MEMERGOKI

Keributan terdengar di rumah sederhana milik keluarga Afdal, teriakan Ibu juga terdengar saat suaminya ribut dengan polisi.

"Ada apa ini?" Ifal yang sedang dalam perjalanan pulang kerja menghentikan motornya.

"Ifal." Bapak terlihat kaget melihat Ifal muncul.

Tangan Ifal terulur menjabat tangan polisi yang tersenyum menyapanya. Ifal memperkenalkan diri dan ingin tahu apa yang terjadi sampai polisi datang ke rumah orangtunya.

Polisi menjelaskan kronologi kecelakan yang menimpa Afdal, dia mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi padahal belum fasih mengemudi.

"Astaghfirullah, bagaimana dengan korban?"

"Tanya kondisi Afdal, itu lebih penting," tegur Ibu.

"Dia berhasil lari itu tandanya baik Bu, buat apa dibela," tegur Ifal yang lebih mencemaskan kondisi korban.

"Masalah dengan korban sudah selesai Pak, soalnya pemilik mobil yang bertanggung jawab. Saat ini mobilnya masih di kantor polisi dalam keadaan rusak parah." Polisi menatap Ifal yang terlihat jauh lebih sopan bicaranya daripada kedua orangtuanya.

Ifal mengajak masuk, dia ikut apapun yang polisi putuskan. Jika memang Afdal salah maka tidak ada hak mereka menahan.

Kemungkinan besar Afdal mengemudi mobil rental, pasti mereka harus ganti rugi besar soal mobil.

"Mobilnya punya Relin, seharusnya dia yang di penjara karena mengizinkan Afdal membawa mobilnya, dasar wanita tukang pamer." Ibu masih kesal sekali.

Polisi pamit, mereka akan datang lagi jika Afdal sudah kembali, dia cukup membahayakan jika masih mengemudi mobil.

Setelah polisi pergi Ibu marah-marah mencaci maki Relin yang seharusnya diberikan efek jera. Dia tidak bisa menjaga mobilnya.

"Kenapa menyalahkan Relin, Ibu pikir ganti rugi dan mengobati itu cukup uang sepuluh juta, kerusakan mobil cukup sepuluh juta, apa kita punya uang sebanyak itu?" tanya Ifal dengan nada sinis.

"Kenapa kamu membelanya jangan bilang begitu mudah untuk jatuh cinta," sindir Bapak sambil tersenyum.

"Senyum, Bapak punya waktu untuk tersenyum, melihat anak bermasalah bisa senyum," sindir Ifal.

Kepala Ifal geleng-geleng, dia capek melihat keluarganya yang hidup bagaikan benalu. Menasihati dan menjaga Afdal saja tidak mampu, seharusnya anak seumuran Afdal sudah bisa bekerja dengan baik, tapi kenyataannya dia masih menjadi beban keluarga.

Tatapan Bapak tajam, bagaimana bisa Ifal tega membicarakan adiknya. Seharusnya dia yang menafkahi bukan orangtua yang sudah tidak sanggup bekerja lagi.

"Gunanya anak untuk apa selain menghidupi orang tua," timpal Bapak.

"Benar, tapi ada batasannya Pak. Tubuh Bapak masih kuat, sehat dan mampu untuk bekerja. Anak wajib memberi jika dia lebih, tapi Ifal punya keluarga sudah berapa banyak mengalah bahkan soal rumah ini."

"Sudah cukup Fal, jangan bahas apapun lagi, Bapak tidak boleh bekerja sudah tua, kamu harus bertanggung jawab atas hidup kami," tegas Ibu yang tidak ingin dibantah lagi.

Kepala Ifal menggeleng, dia tidak akan memberi sepeserpun lagi, kali ini Ifal tidak akan membantu. Sudah cukup lelah jika seumur hidup harus menafkahi seluruh keluarganya.

"Ibu selalu mengancam tidak menganggap anak lagi, silahkan Bu. Ifal ikhlas dan ridho, allah maha mengetahui perasaan Ifal yang sangat menghormati Ibu, tapi Ifal mundur saat dimanfaatkan." Suara pintu terbuka kuat, Ifal mengemudi motornya untuk pulang.

Sampai di rumah terdengar suara Relin sedang bernyanyi kecil bermain bersama Rania yang baru selesai mandi.

Tawa si kecil terdengar, Lin merasa bahagia sekali setidaknya dibalik musibah ada nikmat dengan melihat Nia tertawa.

"Kamu penyemangat Bunda, kesayangan Bunda, obat dari rasa lelah dan kecewanya Bunda, Rania kebahagiaan Bunda." Kecupan mendarat di seluruh wajah membuat bayi kecil tertawa.

