BANTUAN

Teriakkan Relin terdengar melihat Ifal memukuli Afdal, cepat Relin menarik lengan Ifal memintanya istighfar.

"Cukup Fal, aku takut." Tangisan Relin terdengar memeluk lengan memohon untuk berhenti.

Melihat ada kesempatan Afdal bergegas lari keluar rumah, ada banyak tetangga keluar rumah melihat kegaduhan.

Suara keributan terdengar jelas, teriakkan Ifal menggema merasakan hancur. Tangisannya pecah membuat Relin tambah takut.

Tangisan Relin terdengar, dia memahami hancurnya hati Ifal. Ada banyak pertanyaan di dalam pikirannya yang tidak berani untuk dicari tahu.

"Mbak kenapa menangis, apa aku ada salah? Maaf jika Ifal melukai." Tangan Relin disentuh, ada bekas cakaran di lengannya saat mencoba melerai.

Tangisan Relin terhenti, betapa beruntungnya Ratna memiliki suami yang meminta maaf saya dia tidak salah, seberat apapun Ratna bertahan semata-mata ingin Ifal bahagia.

"Mbak terluka, maaf aku tidak bermaksud lancang." Pinggang Relin dirangkul agar berdiri membawanya ke kamar.

Bekas cakaran dibersihkan, Relin meringis merasakan perih. Dia menggenggam tangan Ifal memastikan dirinya baik.

"Aku paham kamu marah, tapi jangan gelap mata. Cari tahu perlahan, dan kamu harus siap baik buruknya saat kebenaran terungkap." Air mata Ifal diusap lembut, Relin langsung mundur meminta maaf sudah lancang menyentuh.

"Aku membuat Mbak takut?"

"Tidak Fal, aku memahami perasaan kamu. Marah, kecewa, dan rasa penasaran sedang melanda hati, tapi percayalah. Ratna wanita baik, dia pasti akan menjaga harga diri suaminya, aku percaya Ratna." Lin melangkah keluar dari kamar Ifal menemui Nia yang sudah bangun, tapi tidak menangis.

Bohong jika Relin berpikiran baik, dia juga takut namun rasa sayang dan kepercayaan sangat besar kepada Ratna.

Pintu kamar diketuk, Ifal menatap Lin mengusap wajahnya menghapus air mata yang mengalir.

"Aku keluar sebentar," pamitnya.

"Ikut," pinta Relin langsung mengambil jaket juga juga kain untuk menutupi Rania.

"Hanya mengambil motor di komplek depan, tidak lama."

Kepala Relin menggeleng, dia takut di rumah sendirian. Melihat wajah serius Relin, terpaksa membawanya dan Nia keluar rumah tengah malam.

Pintu rumah ditutup, langkah Ifal pelan mengimbangi langkah istrinya yang sangat pelan sambil menidurkan Nia.

Jalanan sepi, sebagian gelap. Satu tangan Ifal merangkul pinggang Relin agar tidak takut. Dia hidup berkecukupan, bersama Ifal penuh ketakutan.

"Masih jauh tidak?"

"Lumayan," balas Ifal.

"Tadi kamu bilang tidak lama?"

Senyuman Ifal terlihat, tidak lama jika perginya sendiri sambil lari. Mengikuti langkah Relin yang lambat pastinya lama.

Bibir Relin manyun, masih sabar mengikuti sampai jalan lintas. Motor Ifal masih ada di tempatnya, tangan Ifal meraba celananya mencari kunci.

"Astaghfirullah Al azim, kuncinya di mana?" Ifal tercengang melihat Relin memukulnya pelan.

"Ifal, jangan bercanda. Balik lagi jauh, kamu tega meninggalkan aku di sini sendiri, apalagi membawa bayi." Tatapan Relin tajam, dia menatap kesal.

"Iya maaf, terus bagaimana ini?" senyuman Ifal terlihat mengulurkan tangannya mengajak Relin balik lagi.

Wajah Relin masih cemberut, sudah tengah malam mereka bertiga masih mondar-mandir seperti orang gila.

Tangan Relin digenggam, Nia sudah tidur dalam gendongan. Bibir Relin manyun masih tidak terima bolak-balik.

"Kakiku capekk," keluhnya.

"Nanti Ifal pijitin, sini Nia aku yang gendong."

"Jangan, nanti dia menangis dibangunkan secara paksa." Relin menguncir rambutnya sampai digulung, tapi tidak mengurangi kecantikannya.

