MENGHORMATI

Terlihat Ifal duduk melamun di ruang depan, Relin berjalan pelan lewat di depan suaminya yang terdiam.

"Dari mana, Mbak?"

"Cuman dari depan saja," balas Relin berbohong.

"Bisa duduk sebentar tidak, ada hal yang ingin aku bicarakan."

Relin duduk anggun di hadapan Ifal yang terlihat sangat dewasa dari usianya, terlihat sekali wajah yang sangat lelah.

Tarikan napas Ifal panjang, dia tahu jika Relin mengantarkan makanan yang ibunya bawa untuk ibu Ifal.

"Aku tidak ingin ada keributan antara kamu dan Ibu mu."

"Aku paham, makanya aku minta bantuan. Larang Ibu mengantarkan makanan apapun, jika ingin memberi cukup pakaian kamu atau Nia. Demi kedamaian kita." Perasaan Ifal sangat bersalah.

Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumah, yakin sekali ada banyak hal yang terjadi tanpa sepengetahuannya.

"Fal, jangan menyalahkan diri kamu, percayalah Ratna bahagia bersama kamu makanya hatinya begitu kuat," ucap Relin memberikan ketenangan.

Tangisan Nia terdengar, Relin berlari secepat angin. Dia begitu memprioritaskan Nia, anak yang tidak lahir dari rahimnya.

"Sayang Bunda kenapa menangis, apa yang kamu rasakan Nak?" Lin mengecup pipi barulah Nia diam.

"Nia kenapa menangis?" Ifal masuk ke kamar tanpa ragu duduk di pinggir ranjang yang cukup tua.

Tarikan napas Ifal panjang, tiduran di atas ranjang memeluk putrinya. Relin meninggalkan keduanya menuju dapur menyiapkan makanan.

Wajah Relin kaget melihat bekas bekal Ifal, terlihat ada bekas sambal terong. Lin tidak bergerak memegang bekas bekal makan, ternyata dirinya lalai sebagai istri.

"Apa dia kerja hanya makan nasi sambal, sedangkan aku makan masakan restoran mahal." Perasaan Relin sedih, dia harus mengubah peraturan agar suaminya bisa makan sehat.

Relin menghubungi bawahannya, meminta tiap satpam dan para staf makan siang ditanggung perusahaan. Relin ingin makanan yang sehat dan selalu berganti tiap harinya.

"Besok kita rapatkan kembali, persiapan malam ini."

"Baik Bu."

Senyuman Relin terlihat, dia harus lebih memperhatikan karyawannya, Relin percaya dibalik rezeki nya ada rezeki orang lain.

Bahan seadanya diubah menjadi makanan, bau wangi menyengat hidung sampai ke kamar. Ifal yang tidur terbangun karena wanginya masakan.

"Masak apa Lin?" tanya Ifal yang merasa lapar.

"Tidak tahu namanya, asal buat saja. Kamu sudah lapar?"

"Sebentar lagi Magrib, lebih baik sholat dulu," ajaknya sambil tersenyum.

Lin mengangguk, bergegas mengikuti ke kamar setelah menyelesaikan masakannya. Melihat Rania hanya diam saja.

"Mau aku jadi imamnya?" tanya Ifal.

"Iya," balas Relin tersenyum merasa deg-degan karena pertama kalinya Ifal mengimani.

Sampai salam terakhir Relin masih fokus, Ifal berbalik badan memberikan tangannya. Tatapan mata keduanya bertemu, sesaat Ifal menatap Relin yang mirip dengan Ratna.

Senyuman Relin terlihat, menyentuh tangan Ifal. Tatapan mata Ifal nampak beda, Relin sadar jika dirinya sekilas mirip Ratna.

Demi menjaga perasaannya agar tidak berharap, Relin bergegas ke dapur kembali untuk menyiapkan makanan.

"Kamu pasti sangat merindukan Ratna, aku tidak akan pernah bisa seperti dia." Rasa begitu menyedihkan harus hidup di posisi orang yang begitu disayangi.

"Bunda masak apa?" tanya Ifal duduk di meja makan sederhana.

"Kamu makan dulu, sini aku gendong Nia."

"Duduklah, ayo makan." Ifal tetap duduk sambil menggendong Rania.

Di meja makan tidak ada pembicaraan, baik Ifal maupun Relin lebih pilih diam menikmati makanan.

Pesan dari Ibu masuk, dia ingin mengirimkan stok susu juga makanan Nia. Lin langsung mengiyakan, tapi meminta tolong agar tidak mengirim makanan pokok atau sejenisnya karena Relin sudah membeli kebutuhan tiap awal bulan.

