SELINGKUHAN BAPAK

Sudah larut malam Relin masih sibuk di depan kertas yang berhamburan di meja. Dia mencoba beradaptasi dengan rumah Ifal yang setengah dari ruang kerjanya.

"Astaghfirullah, belum tidur. Masih lama?"

"Emh, kamu tidur bersama Nia dulu, nanti jika aku selesai baru ke ambil Nia." Lin tidak menoleh sedikitpun dia masih fokus di depan gambarnya.

Pintu kamar terbuka agar Ifal bisa memantau Nia yang masih tidur, Ifal tidak mengatakan apapun, dia hanya duduk membantu merapikan tumpukan kertas.

"Setelah direvisi jauh lebih baik, semoga keluarga Anita menyukainya." Senyuman Relin terlihat mengirimkan revisi kepada desainernya.

Relin menoleh ke samping melihat Ifal yang duduk melihat gambar-gambar yang ada di kertas. Tidak bisa membayangkan betapa pusingnya Relin.

"Kenapa belum tidur?"

"Kamu kenapa?" Ifal bertanya balik.

"Aku terbiasa begadang, waktu tinggal sendiri bisa tidur jam dua hingga jam tiga, jam lima bangun, sembilan pergi kerja, lima pulang, hampir setiap hari begitu," jelas Relin.

Lin paham dirinya terlalu menikmati kesendirian, dia tidak punya waktu menikmati hidup makanya sekarang bekerja dalam porsi wajar.

"Gambar ini semuanya luar biasa, tapi desainnya belum sempurna," ucap Ifal dengan nada pelan.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" senyuman Relin terlihat, dia sengaja melakukannya agar desainnya tidak diambil orang lain, jika terjadi ada jalan untuk mengambil jalur hukum.

Relin tidak mentolerir pencurian, dia tidak ingin ada orang yang mengambil kesempatan dengan memanfaatkannya.

"Kamu hebat Lin, aku akui kamu sukses karena memang tekun." Jempol Ifal terangkat.

Dulu Ifal punya impian menjadi arsitek, tapi mimpi itu dikubur karena dia hanya bisa sekolah SMA masih beruntung bisa lulus.

Rumah yang saat ini mereka tempati Ifal bangun sejak dirinya masih sekolah, pulang sekolah lanjut kerja bangunan. Sisa bangunan yang tidak terpakai lagi dibawa pulang.

Sepetak demi sepetak membentuk bangunan, tidak mewah setidaknya bisa berteduh. Lulus sekolah mulai kerja lebih baik, sebisa mungkin Ifal harus menghasilkan uang.

"Kenapa kamu menikah muda?"

"Menghindari dosa, tidak tertarik pacaran, dan masih ingin kuat sampai anak dewasa, maksudnya kuat tenaga saat bekerja."

"Aku juga pernah pacaran, tapi dia selingkuh. Bukan patah hati yang membuat aku betah sendiri, tapi takut bertemu lelaki yang salah. Banyak yang mengatakan, tidak akan tahu jika tidak dicoba, masalahnya rumah tangga bukan sesuatu yang harus dicoba." Relin merapikan kertasnya, memasukkan ke dalam lemari agar tidak berantakan.

Beberapa saat suasana hening, Relin menatap Ifal yang terdiam. Tidak ada yang perlu mereka bicarakan, Relin melangkah ke kamar.

"Mau mencoba tidak?" Ifal menatap Relin yang menoleh ke belakang.

"Coba apa?"

"Tidur bersama, maksudnya kita bertiga. Bagaimanapun kita suami istri, tidak sepatutnya pisah ranjang."

"Fal, aku tahu kamu belum sepenuhnya menerima kepergian Ratna, jangan dipaksa. Kita bisa saling mengenal, menjadi teman mengobrol, berbagi keluh kesah, jika dalam satu tahun ini kita berdua bisa saling iring, mungkin kita coba." Senyuman Relin terlihat menutup pintu kamarnya.

Kepala Ifal mengangguk, ada benarnya ucapan Relin. Ifal terlalu memaksakan diri untuk melupakan Ratna, padahal dia masih belum sanggup.

"Fal, ada sesuatu yang aku temukan, ini bukan fitnah hanya berbagi cerita." Lin membuka pintu kembali.

"Menemukan apa, harta Karun." Tawa kecil Ifal terdengar meminta Relin duduk disampingnya.

"Tadi, aku ke supermarket bertemu seseorang," ucapnya.

"Oh orang, siapa?"

Gigi Relin nyengir, tiba-tiba kepalanya menggeleng tidak jadi bicara. Cepat Relin pamit tidur, pergelangan tangannya ditahan. Ifal sudah terlanjur penasaran apa yang terjadi di supermarket, siapa yang Relin temukan.

