Urusan kita belum selesai

Lina dan Zidan masih asik mengobrol di sepanjang jalan perjalanan mereka, tiba-tiba saja Lutfia datang menghampiri mereka dan menggandeng tangan Zidan tanpa izin.

"Selamat pagi, Zidan." Sapa Lutfia.

"Lulfia, apaan sih kamu tuh. Sudah ku bilang berkali-kali, jangan pegang-pegang sembarangan." Protes Zidan sambil melepaskan tangan Lutfia.

"Emang kenapa sih, kita berteman dari kecil sudah seperti saudarakan." Kata Lutfia.

"Apapun alasannya, tetap saja kita itu bukan makhrom." Jelas Zidan.

"Sok alim deh. Kenapa sekarang kamu berubah tidak seperti dulu." Kata Lutfia.

"Terserah apa katamu." Kata Zidan.

"Hah ya sudahlah, ayo kita ke kelas!" Ajak Lutfia sambil menarik tangan Zidan.

"Lutfia! Sudah ku bilang, masih belum mengerti juga." Kata Zidan sambil menarik tangnnya kembali.

"Emm, Zidan. Aku akan ke kelas sekarang." Kata Lina.

"Tunggu dulu, Lin. Aku masih belum selesai bicara denganmu." Kata Zidan.

"Ingin bicara apa lagi, biarkan saja dia pergi. Lagi pula dia itu siapa?" Tanya lulfia.

"Dia teman dekatku." Jawab Zidan.

"Teman dekat?" Batin Lina sambil tersenyum namun ia sembunyikan dengan mengalihkan pandangannya.

"Teman dekat. Sejak kapan kamu punya teman dekat?" Tanya Lufia.

"Dan teman dekatmu seperti ini? Yang benar saja." Kata Lutfia sambil menunjuk Lina, meledek penampilannya yang menggunakan rok dengan atasan kaos oblong panjang dan memakai hijab segi empat.

"Kenapa memangnya?" Tanya Zidan.

"Lihat aja lah, nora banget." Kata Lutfia lagi.

"Jangan menghina penampilan orang lain, lihatlah dirimu sendiri. Apakah penampilanmu sudah lebih baik dari orang yang kamu hina." Kata Zidan.

"Tentu saja, penampilanku lebih baik dan lebih modern. Dari pada dia, kuno." Kata Lutfia sambil menunjukkan dres tanpa lengan sepanjang lutut berwarna pink muda yang ia kenakan.

"Benarkah? Lina tahu tanggung jawab sebagai perempuan untuk menutup auratnya, sedangkan dirimu malah mengumbarnya dengan berpakaian seperti ini. Apakah itu yang di bilang lebih baik? Jika menurutmu itu modern, maka binatang lebih modern lebih dulu dari pada kamu." Jelas Zidan.

"Maksudnya?" Tanya Lutfia.

"Sudahlah, maafkan Lutfia ya, Lin. Dia sudah menghinamu seperti itu." Ucap Zidan.

"Tidak apa-apa, Zidan. Dia hanya belum mengerti saja, dan aku paham itu." Kata Lina.

"Dih, sok alim." Kata Lutfia mencibir perkataan Lina.

"Ya sudah kalau begitu, pergilah ke kelas. Aku juga akan ke kelasku sendiri." Kata Zidan.

"Iya."

"Sampai jumpa lagi, Assalamualaikum." Ucap Zidan sambil tersenyum.

"Waalaikumsalam." Ucap Lina.

Setelah mendapatkan jawaban salam dari Lina, Zidan pun segera pergi dari sana.

"Gak usah ke-pd-an karena Zidan membelamu tadi. Dia tuh cuma kasihan aja sama kamu. Asal kamu tahu saja yaa, Zidan itu suka sama aku sejak kecil dan sampai sekarang hatinya hanya miliku." Kata Lutfia.

"Lutfia! Katanya ingin ke kelas, kenapa masih di situ." Teriak Zidan memanggil Lutfia.

"Iyaa!" Sahut Lutfia.

"Tunggu saja nanti, aku belum selesai denganmu." Kata Lutfia kemudian pergi menyusul Zidan.

"Apa yang kamu katakan pada Lina? Kamu menghinanya lagi?" Tanya Zidan.

"Tidak." Jawab Lutfia ketus kemudian berjalan lebih dulu.

#

"Lutfia itu sebenarnya siapa? Dia mengancam ku seperti itu, mungkin dia menyukai Zidan. Hmm jadi aku punya saingan begitu. Apa sih, aku ini bicara apa coba." Kata Lina bicara sendiri.

.....

Rida bersama Aris sedang di perpustakaan, awalnya mereka barengan setelah sampai di perpustakaan mereka berpencar mencari buku yang mereka butuhkan. Meski begitu Aris terus saja sebentar-sebentar menengok Rida, sedangkan Rida sendiri sibuk mencari buku dan tidak memperhatikan sekitar. Di saat yang bersamaan Rida mengambil buku, tiba-tiba saja ada tangan seseorang juga yang ingin mengambil buku tersebut dan tak sengaja memengang tangan Rida.

