PEMERASAN

Teriakkan pelan Relin terdengar, dia bergegas masuk mengendong Rania yang cekikikan tertawa karena mereka hampir Magrib di jalan.

Tawa Ifal terdengar melihat anaknya tertawa, ekspresi Relin mengemaskan saat panik. Cepat masuk kamar mandi dengan wajah lemas.

"Ayo sholat berjamaah," ajak Ifal.

"Lin minggu depan," balasnya.

Kepala Ifal mengangguk, dia langsung mengerti saat Relin mengatakan minggu depan. Dia sedang halangan.

Kepala Relin pusing membongkar sesuatu, Ifal yang mendengar bergegas ke kamar. Pundak Relin ditepuk pelan.

"Cari apa?"

"Itu, emh ... Pembalut," ucapnya malu-malu.

"Habis, atau hilang?" senyuman Ifal terlihat, semakin diperhatikan Relin sebenarnya wanita manja.

"Tidak tahu," balasnya masih berusaha mencari.

"Tunggu sebentar, aku beli dulu." Kepala Relin menoleh saat Ifal pergi, apa dia tidak malu membelikan pembalut wanita.

Tidak butuh waktu lama, plastik putih diserahkan, Relin langsung menyembunyikan ke belakang tubuhnya.

"Kenapa plastiknya putih, malu dilihat orang." Cepat Relin ke kamar mandi sebelum bocor.

Tawa kecil Ifal terdengar, dia duduk di pinggir ranjang menyentuh kasur yang tidak empuk lagi, pasti badan Relin sakit semua.

"Nia, Bunda Lin lucu. Ternyata dia suka jajan pinggir jalan, suka jalan-jalan, suka lupa barang penting, pinter masak, segala hal selalu dia lakukan sendiri, padahal bisa meminta bantuan." Senyuman kecil Ifal terlihat menatap putrinya yang diam saja memainkan selimut.

"Terima kasih sudah membelikan, Relin memang sering lupa," ucapnya tidak enak.

"Tadi di warung hanya ada satu merek, biasanya kamu pakai merek apa nanti aku carikan ke supermarket."

"Aku pakai apapun, jangan dibahas Relin malu." Pipinya memerah, selama ini tidak pernah mengobrol hal tidak pantas dengan lelaki.

Tangan Ifal meraba ranjang, dia menunjuk beberapa titik yang hampir keluar besi. Badan Relin pasti sakit, Nia menggunakan kasur anak jadinya tidak sakit.

"Mau pindah ke kamar aku saja?"

"Tidak apa, aku tidak mengeluh soal tempat tidur."

"Aku yang tidak bisa membiarkannya, lagian kita suami istri. Sudah berapa bulan ini bersama, Mbak terlalu menjaga kehormatan aku sebagai lelaki." Ifal memberikan amplop putih.

Motor sudah lunas, Ifal juga menghentikan biaya keluarganya. Dia bukan tidak berbakti, tapi kenyamanan anak istri jauh lebih penting.

"Kita belum punya uang lebih untuk membeli ranjang baru, jadinya kita tidur satu ranjang bertiga. Apa kamu keberatan, atau kita tukar saja." Uang gaji Ifal berikan untuk kebutuhan rumah.

Senyuman Relin terlihat, dia menerima gaji menghargai kerja keras suaminya dalam sebulan. Relin pastikan uangnya cukup untuk kebutuhan.

"Ifal, apa kamu tidak keberatan aku tidur di ranjang Ratna?" tidak ada niat Relin menggantikan siapapun, dia paham betapa besar cinta keduanya.

"Tidak apa, Ratna sudah tenang dan bahagia, dia pasti lega meninggalkan aku dan Nia di tangan kamu. Memang Ratna tidak pernah cerita soal kakaknya, atau aku yang tidak pernah bertanya?" Langkah Ifal meninggalkan kamar, menuju tempat tidurnya.

Beberapa barang tidak penting dikeluarkan, Ifal menemukan cincin nikah bersama Ratna, istrinya mengatakan cincin kekecilan saat mengandung.

"Lin, ini masih ada perhiasan Ratna, kamu simpan." Mata Ifal terbelalak kaget tidak ada perhiasan apapun.

Relin datang bersama Nia, dia menatap kotak yang kosong, hanya surat yang tersisa. Ratna tidak mungkin menjualnya, tapi kenapa dia tidak jujur.

"Mungkin cincinnya ada di rumah Ibu waktu Ratna dibawa pulang," tebak Relin mencoba mengalihkan perhatian.

"Jujur aku kecewa dengan sikap Ratna yang banyak menutupi masalah, aku tidak ada gunanya sebagai suami." Semua lemari dibongkar.