Gedoran pintu kuat, Relin teriak kaget memeluk lengan Ifal. Suara tangisan memanggil Ifal terdengar jelas.

"Siapa yang menangis?"

"Ibu, kenapa dia menangis?" Ifal bergegas keluar membuka Ibu.

Rambut Ibu berantakan, Ifal membantu ibu masuk ke dalam rumah. Tangisan ibu pecah meraung-raung.

"Berhenti menangis Bu, ini sudah jam satu malam. Nia juga sedang tidur," tegur Ifal.

"Kenapa memangnya jika sudah jam satu, memangnya Ibu tidak boleh menangis?" tangisan tambah kencang membuat Nia ikutan menangis.

"Bu, cukup. Ada apa?" Ifal menatap Relin yang menggendong Nia.

Kepala Ifal sakit mendengarnya, dia akhirnya pasrah membiarkan Ibunya menangis sampai puas.

"Fal, Bapak."

"Aku tidak tahu Ibu bicara apa, makanya hentikan tangisan."

"Bapak selingkuh, Ibu mencari dari jam tujuh malam saat ini ajak pulang dia menolak lebih pilih bersama wanita lain. Lihat penampilan Ibu, wanita itu menjambak dan mengusir." Ibu sesegukan mengusap air matanya.

Ifal menatap Relin yang tidak terkejut, ternyata sesuatu yang ingin dibicarakan soal bapak yang selingkuh.

"Fal lihat Ibu jangan Relin." Kepala Ifal dipegang.

Relin melangkah ke dapur mengambil air minum, memberikan kepada ibu yang langsung mengambilnya.

Sementara ibu tenangkan diri agar tidak berasumsi macam-macam, masalah tidak akan selesai dengan keributan.

"Apa Ibu sama Bapak ada masalah beberapa hari ini?"

"Tidak ada, Bapak ngambek tidak ada lauk makan, soalnya kamu ngak kasih uang bulanan lagi."

"Hanya karena lauk selingkuh, kenapa tidak kerja?" Relin hanya bisa bicara dalam hati.

"Kenapa juga Bapak tidak kerja, bagiamana bisa makan jika tidak bekerja?"

"Kamu jangan salahkan Bapak Fal, Ibu cinta juga sayang makanya tidak mempermasalahkan." Tetesan air mata masih berjatuhan.

Kepala Ifal menggeleng, lelaki yang tidak bekerja maka tidak ada gunanya. Jika belum mendapatkan pekerjaan masih bisa ditoleransi, tapi jika tidak ingin bekerja maka tidak layak dikasihani.

Cinta ataupun sayang cukup dalam porsi wajar, perasaan yang tidak bisa dipaksa itu cinta.

"Jika Ibu cinta Bapak dengan setia membantu dan berusaha untuk bekerja maka pantas disebut saling mencintai, tapi Bapak tidak peduli. Apa itu juga cinta?"

"Relin, kamu jangan cengar-cengir begitu. Uang kamu banyak, berikan sedikit kepada Ibu agar Bapak pulang." Tangan Ibu menadah meminta uang.

"Tidak bisa Bu, uang gaji Ifal untuk makan sehari-hari, uangnya Relin itu milik perusahaan tidak bisa disumbangkan." Senyuman Relin terlihat meminta maaf.

"Waktu itu Ibu melihat kamu makan bakso, tapi Ibu tidak dibelikan," sindirnya.

Relin garuk-garuk kepala, dia akan membelikan jika beli lagi soalnya antrian bakso terlalu panjang.

Tangisan ibu terdengar kembali meminta Ifal memberikan uang, beras di rumah habis, bumbu dan lauk pauk juga tidak ada.

Kepala Ifal menggeleng, dia tidak bisa membantu. Jika Ibu lapar bisa datang ke rumah, tapi jika Bapak atau Afdal pulang tidak boleh lagi makan di rumah Ifal.

"Terserah Ibu mengganggap Ifal pelit, tapi hanya itu yang Ifal bantu."

"Sekarang bagaimana soal Bapak, Ibu tidak mau diceraikan, Ibu tidak mau jadi janda." Tangisan tambah kencang, Ifal melangkah ke dapur meninggalkan ibu yang masih menangis.

Relin meminta Ibu sabar, lelaki yang tidak cukup satu wanita tidak akan bahagia, Seharusnya Ibu bersyukur dijauhkan dari bajingan.

"Menantu kurang ajar, perawan tua jangan banyak memberikan nasihat, kamu juga tidak laku coba menenangkan," bentak Ibu.

"Relin hanya kasih saran, tidak mau ambil ya sudah." Relin melangkah ke kamarnya untuk tidur.

***

Follow Ig vhiaazaira

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

next 🥰

2024-01-31

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

dibilang in gak percaya biarin aja lin

2024-01-31

1

icece

icece

lanjut Thor

2024-01-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!