Perjalanan bolak-balik menghabiskan waktu tiga puluh menit, Relin duduk di ruang tamu melihat Ifal yang mengecek ke segala tempat mencari kunci motornya, tapi tidak ketemu.

"Kira-kira jatuh di mana kuncinya?" Ifal mengusap wajahnya sudah capek.

"Kamu belum tua sudah pelupa, lihat bapakmu Nia." Lin langsung ke kamar ingin istirahat.

Kepala Ifal pusing mencari kunci, harta satu-satunya yang dimilikinya tiba-tiba kehilangan kunci.

"Ifal, jangan pergi dari rumah," pinta Relin.

"Mbak bantuin."

"Salah kamu sendiri, sekarang susahnya bagi-bagi." Relin keluar kamar mencoba mencari kunci motor.

Sejujurnya Relin tidak tahu bentuk kunci motor, dia hanya mencari ke tempat perkelahian Ifal dan Afdal.

"Apa tidak ada kunci lain?"

"Tidak tahu, Ratna yang menyimpannya." Tiba-tiba Ifal terduduk diam, membicarakan soal kunci mengingatkan dengan Afdal yang punya kunci rumah.

Keduanya lelah mencari kunci, rumah kecil saja kerepotan mencari satu barang. Suara Relin mengomel terdengar, meminta Ifal lebih teliti lagi meletakkan barang pada tempatnya agar tidak berkeliling mencari.

"Sudahlah, hilang saja."

"Jangan begitu, motor itu satu-satunya harta dan kaki untuk mengais rezeki."

"Besok saja, mata sudah rabun mencarinya tidak terlihat kunci. Mobil rusak, motor hilang kunci, mati kutu tidak bisa bergerak." Kepala Relin pusing terduduk di sofa, matanya fokus ke satu titik.

Perlahan Relin mendekati sesuatu mengambil rekaman CCTV yang tersembunyi, menunjukkan kepada Ifal yang terdiam.

Sebegitu jauhnya Afdal memantau rumah sampai memasang CCTV. Tidak tahu apa maksudnya, Ifal ingin marah juga salah dirinya yang terlalu sibuk bekerja.

"Sabar, cari tahu perlahan saja. Lebih baik kita tidur, besok baru cek bagian lain untuk menemukan rekaman sampah."

"Kamu duluan saja, aku lapar." Ifal berjalan ke dapur mencari sesuatu yang bisa dimakan.

Tidak tega meninggalkan Ifal sendiri, Relin berjalan ke dapur mengeluarkan roti. Membuat roti panggang yang cukup untuk mengganjal perut.

Makanan diletakkan di dalam piring, Ifal mengambil roti. Selama bersama Ratna jarang sekali makan sejenis roti.

"Kenapa tidak masak mie?"

"Tidak boleh, ini sudah malam. Kurangi kebiasaan makan mie." Susu hangat juga diletakkan di atas meja.

Senyuman Ifal terlihat, mengucapkan terima kasih. Dia terbiasa makan mie di malam hari untuk menunda lapar.

"Mbak, maaf soal mobil. Berapa habis ganti rugi, nanti aku bayar? Tidak apa jika mencicil?"

"Jangan tahu. Lupakan saja soal itu, anggap saja kita terkena musibah." Relin ikhlas.

"Tetap saja aku tidak enak," ujar Ifal meremas gelas susu.

Tidak ada jawaban dari Relin, dia takut ada kesalahan paham soal hubungan mereka. Pernikahan tanpa cinta, hanya demi Rania.

"Fal, aku tahu tidak ada cinta, paham juga Ratna tidak tergantikan. Apapun alasan kita menikah mungkin semua orang tahu, tapi bagaimanapun aku istrimu jangan merasa sungkan. Apa kita harus saling hitung, saling ukur, nilai, atau terus-menerus tidak enakan." Relin melangkah pergi meninggalkan Ifal yang terdiam.

Tidak ada maksudnya menyingung, dia paham jika keduanya terikat pernikahan. Ifal hanya tidak ingin keluarganya memanfaatkan Relin.

"Relin, aku minta maaf juga terima kasih, bantuan kamu sebagai seorang istri luar biasa, aku yang belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu sebagai suami. Aku sangat mencintai Ratna, tapi aku sadar dia tidak akan kembali. Seiring berjalannya waktu, aku pasti akan melupakan dia," ucap Ifal hanya bisa bicara sendiri.

***

Follow Ig vhiaazaira

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

pasti entar ifal sakit hati kalau tau tentang Ratna

2024-01-21

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

penasaran deh terus lanjut thor

2024-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!