Senyuman kecil Ifal terlihat, dia mengucapkan salam tidak terdengar oleh Relin yang masih asik bercanda.

"Mbak," panggilnya sambil memegang bahu.

Relin terkejut langsung menepis tangan Ifal, wajah panik nampak berpikir jika Afdal datang lagi.

"Kenapa terlihat takut, apa ada orang yang sering tiba-tiba datang?"

"Afdal, pagi tadi langsung masuk menarik tanganku jadinya takut." Relin tidak suka menutupi apapun.

Kali ini Ifal yang nampak terkejut, mengapa Afdal selalu datang saat dirinya tidak ada di rumah.

"Kenapa mengizinkan Afdal bawa mobil?"

"Tidak ada yang mengizinkan, tapi dia yang tiba-tiba datang menanyakan Ratna masih belum percaya jika Ratna meninggal, langsung mengambil kunci mobil." Relin tidak ingin menahannya, secepat mungkin dia keluar dari rumah jauh lebih baik.

Kepala Ifal menggeleng, saat ini yang ada di pikirannya mengapa Afdal datang saat dirinya keluar dari rumah.

Mengapa menanyakan Ratna, dia terlihat lebih patah hati daripada Ifal sebagai suami. Apa yang terjadi kepada Ratna dan Afdal.

Tanpa banyak bicara Ifal langsung mandi, dia meminta maaf karena harus kerja malam lagi, ada satu penjaga yang sedang sakit.

Relin nampak cemas, Ifal sudah berjanji tidak kerja malam lagi, Relin tidak nyaman sendirian di rumah.

"Hanya hari ini saja Mbak," ucapnya.

"Aku akan bicara ...."

"Tidak Relin, hanya malam ini saja." Kepala Ifal menatap sekeliling ruang tamu, perasaanya ada yang mengawasi.

Tanpa bisa Relin hentikan, Ifal pergi selesai Isya untuk ke kantor lagi. Relin mengunci pintu rapat, berharap Afdal tidak datang ke rumahnya.

"Kenapa Ifal tiba-tiba kerja, tapi dari laporan tidak ada satpam yang sakit," batin Relin yang kebingungan.

Sengaja Ifal keluar rumah, belum jauh dari rumahnya dia kembali lagi meninggalkan motornya jauh dari rumah. Mata Ifal menatap rumahnya yang nampak sepi dan tenang.

Sekitar jam sembilan terlihat pria menggunakan switer hitam, kepalanya ditutupi topi mendekati pintu rumah langsung membuka padahal terkunci.

"Astaghfirullah, aku saja tidak punya kunci rumah, tapi orang lain punya." Mata Ifal terbelalak besar melihat pria masuk ke dalam rumahnya.

Cepat Ifal berlari ke rumahnya, mendengar suara Afdal mengetuk kamar Relin yang terkunci dari dalam.

"Ratna buka pintunya, aku ingin bicara sebentar saja."

"Ratna sudah meninggal, apa kamu tidak paham. Bagaimana kamu bisa masuk rumah ini?" Relin memeluk Nia erat.

"Relin, lebih baik kamu keluar, katakan di mana Ratna. Aku harus bicara kepadanya, kenapa tiba-tiba dia pergi, apa salah aku?" pintu digedor kuat.

Tangan Ifal terlipat di dada melihat adik tirinya terlihat patah hati, siapa lagi yang bisa Ifal percaya bahkan wanita yang sangat dicintai menutupi fakta soal Afdal.

"Aku mohon pergi Afdal, jangan sampai aku menghubungi Ifal."

"Soal kasus tabrakan, bisa kamu bantu aku. Berikan aku uang untuk pergi dan mencari Ratna. Mbak Relin aku mohon bekerja samalah sebelum aku murka."

Relin tidak ingin membuka pintu, dia tetap diam memeluk putrinya dengan perasaan takut juga gelisah.

Saat Afdal berbalik dia terkejut melihat Ifal ada di belakangnya, pukulan kuat menghantam wajah Afdal. Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut Ifal hanya tatapan penuh amarah.

"Ada apa di luar, kenapa suaranya berisik sekali?" Lin tambah panik.

"Ampun Mas, aku hanya butuh perlindungan."

"Kenapa kamu merindukan istriku lebih dari aku?" mata Ifal berkaca-kaca menahan air yang siap keluar.

***

follow Ig vhiaazaira

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

next 🥰

2024-01-19

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

mungkin Afdhal dia melecehkan Ratna saat kamu gak dirumah dan dijadikan Afdhal buat tekan si Ratna terus .

2024-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!