata Nahda setuju.

"Elin, Om Ifan, kita duluan ya." Kata Nahda berpamitan.

"Sudahku bilang jangan panggil aku om!" Kata Ifan kesal.

"Hihi, oke-oke. Jangan suka marah-marah, nanti cepet tua lo." Kata Nahda kemudian pergi bersama Viona.

"Nyebelin banget tuh anak, seneng banget membuatku kesal." Gerutu Ifan.

"Apa kalian sering bertengkar?" Tanya Elin.

"Iya, dia selalu saja ngajak ribut. Untung aku gak serumah dengannya." Jawab Ifan.

"Jadi kalian sulit akur ya, seperti Tom & Jerry." Kata Elin.

"Ya sepertinya begitu, dia sedikit jahil dan sering menjahiliku saat bertemu." Kata Ifan.

"Oh ya, kalian sangat lucu." Kata Elin sambil tersenyum.

"Oh iya, ngomong-ngomong kamu akan kemana sekarang?" Tanya Ifan.

"Aku akan kembali ke kelas." Jawab Elin.

"Apa aku perlu membantumu membawa buku-buku itu?" Tanya Ifan sambil menunjuk beberapa buku yang Elin bawa.

"Tidah usah, Fan. Terima kasih, aku bisa membawa sendiri. Ini tidak berat kok dan terima kasih sudah membantuku tadi." Kata Elin.

"Jangan berterima kasih, aku yang tidak sengaja menjatuhkan buku-buku yang kamu bawa tadi." Kata Ifan.

"Ya baiklah, aku akan pergi sekarang." Kata Elin berpamitan.

"Iya, pergilah! Sampai jumpa lagi, Elin." Kata Ifan sambil tersenyum dan Elin membalas senyuman dari Ifan sebelum pergi meninggalkannya. Sedangkan Ifan menatap kepergian Elin hingga tidak terlihat lagi.

.....

Dinda mencari keberadaan Indra untuk menanyakan Yusuf, karena hari ini ia tidak masuk kuliah dan tidak bisa di hubungi.

"Indra!"

"Ada apa?" Tanya indra.

"Yusuf kemana, kenapa tidak bisaku hubungi?" Tanya Dinda.

"Kata ibunya sedang tidak enak badan, jadi hari ini dia tidak masuk." Jawab Indra.

"Jadi dia sakit, tapi kenapa tidak mau mengangkat telponku?" Tanya Dinda.

"Tentu saja ingin beristirahat, tidak ingin di ganggu biar cepat sembuh." Jawab Indra.

"Ya sudah kalau begitu, biar nanti aku menjenguknya." Kata Dinda kemudian pergi meninggalkan Indra.

"Dia masih saja nekat mendekati Yusuf. Tapi aku kasihan pada Yusuf, dia begitu kecewa karena Nahda akan menikah dengan orang lain. Dia hidup tanpa ayah sejak kecil dan berhutang pada ayahnya Dinda untuk bisa kuliah. Bagaimana nanti jika Dinda memanfaatkan itu untuk memaksa Yusuf." Batin Indra memikirkan sahabatnya itu.

.....

Sejak kemarin setelah pulang kampus Yusuf mengurung dirinya di kamar hingga tidak mau makan dan membuatnya jadi sakit. Ibunya berusaha membujuknya untuk makan dan bertanya apa yang sebenarnya ia pikirkan, karena tidak biasanya dia seperti ini.

"Nahda, kenapa kamu bilang itu padaku dulu, jika kamu mencintai orang lain dan akan menikah sekarang. Kenapa? Seakan-akan kamu bemberiku harapan waktu itu." Batin Yusuf sambil berbaring di atas tempat tidur dengan memeluk guling dan pandangannya lurus kedepan.

"Yusuf, ayo bangun! Makan dulu, sejak kemarin kamu tidak makan." Kata ibunya memasuki kamar sambil membawa makanan dan obat.

"Aku tidak lapar, Bu." Kata Yusuf pelan tanpa mengubah posisinya.