"Eh, maaf aku tidak sengaja." Ucap orang tersebut.

"E-i-ya tidak apa-apa, Kak." Ucap Rida terbata-bata karena malu.

"Em ini, bukunya buat Kakak aja." Kata Rida sambil menyodorkan buku yang ia ambil tadi.

"Tidak, itu untukmu saja. Aku akan cari buku lain." Kata Rizal canggung.

"Tidak, Kak. Ini untukmu saja, aku yang akan cari buku lain." Kata Rida sama-sama canggung juga.

"Tidak, Rida. Itu untukmu saja."

"Tidak, untuk Kakak saja."

"Untukmu saja."

"Untuk Kakak saja."

"Sudah-sudah kembalikan saja bukunya, kita cari buku yang lain saja. Biar adil." Kata Rizal mengambil buku itu dan mengembalikannya ke rak, kemudian pergi meninggalkan Rida.

"Ada apa denganku, kenapa jadi canggung begini." Batin Rizal.

"Ada apa denganku, bagaimana sentuhan tangannya masih terasa." Sambil memegang tangannya.

Akhirnya mereka berdua mencari buku lagi namun karena sama-sama masih penasaran, mereka saling curi-curi pandangan.

.....

Nahda sedang duduk di bangku halaman kampus sambil menikmati pemandangan yang ada disana dan Iqbal masih setia membuntutinya.

"Nahda!" Panggil Iqbal duduk di bangku sebelah Nahda sambil menyandarkan badannya dan melipat kedua tangannya sambil menoleh ke arah Nahda.

"Iya." Jawab Nahda tanpa menoleh.

"Cuek banget sih." Kata Iqbal masih dalam posisinya.

"Gak papa, jaga hati aja." Kata Nahda tetap pada posisinya.

"Hmm begitu ya, Ukhti." Kata Iqbal masih dalam posisi yang sama.

"Iya, Akhi." Kata Nahda menoleh sebentar.

"Baiklah kalau begitu, tapi tidak apa-apa ya aku duduk di sini." Kata Iqbal masih setia dalam posisinya.

"Iya." Kata Nahda tanpa menoleh.

"Hai, Iqbal. Sedang apa di sini?" Sapa Monica tiba-tiba duduk di samping Iqbal.

"Kamu ini menghalangi pemandangan saja." Kata Iqbal mengubah arah pandangannya.

"Pemandangan apa sih?" Tanya Monica melihat ke arah pandangannya tadi.

"Cewek tengil itu pemandangannya?" Tanya Monika meledek Nahda.

"Bukan, tapi bidadari." Jawab Iqbal tanpa menoleh.

"Bidadari? Hahahaha." Kata Monica sambil tertawa.

"Yang benar saja, bidadari tidak seperti itu, Iqbal." Kata Monica.

"Dan lihat, dia sama sekali tidak peduli denganmu. Dia pergi begitu saja tanpa berpamitan." Kata Monica menunjuk Nahda yang beranjak pergi dari sana.

"Iqbal, kamu mau pergi kemana?" Tanya Monica melihat Iqbal juga pergi dari sana.

"Iqbal! Tunggu!" Teriak Monica sambil mengejar Iqbal.

.....

"Kenapa aku harus bertemu dengan Monika lagi? Dia gak kapok-kapok." Kata Nahda bicara sendiri.

"Nahda!" Panggil Iqbal dari arah belakang.

"Kenapa dia juga masih membuntutiku terus." Batin Nahda.

"Ada apa, Kak?" Tanya Nahda.

"Aku masih kangen." Jawab Iqbal sambil tersenyum.

Nahda hanya menunduk sambil menepuk jidatnya pelan menanggapi ucapan Iqbal.

"Iqbal!" Panggil Monica.

"Ada apa sih?" Tanya Iqbal.

"Wah ternyata kamu jadi ekorku juga nih." Kata Nahda kepada Monica.

"Apa kamu bilang, ekor? Enak saja kamu ngatain aku ekor." Protes Monica.

"Terus kenapa mengikutiku?" Tanya Nahda.

"Aku tidak mengikutimu, tapi Iqbal." Jawab Monica.

"Ya sudah kalau begitu." Kata Nahda kemudian pergi begitu saja.

"Heh, mau kemana kamu? Urusan kita belum selesai." Kata Monica.

"Urusan apa? Bukannya kamu bilang tadi tidak mengikutiku, jadi tidak ada urusan dengankukan." Kata Nahda .

"Ya tadi tidak, sekarang ada. Kamu sudah meledekku." Kata Monica.

"Lalu, aku tidak punya waktu untuk meladenimu." Kata Nahda kemudian pergi begitu saja.

"Dasar tengil!" Teriak Monica kesal.

"Ingat ya, urusan kita belum selesai!" Lanjut Monica.

Sedangkan Iqbal hanya tertawa kecil melihat bagaimana Nahda membuat Monica kesal sendiri.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!