"Kamu kenapa Lin, biarkan Ibu melakukan apa yang biasanya Ibu lakukan kepada Ratna." bentaknya dengan suara yang sangat kasar.

"Ibu, aku bukan Ratna Bu, jangan samakan kami. Merindukan Ratna cukup didoakan saja, ibu bisa sedekah atau menyantuni anak yatim. Tolong, jangan ubah aku jadi Ratna." Panggilan langsung Relin matikan membuat Ifal menatapnya dengan tatapan yang tidak mampu diartikan.

Selera makan langsung hilang, kesedihan terbesar Relin saat adik yang disayanginya diminta hidup kembali, lalu mematikan dirinya.

"Lanjutkan makannya, Mbak."

"Aku paham semua orang menyayangi Ratna, tanpa terkecuali aku. Sakitnya Ratna yang sudah pergi lebih sakit aku yang ditinggal. Bukan tidak terima takdir Allah, hanya saja aku berjalan di atas luka, dipaksa menyembuhkan padahal aku juga sekarat." Mata Relin berkaca-kaca, meminta Ifal menghabiskan makannya. Dia merasa lelah.

Pergelangan tangan Relin ditarik, Ifal memintanya tetap duduk. Dia tidak pernah menyamakan Relin dan Ratna, apa yang orang katakan soal Relin tidak sepenuhnya benar.

Tidak ada yang paham jika tidak kenal dan tinggal langsung. Awalnya Ifal pikir Relin wanita kasar, angkuh, egois, keras kepala, dan hanya mementingkan pekerjaan, tapi semua itu tidak benar. Dia wanita disiplin, tanggung jawab, dan berpikir logis.

"Maaf jika dulu aku pikir menikahi wanita kaya yang manja, ternyata Mbak Relin wanita kaya pekerja keras."

"Jangan katakan aku wanita kaya, harta hanya titipan. Kapanpun kita bisa kehilangan semuanya, allah lancarkan rezekiku, tapi diuji hal lain. Jangan berpikir paling hina di dunia ini, nyatanya yang dipandang bukan kehormatan, kuasa dan harta. Sehat juga sebuah rezeki yang tidak ternilai. Lin meminta maaf dia tidak bermaksud mengubah pola pikir orang, dia terlalu berpikir dunia berputar pada poros yang tepat pada waktunya.

Senyuman Ifal terlihat, dia percaya dengan ucapan Relin. Apa yang dimiliki manusia semuanya sementara, tapi banyak yang lupa hal itu.

"Mbak, tadi pagi aku melihat mobil Mbak Relin di kantor, apa kita satu kantor?" tanya Ifal.

"Mungkin iya, bukan aku tidak mengakui ...."

"Ifal paham, jangan sampai orang tahu soal kita, terima kasih sudah memberikan pekerjaan kepadaku," ucap Ifal.

Kepala Relin menggeleng, pekerjaan yang Ifal dapatkan seusai dengan kemampuannya, Relin juga baru tahu saat pertama ke kantor selama ini tidak terlalu memperhatikan karyawannya.

"Aku tidak malu Fal, cuman aku khawatir kamu yang canggung, jadi kita bersikap biasa saja."

"Siap, intinya kamu ucapkan terima kasih, atasan yang dibilang kasar dan jahat, tapi Mbak Relin memberikan banyak lapangan pekerjaan kepada orang, itu sesuatu yang luar biasa." Jempol Ifal terangkat, dia bangga kepada Lin yang sukses.

Senyuman Lin terlihat, meminta Ifal terus semangat tidak pantang menyerah apapun yang orang bicarakan sekalipun dihina. Melawan tidak membuat kenyang, diam tidak membuat lapar, jadi dia harus tetap berusaha.

"Fal, bisa kamu tolak tiap kali orang melemparkan uang, tegaskan jika kamu tidak minta bayaran. Aku tidak suka melihat kamu direndahkan. Orang yang sopan memberikan sambil tersenyum, tapi orang yang menghina akan melempar dengan kasar," jelas Relin ingin Ifal menjaga kehormatannya.

Kepala Ifal mengangguk, dia akan berusaha menolak jika direndahkan, baru Ifal sadari ternyata Lin memperhatikannya.

***

follow Ig vhiaazaira

Terpopuler

Comments

raditha astriani

raditha astriani

dengan

2024-02-16

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

lanjut

2024-01-14

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

tiap hari aku lihat tapi gak ada updatenys 🥰

2024-01-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!