LELAH HATI

Suara sayup-sayup terdengar suara sedang bernyanyi, Ifal menghentikan langkahnya melihat ke dalam kamar yang sedikit terbuka.

Wanita cantik sedang tersenyum bernyanyi bersama bayinya yang tertawa melihat Bundanya bernyanyi dengan tawa kecil diwajahnya.

"Mbak Relin cantik saat tersenyum, tapi kenapa dia tidak pernah menunjukkan senyuman kepada siapapun," batin Ifal yang mengangumi wajah cantik Relin.

Ketukan pintu terdengar, Relin langsung diam melihat ke arah Ifal yang membuka sedikit pintu kamar.

"Ayo makan, Mbak," ajaknya melangkah lebih dulu.

Relin mengikuti dari belakang, melihat Ifal menyiapkan makanan. Kursi ditarik pelan agar tidak mengejutkan Nia yang tidak mau tidur.

"Kamu tidak makan?"

"Pakai ini saja, selamat makan."

Keduanya makan dengan lahap menikmati masakan yang terbilang sederhana. Sesekali Ifal melirik Relin yang makan sambil menggendong Nia.

"Biar aku saja." Ifal meminta Nia, tapi Relin menolak.

Terdengar salam dari luar, Ibu datang bersama Bapak. Ifal langsung mencium tangan keduanya mempersilahkan masuk.

"Bu, Pak, kenapa tidak menghubungi Ifal, nanti aku jemput."

"Tidak apa Nak, mana Relin?" Ibu tersenyum melihat putri sulungnya sedang menikmati makan sambil menjaga Nia.

Pipi Relin dikecup lembut oleh kedua orangtuanya, saat ini hanya Relin yang tersisa. Sebelumnya ada Ratna yang tiap minggu dikunjungi.

"Kamu tidak kerja Lin?" tanya Bapak yang meletakkan bawaanya.

"Tidak Pak," balasnya singkat.

"Bapak Ibu makan dulu, Ifal beli nasi sebentar soalnya kita ...."

"Sudah, Bapak Ibu sudah makan di rumah, ini ada bahan makanan untuk kalian." Bapak merangkul Ifal memintanya duduk kembali melanjutkan makan.

Ibu sudah bermain bersama Nia yang sudah pintar tersenyum, kesedihan masih terlihat di wajah Ibu dia sangat merindukan Ratna.

"Kenapa Ibu membawa banyak sekali makanan ke sini, lagian kita hanya tinggal berdua di sini." Relin menarik napas panjang melihat bahan makanan yang membludak.

Ibu sudah terbiasa tiap minggu mengunjungi Ratna selalu membawakan banyak makanan agar cukup untuk satu minggu.

Tatapan Relin tajam, ibunya terlalu ikut campur dengan rumah tangga Ratna sampai tiap minggu menyediakan stok makanan.

"Bu, Relin bukan Ratna. Aku tidak mau diantar makanan seperti ini."

"Iya paham, makanya ibu tidak pernah mengunjungi kamu, sikap kalian berdua beda sekali. Ratna sangat menghargai tiap pemberian Ibu, beda sama kamu," tegur Ibu dengan nada sinis.

"Bukan Relin tidak menghargai Bu, daripada uangnya dibelikan makanan untuk ke sini lebih baik Ibu tabung untuk masa tua."

Helaan napas Ibu terdengar, dia bosan mendengar suara Relin marah-marah terus, masa tua terus yang di bahas seperti tidak ingin mengurus orang tua setelah tua.

Dulu Ratna selalu bahagia tiap kali Ibu Bapak datang, dia menyambut dengan baik. Senyumannya terus merekah, beda dengan Relin yang mengomel.

Ifal yang mendengar percakapan Relin dan ibunya ikut sedih, tidak tahu mengapa dia setuju dengan Relin.

Daripada mengirim makanan kepada mereka lebih baik menyimpan uang. Relin perhatian dengan orangtuanya, tapi dipandang beda.

"Terserah Ibu, kapan Relin benar di mata kalian."

"Oh iya, Ibu dengar kamu mau menggunakan assisten rumah tangga, buat apa?"

Relin menjelaskan jika dia harus bekerja, takutnya tidak punya waktu menjaga Nia dan mengurus rumah. Asisten rumah tangga juga orang yang dia kenal, tidak mungkin ada hal buruk terjadi.

Kepala Ibu menggeleng, dia tidak setuju jika Relin menggunakan pengasuh untuk Rania, terlalu berbahaya. Ada banyak berita penyiksaan anak kecil.

"Bu, Relin kenal baik."

