UANG DAMAI

Lin tidak berani menghubungi Ifal, dia pasti sedang kerja. Kegelisahan Relin di depan rumah terlihat oleh Rahma yang bergegas menghampirinya.

"Ada apa Lin?"

"Anu ... Aku tidak enak mengatakannya," ucap Relin ragu-ragu.

"Afdal bermasalah lagi, ini bukan pertama kalinya dia merepotkan." Kepala Rahma geleng-geleng.

"Iya Rahma, aku binggung harus pergi menggunakan apa, belum lagi Nia sendirian," keluh Relin yang lelah sekali di ulah keluarga Afdal.

Rahma meminta Relin membawa Nia, dia bisa menggunakan mobilnya untuk ke kantor polisi dan melihat korban. Rahma bersedia menemani sekalian menjaga Nia.

Senyuman Relin terlihat mengucapkan terima kasih, dia tidak bisa menolak tawaran itu. Relin bergegas mengambil Putrinya juga surat menyurat mobil.

Mobil Rahma dikeluarkan dari gerbang, modelnya lama tidak sebagus mobil Relin, tapi masih patut disyukuri.

"Maaf Lin mobilnya jelek," ucap Rahma canggung.

"Tidak apa, kamu harus bersyukur. Ada banyak orang kehujanan dan kepanasan, setidaknya kamu aman." Relin masuk ke dalam mobil menuju kantor polisi.

Sepanjang jalan Relin diam, dia membawa Nia yang masih kecil. Putrinya harus diam di rumah, tapi tidak ada yang menjaganya.

"Bagaimana kondisi anaknya Ratna, apa dia sehat?"

"Alhamdulilah, sejauh ini sehat. Aku ingin menggunakan pengasuh, tapi Ibuku tidak mengizinkan, menitipkan kepada mertua juga mustahil. Terpaksa membawa Rania kerja, hari ini juga aku tidak bisa pergi karena Afdal ...." Lin langsung diam tidak melanjutkan ucapannya.

Secara tiba-tiba keduanya diam, Rahma tidak enak hati untuk bicara, tapi Relin harus tahu. Betapa buruknya kebiasaan Afdal.

"Maaf Lin, aku tidak bermaksud memanasi atau memberikan kabar buruk apalagi bergosip, tapi ini yang aku lihat." Rahma menoleh sekilas ke arah wanita cantik yang melirik tajam.

"Soal Afdal dan Ratna?"

Kepala Rahma mengangguk, dia tidak berani menegur Ratna dia jarang sekali membicarakan soal dirinya dan keluarga, hanya diam berkumpul dengan Ibu-ibu, diam saja diperlakukan baik atau buruk.

"Aku tidak tahu mulainya sejak kapan, tapi ini terjadi saat Ifal tiba-tiba lembur tiap malam. Aku melihat Afdal sering mabuk masuk rumah Ratna, subuh baru pulang."

"Pernah juga datang saat itu, tapi aku langsung menghubungi Ifal," timpal Relin.

"Kejadiannya bukan sekali dua kali, tiap Ifal kerja malam."

"Dia mabuk?"

"Terkadang tidak, Ifal pergi pagi dia juga datang meminta makan dan minum layaknya dialah suami. Maaf Lin aku merasa berdosa mengatakan ini, tapi kamu harus hai-hati." Rahma pilih diam kembali, terlalu banyak dirinya ikut campur.

Kepala Relin mengangguk, dia tidak tahu harus percaya siapa, menanyakan kepada siapa. Ucapan Rahma benar, Afdal datang ke rumah saat Ifal kerja malam, pagi juga datang layaknya mereka dekat.

"Apa pernah Afdal tinggal di rumah itu?"

"Aku tidak mendengar langsung, hanya ada beberapa ibu-ibu yang mengobrol bersama Ratna. Ifal tidak mengizinkan adiknya tinggal di rumahnya, alasannya tidak disebutkan."

Helaan napas Relin terdengar, dia merasa aneh. Mengapa Afdal takut saat Ifal tidak mengizinkan, sama seperti Bapaknya yang takut saat Relin berniat melaporkan kepada Ifal.

"Apa keluarga itu takut dnegan Ifal, selain Ibu?"

"Mungkin, soalnya Ifal dan Afdal bukan kandung. Ifal itu anak dari suami pertama, sedangkan Afdal anak dengan yang sekarang," jelas Rahma.

Saat Ifal belum menikah Rahma sering melihat Ifal bekerja menjadi tukang parkir, dia juga jualan di pinggir jalan, bahkan ibunya pernah meminta Ifal mengemis, tapi dia menolak.

"Apa Ifal tidak pernah marah, kenapa dia menerima saja saat diperlakukan buruk?"

