Lewat buku

Rida berada di perpustakaan sedang mencari buku dan seperti biasa ia bersama dua pengawalnya yang setia mengikutinya kemana saja. Setelah beberapa saat berkeliling, ia tak sengaja melihat Lina di pojokan sedang membaca buku. Namun terlihat aneh, akhirnya Rida pun pergi menghampirinya.

"Lina!" Kata Rida sambil duduk di samping Lina.

Lina segera menghapus air matanya, mengetahui ada Rida di sampingnya.

"Kamu menangis." Kata Rida.

"Apa, tidak." Kata Lina.

"Katakan saja padaku, ada apa?" Tanya Rida.

"Tidak ada apa-apa." Jawab Lina.

"Ya, baiklah jika belum siap bercerita." Kata Rida.

"Ayo kita keluar! Mau sampai kapan di sini terus." Ajak Rida.

"Iya." Kata Lina setuju.

Mereka pergi berjalan-jalan di halaman kampus dan mencari tempat duduk untuk menikmati udara sejuk dan tak lupa Riyan dan Aris terus mengikuti Rida. Mereka berdua duduk di bangku sebelahnya Rida dan Lina, berjarak kurang lebih dua meteran. Tiba-tiba Lutfia datang dan langsung saja mengambil kacamata Lina.

"Lutfia!" Kata Lina terkejut.

"Apa-apaan ini, kembalikan kacamatanya Lina!" Kata Rida.

"Ambil saja sendiri." Kata Lutfia melempar kacamata Lina ke tempat sampah.

"Heh, kenapa di buang." Kata Rida pergi mengambil kacamata Lina.

#

"Siapa tuh cewek, resek banget sih?" Tanya Aris.

"Gak tahu." Jawab Riyan.

"Apa perlu kita membantu mereka?" Tanya Aris.

"Kita lihat saja dulu." Jawab Riyan.

#

"Sebenarnya Lina itu punya salah apa sih sama kamu?" Tanya Rida kesal.

"Salahnya karena mencoba merebut Zidan dariku." Jawab Lutfia.

"Memangnya kamu pikir kamu itu siapa?" Tanya Rida.

"Calon istrinya Zidan." Jawab Lutfia.

#

"Apa, calon istrinya Zidan. Yang benar saja." Kata Riyan.

"Siapa Zidan?" Tanya Aris.

"Teman sekelasku waktu sma." Jawab Riyan

#

"Zidan saja tidak peduli padamu, bagaimana bisa kamu itu calon istrinya. Hanya mengaku-ngaku sajakan, menyedihkan." Kata Rida.

"Kamu itu tidak tahu apa pun, jadi tidak usah ikut campur." Kata Lutfia kesal.

"Kamu sendiri yang suka mencampuri urusan orang lain." Kata Rida tidak mau kalah.

"Rida sudahlah, tidak usah di ladeni." Kata Lina.

"Tapi, Lin. Dia udah buang kacamata kamu. Kamu itu juga, jangan diam aja." Kata Rida.

"Memangnya dia bisa apa, melihat saja tidak jelas." Kata Lutfia mengejek.

"Apa katamu?" Tanya Rida kesal.

"Yang aku maksud itu sahabatmu ini, kenapa kamu yang marah." Kata Lutfia sambil menunjuk Lina.

"Itulah yang dinamakan sahabat, kamu mana tahu soal seperti itu. Yang kamu tahu hanya menindas orang lain, tanpa tahu dirinya sendiri seperti apa." Kata Rida.

"Apa maksudmu?" Tanya Lutfia.

"Jika ingin tahu, ya ngaca dong." Jawab Rida.

"Kurang ajar kau." Kata Lutfia sambil menarik jilbab Rida.

"Hei! Apa-apaan kamu ini? Lepaskan!" Kata Aris menghampiri mereka.

"Jangan sok-sokan deh, mana ngaku-ngaku jadi calon istrinya Zidan. Mimpi kali, mana mungkin Zidan mau punya istri kaya kamu." Kata Riyan ikut-ikutan membela Rida.

"Haduh, makin panjang nih ceritanya." Batin Lina.

"Siapa sih kalian, gak usah ikut campur deh." Kata Lutfia.

"Udah-udah, jangan di terusin." Kata Lina.

"Dengar ya, aku tidak akan mengganggumu lagi, asal kamu putus komunikasi dengan Zidan." Kata Lutfia.

"Iya, aku tidak akan bicara dengannya lagi." Kata Lina.

"Bagus, tapi ingat ya. Jika aku masih melihatmu bicara dengan Zidan, maka aku akan terus mengganggumu." Kata Litfia kemudian pergi dari sana.

"Lina, kenapa kamu biarin gitu aja?" Tanya Rida.

"Iya bener tuh." Kata Riyan dan Aris bersama.

"Kalian gak usah ikut ngomong." Kata Rida.

"Masalahnya tidak akan selesai jika kita terus berdebat dengannya. Biarkan saja aku yang mengalah. Orang seperti itu tidak akan ada habisnya jika di ladeni, tujuanku ke sini untuk kuliah bukan mencari masalah." Kata Lina kemudian melangkah pergi.

"Heh, bagaimana bisa dia berkata begitu." Kata Aris heran.