"Yusuf, jangan seperti ini. Sebenarnya apa yang membebani pikiranmu?" Tanya Novi ibunya Yusuf, namun orang yang di tanya hanya diam dan masih dalam posisi yang sama

"Katakan, cerita sama ibu!" Kata Novi lagi, namun Yusuf hanya diam.

"Katakan, Yus!" Kata Novi memaksa Yusuf untuk bicara.

"Kenapa hudupku begitu sulit, Bu? Apa salahku, apa dosaku?" Kata Yusuf akhirnya membuka suaranya dan menyerah untuk tetap diam.

"Sejak kecil aku hidup tanpa ayah, kuliah berhutang pada orang lain. Dan sekarang orang yangku cintai akan menikah dengan orang lain, padahal dia dulu pernah memberiku harapan." Lanjut Yusuf.

"Rasanya sakit, Bu. Aku lelah, aku ingin segera tiada saja menyusul ayah."

"Kamu itu bicara apa, Yus? Istifar!" Kata Novi sedikit berteriak.

"Apa kamu lupa apa yang sudah ibu ajarkan padamu? Ingat, Yus. Kamu harus tetap bersyukur bisa hidup sampai sekarang dan bisa kuliah meski harus berhutang. Kamu juga harus bisa bersyukur meski kamu tidak punya ayah tapi, kamu masih punya ibu."

"Di luar sana masih banyak orang yang kurang beruntung, tidak punya rumah, tidak punya keluarga, mencari makan sendiri saja sulit hingga harus mengemis."

"Cuma kamu yang ibu punya, jika kamu tiada ibu sama siapa? Apa kamu tega meninggalkan ibu?" Kata Novi pelan.

"Astagfirullohaladzim, aku melupakan itu semua." Ucap Yusuf tersadar.

"Maka dari itu, jangan seperti ini. Kamu harus bangkit, kamu harus kuat, ibu akan selalu bersamamu." Kata Novi lembut sambil mengusap kepala putranya.

"Iya, Bu. Terima kasih dan maaf aku sudah memnyusahkanmu." Kata Yusuf sambil duduk dan memeluk ibunya.

"Iya, sekarang makan ya dan di minum obatnya, biar cepat sembuh." Kata Novi sambil membalas pelukan putranya.

"Iya, Bu." Kata Yusuf sambil melepaskan pelukannya, kemudian makan makanan yang di bawakan ibunya. Sedangkan Novi pergi ke kamarnya setelah putranya selesai makan dan memimum obatnya.

"Seandainya saja dulu aku tak bertemu dengan ayahmu, kamu tidak akan ada dengan rasa sakit seperti ini, aku tak perlu melihatmu seperti ini. Maafkan ibu, ini semua salah ibu. Dan kamulah yang harus menanggung akibatnya." Batin Novi sambil menangis dalam diam agar tidak di dengar oleh Yusuf.

.....

Monica keliling kampus untuk mencari keberadaan Iqbal, sama seperti yang di lakukan Nahda bersama Viona yang menemaninya. Namun Monicalah yang lebih dulu menemui Iqbal.

"Iqbal!" Teriak Monica sambil berlari menuju tempat Iqbal berada.

"Ada apa?" Tanya Iqbal datar.

"Apa kamu serius untuk menikah dengan Nahda?" Tanya Monica.

"Iya." Jawab Iqbal.

"Hah, yang benar saja. Apa kamu sudah mengenalnya lebih jauh hingga langsung memutuskan untuk menikahinya?" Tanya Monica.

"Iya tentu, dia perempuan yang baik." Jawab Iqbal santai.

"Tapi, Bal." Kata Monica menggantungkqn katanya karena di potong oleh Iqbal.

"Sudahlah, Mon. Aku memang mencintainya dan ingin hidup bersama dengannya, jadi tolong berhentilah menggangguku." Kata Iqbal kemudian pergi meninggalkan Monica.

"Iqbal, dengarkan aku dulu!" Kata Monica sambil mengejar Monica.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!