"Pernah Lin, aku dulu pulang kerja bersama suami melihat ke arah rumah Ibunya Ifal. Terlihat ada keributan, Ifal memukul Bapak dan Adiknya, itu cukup menghebohkan sampai Ibunya Ifal bersujud." Rahma merinding takut jika Ifal marah, makanya Afdal sangat menghindari berjumpa dengan Kakaknya.

Senyuman Relin terlihat, jika melihat wajah Ifal dia sosok yang begitu lembut, ternyata punya batas kesabaran juga.

Sampai di kantor polisi, Relin menitipkan Nia yang masih tidur kepada Rahma, jika dia menangis segera menemui Relin.

"Maaf merepotkan," ucap Relin.

"Jangan sungkan, cepatlah masuk sebelum Nia bangun." Senyuman Rahma terlihat.

Relin melangkah masuk, bertemu dengan polisi yang menangani kecelakan, Relin juga bertemu dengan keluarga korban yang masih dirawat.

"Kenapa anak yang belum mahir sudah menyetir?"

"Saya minta maaf Pak, kita bertanggung jawab atas kejadian ini," balas Relin.

"Sekarang di mana anak itu?" tanya polisi.

Relin tidak tahu keberadaan Afdal, mereka tinggal di rumah yang berbeda. Relin tidak tahu jika Afdal tidak bisa menyetir, dia langsung pergi membawa kunci untuk ke pemakaman, tapi berakhir seperti saat ini.

Polisi meminta alamat rumah keluarga Afdal, dia akan mengunjungi untuk memberikan pelajaran agar tidak mengemudi lagi.

Relin setuju, jika perlu polisi harus menahannya dan memberikan efek jera tidak mengemudi selamanya.

"Saya sangat mendukung kepolisan, daripada dia membawa korban lagi."

"Bagaimana dengan ganti ruginya?" tanya keluarga yang bisa memaklumi, tapi dagangan rusak dan pemiliknya masih dirawat.

"Saya bertanggung jawab atas kerusakan dan biaya pengobatan sampai sembuh hingga bisa beraktivitas kembali." Senyaman Relin terlihat. Dia tidak terkejut dengan nominal yang disebutkan oleh istri korban.

Demi damai Relin mengeluarkan uang mencapai puluhan juta, dia juga harus membayar kerugian atas mobilnya yang ditahan kepolisian.

"Terima kasih Bu atas damainya, Pak polisi juga tolong ditindaki." Relin berjabatan tangan dengan polisi dan keluarga korban.

Tidak berselang lama Relin kembali ke mobil, Rahma terlihat bahagia bermain bersama Nia yang sudah bangun tersenyum terus kepadanya.

"Anak Bunda sudah bangun, lagi main sama Tante Rahma." Lin tertawa melihat Nia yang tersenyum lebar.

"Bagaimana masalah di dalam Lin?"

"Damai puluhan juta, belum urusan mobil yang bisa mencapai sepuluh juta." Kepala Relin pusing mencari uang segitu butuh waktu lama, tapi begitu cepat hilangnya Relin berusaha mengikhlaskan.

Tangan Rahma mengusap punggung Relin, dia wanita yang sangat sabar. Ifal lelaki yang beruntung dicintai oleh Ratna, dan mendapatkan dukungan dari Relin.

"Mau makan siang, aku traktir," tawar Rahma.

"Boleh Ma, tapi aku mau ke kantor dulu antar makan siang untuk Ifal, takut dia hanya makan pakai sambal lagi. Aku belum sempat mengatur perusahaan untuk mengubah aturan soal makan siang gratis," ujar Relin yang kepikiran Ifal.

Mata Rahma berkaca-kaca, wanita mandiri, pekerja keras, dan sangat baik. Rahma mengangumi sosok Relin.

"Bagaimana jika mampir ke restoran suamiku, dia koki yang hebat."

"Benarkan, mungkin kita bisa bekerja sama. Bagaimana jika makanan untuk kantor dari restoran kalian?" Hati Relin lega sekali bertemu Rahma.

Tawa Rahma terdengar, dia senang sekali saat Relin mengajak kerja sama. Dia harus mencicipi dulu makanan dari restoran agar bisa sesuai selera perusahan Relin.

"Rahma, maafkan ucapan Ibu soal pagi tadi."

"Mandul, aku sudah biasa."

"Kamu harus lebih banyak sabar, allah maha baik. Dia tidak memberikan saat kita mau, tapi akan diberikan saat kita siap."

Kepala Rahma mengangguk, dia sudah sabar dan akan selalu sabar. Allah tidak menjanjikan pernikahan tentang anak, tapi dua orang yang saling melengkapi, bahagianya rumah tangga bukan hanya soal anak.

***

Follow Ig vhiaazaira

jangan lupa komen biar semangat up😁

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

dobel up thor

2024-01-17

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

kata itu menyayat hati 🥺

2024-01-17

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

perasaan aku ada yg janggal dengan Ratna dan afdal itu deh 🤔

2024-01-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!