"Lina memang begitu. Hah, kenapa aku tidak bisa sesabar dia." Kata Rida kemudian pergi menyusul Lina.

.....

Semenjak hari itu Lina sudah tidak bicara lagi dengan Zidan, setiap kali Zidan ingin menyapanya, Lina selalu menghindarinya. Zidan terlihat galau, Riyan yang melihatnya pun pergi menghampirinya.

"Kenapa, Bro? Kelihatan galau begitu." Tanya Riyan.

"Tidak apa-apa." Jawab Zidan pelan.

"Pasti karena siluman ular yang bernama. Siapa itu namanya, aku lupa. Kalau gak salah namanya lumpia benergak sih." Tanya Riyan.

"Hah, lumpia. Maksudmu Lutfia." Jawab Zidan.

"Iya itu dia namanya lumpia, eh Lutfia maksudnya." Kata Riyan.

"Kamu mengenal Lutfia." Kata Zidan.

"Beberapa hari yang lalu, si lumpia itu, maksudku Lutfia. Dia mencaci maki Lina, bahkan kacamatanya di buang ke tempat sampah olehnya. Dia juga mengancamnya, bahkan mengaku jadi calon istrimu." Jelas Riyan.

"Benarkah." Kata Zidan tak percaya.

"Iya benar, aku melihatnya sendiri. Waktu itu Lina sedang bersama Rida dan dia yang membelanya, aku juga ikut membelanya." Jelas Riyan Lagi.

"Keterlaluan, pantas saja Lina terus menghindariku." Kata Zidan.

"Mangnya Lutfia itu siapa kamu?" Tanya Zidan.

"Teman masa kecilku dan dulu aku sempat di jodohkan dengannya." Jawab Zidan.

"Di jodohkan, gak jaman kali. Dan sekarang bagaimana, apa perjodohan kalian di lanjutkan?" Tanya Riyan.

"Aku tidak tahu, semoga saja tidak." Kata Zidan.

"Apa kamu benar-benar mencintai Lina?" Tanya Riyan.

"Iya tentu saja, kenapa?" Jawab Zidan dan bertanya kembali.

"Kalau begitu kamu harus memperjuangkannya. Memangnya kamu mau di jodohkan dengan siluman ular seperti lumpia itu." Jawab Riyan.

"Tentu saja aku tidak mau." Kata Zidan.

"Tapi bagaimana, jika aku nekat mungkin Lutfia bisa saja mencelakai Lina, seperti di sinetron-sinetron itu. Kenapa kisah seperti ini ada di dunia nyata, dan kenapa juga harus aku." Batin Zidan.

.....

Nahda sedang berjalan-jalan keliling kampus untuk mencari keberadaan Lina. Namun belum sempat ia bertemu dengan Lina, Monica datang menghadangnya.

"Mau kemana terburu-buru?" Tanya Monica.

"Bukan urusanmu." Jawab Nahda.

"Kamu itu adalah sumber masalah dalam hidupku jadi, itu juga menjadi urusanku." Kata Monica.

"Terserahlah, permisi aku mau pergi." Kata Nahda ingin pergi dari sana namun, di hadang oleh Monica.

"Apa maumu?" Tanya Nahda kesal.

"Begitu caranya bicara dengan orang yang lebih tua darimu." Kata Monica.

"Aku tidak punya waktu untuk meladenimu." Jawab Nahda.

"Sampai sekarang masih sombong saja dan entah bagaimana Iqbal bisa menyukai cewek sombong sepertimu." Kata Monica.

"Jika ingin tahu, tanya padanya langsung." Kata Nahda.

"Karena Nahda berbeda dari yang lain." Kata Iqbal tiba-tiba datang dengan membawa sebuah buku.

"Nahda, pegang buku ini." Kata Iqbal sambil menyodorkan buku.

"Untuk apa?" Tanya Nahda heran.

"Sudah pegang saja." Kata Iqbal.

"Karena aku belum halal menggadeng tanganmu jadi, lewat buku ini aku ingin membawamu pergi dari dimensi gelap orang-orang yang membencimu." Kata Iqbal setelah Nahda memegang bukunya.

"Ayo kita pergi!" Ajak Iqbal sambil tersenyum.

Nahda pun ikut tersenyum malu, lalu berjalan di samping Iqbal layaknya sedang bergandengan tangan.

"Apa-apain ini." Kata Monica.

"Nora banget deh." Kata Racel.

"Ih tapi mereka itu so sweet tahu." Kata Vero sambil memegang kedua pipinya.

"Kok malah belain dia sih." Protes Monica.

"Aku gak belain, cuma ngomong." Kata Vero.

"Dia menang lagi dari ku." Kata Monica kesal.

Setelah beberapa langkah kemudian, Nahda melepaskan bukunya.

"Ini sangat konyol." Kata Nahda.

"Tapi kamu sukakan." Kata Iqbal.

Nahda hanya tersenyum menanggapinya dengan memalingkan wajahnya ke samping karena malu.

"Hayo ngaku." Kata Iqbal.

"Apaan sih." Kata Nahda sambil menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Oh iya aku lupa." Kata Nahda teringat sesuatu.

"Ada apa?" Tanya Iqbal.

"Aku tadi mau mencari Lina, kenapa malah bersamamu." Jawab Nahda.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!