"Kamu yang kenal baik bukan Nia, jangan membahayakan dia. Nia satu-satunya peninggalan Ratna, ibu tidak mau ada luka sedikitpun." Jari telunjuk Ibu terangkat memberikan peringatan.

Kedua tangan Relin saling remas, hatinya sakit sekali mendengar ibunya selalu mengutamakan Ratna.

"Assalamualaikum, halo." Ibu Ifal datang berjabatan dengan Ibu Relin.

"Maaf tadi aku tidak sempat mampir, langsung ke sini soalnya khawatir Relin tidak bisa mengurus Ifal dan Nia." Senyuman Ibu terlihat menatap besannya.

"Tenang saja, ada aku di sini. Relin akan aku ajar sedikit demi sedikit menjadi istri yang baik. Dia masih keras kepala dan melawan," jelas Ibu Ifal melirik Relin sebentar.

"Relin, kamu harus sopan kepada mertua kamu, jangan kurang ajar," tegur Bapak memberikan peringatan.

Putri sulungnya memang sejak kecil mandiri, jadinya terbiasa melawan siapapun. Bapak meminta Maaf atas sikap Relin yang tidak ada aturan.

"Lin, ikut ke kamar sebentar," ajak Ifal karena dia tidak tega melihat Relin dipojokkan dibandingkan dengan Ratna yang selalu baik di depan mata kedua orang tua Relin.

Tangan Relin ditarik, Ifal memintanya duduk di pinggir ranjang tidurnya, mata wanita yang baru dia nikahi merah.

"Aku memang bukan Ratna." Air matanya jatuh menetes tanpa bisa ditahan.

Ifal duduk di sampingnya mencoba menenangkan, lebih baik menghindar agar hati tetap baik-baik saja.

"Menangis, aku tunggu sampai emosi Mbak reda."

Tangisan Relin pecah, dia sedari tadi menahan diri mendapatkan perilaku tidak pantas dari mertuanya, dan kedua orangtuanya juga hanya care kepada Ratna yang sudah tiada.

Jika bisa ditukar, Relin pilih dirinya saja yang mati, dia tidak ingin kehilangan Ratna. Sakit sekali menjadi orang lain untuk membahagiakan.

Sejak kecil Relin selalu mengalah kepada Ratna, dia tidak pernah meminta atau iri kepada saudarinya.

"Aku tahu Ratna baik, aku tahu dia wanita yang luar biasa taatnya ... Tetapi aku bukan dia."

"Mbak juga baik, hanya saja orang tidak melihatnya. Aku juga baru tahu jika Bapak Ibu sering datang ke rumah tiap minggu dan menyiapkan bahan makanan, baru tahu juga jika Ibuku selau mengambil makanan di sini." Sejak menikah segala urusan rumah menjadi pegangan Ratna, dia hanya bekerja keras siang malam untuk memulihkan ekonomi keluarganya.

Relin menatap ke arah Ifal, mungkin dia juga tidak tahu jika Ratna selalu meminjam uang, sesekali Relin memberikan sejumlah uang agar adiknya memiliki makanan yang layak, pakaian yang pantas.

"Tiga tahun bersama, rasanya aneh. Setelah Ratna pergi aku banyak tidak tahu soal dirinya. Rasanya membingungkan." Sedih yang Ifal rasakan, tapi ada keasingan yang banyak tidak dia ketahui.

Berpikir selama ini istrinya wanita yang jujur, menceritakan kesehariannya, tapi nyatanya ada banyak yang Ratna tutupi, tidak tahu demi kebaikan dirinya atau apa.

"Tiga tahun ini rasanya bahagia sekali, tidak ada masalah apapun, mungkin itu hanya aku sedangkan Ratna mendapatkan tekanan batin dari keluargaku," tebak Ifal merasa kasihan kepada istrinya.

Relin tiduran di ranjang tidur Ifal, matanya terpejam tanpa sadar tertidur. Hatinya sedang tidak baik-baik saja, capek dan sakit karena harus bertahan dan menerima perbandingan dengan adiknya.

"Maafkan aku Mbak Relin, kehidupan kamu yang tenang menjadi kacau karena harus menjadi Ibu dari anakku," gumam Ifal menatap wajah tidur Kakak iparnya.

***

Follow Ig vhiaazaira

Like komen

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

ya iya lah Ratna mau menerima pemberian dari ibunya karena Ratna kekurangan dana dalam rumah tangga karena uangnya selalu diminta mertuanya

2024-01-03

0

icece

icece

up nu tiap hari dund

2024-01-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!