Relin meletakkan Nia yang sedang tidur di ranjang, mengambil beberapa baju yang berserakan. Lin melihat kemarahan Ifal terpancing.

"Surat rumah, rumah ini pernah digadai, siapa yang mengadaikan?" Ifal menemukan surat penagihan rumah.

Nota pembelian baju dan barang mahal, Ifal meremas kuat tumpukan belanjaan yang tidak pernah diam ketahui.

"Rumah tangga yang aku pikir baik, ternyata banyak kebohongan. Tidak mungkin Ratna punya banyak uang untuk belanja semua ini." Mata Ifal berkaca-kaca melihat ke arah Relin.

Jantung Relin berdegup kencang, Ifal menatapnya tajam. Kepala Relin tertunduk meminta Ifal tidak menatapnya jahat.

"Kamu yang memberikan Ratna uang?"

"Bu ... Bukan." Kepala Relin menggeleng, dia tidak mengakui jika membantu Ratna soal keuangan.

Tangan Relin digenggam erat, Ifal memohon agar tidak ada kebohongan. Rasanya sakit sekali dibohongi.

"Aku tanya sekali lagi Lin," ucapnya.

"Iya, Ratna sering meminta uang, tapi aku tidak bertanya selama dia tidak cerita. Tiap rumah tangga ada masalah, aku hanya mencoba meringankan masalah adikku, sungguh aku tidak tahu jika Ratna membeli barang, tapi tidak terlihat barangnya." Jika Relin tahu dia tidak akan membiarkan adiknya menghamburkan uang.

"Kenapa dikasih?"

"Ini salahku, seharusnya aku bertanya buat apa, bahkan tidak ingat dalam satu bulan ada berapa kali Ratna meminta. Apa yang Relin lakukan demi kebahagiaan Ratna, aku tidak ingin dia dalam masalah."

"Bukan salah kamu, aku yang tidak berguna, sebenarnya apa yang terjadi di rumah ini. Aku harus tahu, apa yang memicu Ratna berbohong." Ifal mencoba mengendalikan dirinya dia membongkar seisi lemari.

Punggung Ifal diusap lembut, Relin bisa mencari tahu apa yang terjadi kepada Ratna, tapi Ifal harus menerima baik buruk kebenaran.

"Sejujurnya aku risih dengan semua ini, adikku kenapa? baik buruknya kita terima bersama, Relin lakukan selama Ifal mengizinkan," ucapnya tulus, Relin sudah muak dengan segala luka Adiknya.

Kepala Ifal mengangguk, dia siap dengan apapun hasilnya. Ratna menyembunyikan semuanya pasti ada alasan.

"Perhatikan tanggal belanjaan ini, bahkan satu hari sebelum meninggal Ratna membeli belanja kebutuhan mencapai lima juta. Ya Allah Na, apa yang kamu pikirkan sampai menutupi dariku?" perasaan Ifal sedih sekali melihat istrinya selama ini menderita.

Relin mengambil ponselnya, mengirimkan pesan kepada asistennya untuk mendapatkan laporan medis Ratna saat memeriksa kehamilan hingga lahiran.

Tidak peduli berapa banyak keluar uang, Relin pastikan kematian adiknya akan menghancurkan orang lain. Ratna tidak boleh terluka sendirian.

"Mbak akan membalas mereka yang sudah memeras kamu, apa kamu juga mengalami stres sedang hamil namun terganggu?" Relin hanya bicara di dalam hati.

"Fal, kamu bereskan lagi, baju Ratna keluarkan semua kita sumbangkan kepada orang lain." Relin mengambil baju adiknya.

Ada banyak hal yang mengiris hati Relin, baju adiknya jelek semua. Ratna tidak beli baju jika bukan Ibu dan Relin yang mengirimkan.

"Ratna pernah pergi ke bar, bukannya itu tempat orang mabuk?" Ifal menunjukkan struk.

"Ada jus juga di sana, Relin pernah beberapa kali hanya untuk mendengar musik." Senyuman Relin terlihat bersyukur Ifal tidak bertanya lagi.

Ifal menunjukkan sesuatu, senyuman Relin terlihat. Memang benar hotel itu tempat tidur, tapi Relin sering pergi sekedar untuk makan.

"Lin, aku tidak bodoh? tidak mungkin Ratna mengetahui soal cek-in hotel, bahkan tiket pesawat. Ratna tidak pernah pergi ke manapun."

"Berarti orang lain yang pergi, Ratna yang bayar," balas Relin.

Kepala Ifal mengangguk, dari mana mereka mulai mencari tahu semua yang terjadi.

"Fal, berikan kepadaku ponsel Ratna," pinta Relin.

***

Follow Ig vhiaazaira

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

next lanjut

2024-01-28

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

waooo banyak teka teki tentang Ratna...

2024-01-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!